Implementasi Kebijakan Pembinaan Pedagang Kaki Lima di Kota Makassar (Studi pada Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota Makassar)

Nur, Muhammad (2014) Implementasi Kebijakan Pembinaan Pedagang Kaki Lima di Kota Makassar (Studi pada Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota Makassar). Magister thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Pemerintah Kota Makassar sudah lama telah memiliki peraturan daerah yang mengatur tentang pembinaan pedagang kaki lima (PKL) melalui Peraturan Daerah No. 10 tahun 1990 tentang Pembinaan Pedagang Kaki Lima dan disusul berbagai Surat Keputusan/Peraturan Walikota Makassar (Perwali) terkait penataan dan penertiban PKL namun dalam realitanya belum mampu menjadi solusi komprehensif bagi permasalahan perkotaan dan lalu lintas jalan seperti ketertiban, keindahan perkotaan dan bagi keberadaan PKL itu sendiri. Kebijakan yang ada belum mampu mengurai persoalan perkotaan akibat dampak keberadaan PKL di Kota Makassar. Berangkat dari persoalan PKL dan juga pentingnya eksistensi pedagang kaki lima di Kota Makassar dan untuk menganalisis tidak efektifnya implementasi kebijakan Pemerintah Kota dalam penertiban pedagang kaki lima di Kota Makassar. Oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan pembinaan pedagang kaki lima dan kendala-kendala yang ada dalam implementasi kebijakan pembinaan pedagang kaki lima di Kota Makassar. Tujuan penelitian ini; pertama: mengetahui, mendiskripsikan, dan menganalisis tentang implementasi kebijakan pembinaan pedagang kaki lima Kota Makassar; kedua: mengetahui mendiskripsikan, dan menganalisis tentang kendala-kendala dalam implementasi kebijakan pembinan pedagang kaki lima di Kota Makassar. Desain penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Keabsahan data dilakukan berdasarkan empat kreteria, yaitu: (1) Kredibilitas, (2) Keteralihan, (3) Ketergantungan, dan (4) Kepastian. Sedangkan proses analisis datanya dipergunakan teknis analisis model interaktif dari Miles dan Hubberman. Tinjauan analisis dalam penelitian ini menggunakan model implementasi kebijakan A Framework for Implementation Analysis oleh Daniel Mazmanian dan Paul A. Sebatier dengan menganalisis tiga kategori besar yaitu: (1) Mudah tidaknya masalah dikendalikan. (2) Kemampuan kebijakan untuk menstruktur implementasi secara tepat. (3) Variabel di luar kebijakan yang memengaruhi proses implementasi. Hasil penelitian mengungkapkan, bahwa: (1). Mudah tidaknya masalah dikendalikan/diintervensi; sulitnya penanganan terhadap masalah pedagang kaki lima muncul tidak terlepas dari banyaknya jumlah pedagang kaki lima yang menjamur dan melanggar Perda di Kota Makassar, belum lagi pengawasan dan penegakan terhadap Perda yang lain. Dengan kurangnya relokasi bagi PKL di Kota Makassar atau sulitnya mendapatkan area/ space tempat berjualan yang dibolehkan bagi PKL nampaknya sangat sulit untuk mengubah prilaku PKL agar tidak melanggar Perda tentang pengaturan tempat usaha tanpa dibarengi dengan solusi yang komprehensif terhadap keberadaan PKL termasuk kebijakan pengadaan relokasi yang cukup. (2). Kemampuan kebijakan menstruktur proses implementasi secara tepat; Dalam tataran implementatif kebijakan penertiban pedagang kaki lima Kota Makassar belum mampu menstrukturkan proses implementasi secara tepat. Hal tersebut dikarenakan adanya kebijakan yang terkesan kontradiktif antara Perda Nomor 10 tahun 1990 tentang Pembinaan Pedagang Kaki Lima Kota Makassar dengan Perwali Nomor 20 tahun 2004 tentang Protap Penertiban bangunan dan Pembinaan PKL dalam Wilayah Kota Makassar. Belum lagi kurangnya sinergitas dan koordinasi yang baik oleh Satpol PP Kota Makassar dan Pemerintah Kecamatan dan Kelurahan tentunya membuat kebijakan penertiban terhadap pedagang kaki lima di wilayah Kota Makassar mengganggu proses implementasi kebijakan berjalan dengan mudah dan lancar. Secara substantif kebijakan penertiban PKL belum sepenuhnya mengurai permasalahan yang ditimbulkan oleh pedagang kaki lima Kota Makassar. Hal tersebut disebabkan kebijakan yang berkenaan dengan penataan pedagang kaki lima Kota Makassar belum mampu memberikan solusi komprehensif terhadap permasalahan keberadaan PKL yang terkena dampak penertiban. Akibatnya Implementasi kebijakan Penertiban PKL Kota Makassar menjadi tidak berjalan dengan baik dikarenakan adanya resistensi atau penolakan pedagang kaki lima sendiri untuk menolak ditertibkan. (3). Variabel di luar kebijakan yang memengaruhi proses implementasi; faktor ekonomi dan sosial yang menjadi variabel pokok yang memengaruhi proses implementasi kebijakan penertiban PKL, Sulitnya mendapatkan pekerjaan yang dikarenakan persaingan kerja yang semakin ketat, menyebabkan tidak adanya pilihan lain bagi untuk bekerja di sektor informal seperti berdagang sebagai pedagang kaki lima. Kurangnya dukungan Pemerintah Kota dalam memberikan solusi terhadap keberadaan PKL menyebabkan pedagang kaki lima berani berdagang menempati daerah milik jalan seperti trotoar dan badan jalan sehingga keberadaannya menyebabkan permasalahan perkotaan seperti menggangu arus lalu lintas dan dan menimbulkan permasalahan ketertiban, kebersihan dan dan keindahan kota. Adapun yang menjadi kendala dalam penelitian ini yaitu; 1) Kendala internal; a) Kurangnya anggota Petugas Lapangan Satpol PP Kota Makassar. Petugas lapangan yang yang beroperasi setiap harinya tidak sebanding dengan banyaknya pengawasan yang harus dilakukan demi penegakan Perda Kota Makassar, belum lagi pengawasan terhadap PKL Kota Makassar yang jumlahnya begitu banyak begitu banyak yang tersebar di seluruh kecamatan di Kota Makassar, tentunya diperlukan pengawasan yang cukup tinggi dan senantiasa d

English Abstract

The government of Makassar City has long ago owned local regulations about the fostering of street vendor, which are Local Regulation No. 10 of 1990 about The Fostering of Street Vendor and followed by The Decree of Makassar Mayor about The Restructuring of Street Vendor. However, a comprehensive solution remains absent to the problems of the city and road traffic, such as orderliness, city scenery and street vendor existence. The existing policies still fail to solve the city problems because of persistent street vendor establishment in Makassar City. Considering the presence of street vendor and the importance of street vendor existence in Makassar City as research problems, therefore, it is important to analyze why the implementation of the government of city`s street vendor restructuring policy in Makassar City is not effective. Research also attempts to understand how the implementation of street vendor fostering policy is and what factors are constraining the implementation of street vendor fostering policy in Makassar City. The objectives of research are: first , to understand, to describe and to analyze the implementation of street vendor fostering policy in Makassar City; second , to acknowledge, to describe and to analyze the constraints behind the implementation of street vendor fostering policy in Makassar City. Research design uses qualitative approach. Data are collected with interview, observation and documentation. Data are verified with four criteria such as (1) Credibility, (2) Shiftiness, (3) Dependence, and (4) Certainty. Data analysis process is using Miles and Huberman`s interactive model analysis technique. The analytical review employs a policy implementation model of Daniel Mazmanian and Paul A. Sebatier`s A Framework for Implementation Analysis . Three major categories are analyzed such as: (1) tractability of the problem (the problem difficulty level), (2) the ability to structure the implementation process (the implementation process of structuring capabilities), and (3) the non-statutory variables affecting implementation (non-government policy variables). Result of research has indicated that: (1). Tractability of the problem (the problem difficulty level); the difficulty to manage the problems of street vendor is apparent possibly due to the greater number of street vendor who violates local regulations of Makassar City. The monitoring by other local regulation and its enforcement remain weak. Lack of relocation for street vendor in Makassar City and the difficulty to provide allowable area or space for selling to street vendor in Makassar City are only worsening the behavior of street vendor. It seems hard to prevent them from deviating from local regulations related to venture place if it is without giving them a comprehensive solution, including relocation policy. (2) The ability to structure the implementation process (the implementation process of structuring capabilities); in the implementation realm, it is evident that street vendor restructuring policy in Makassar City cannot structure the implementation in appropriate manner. It may be caused by the presence of contradictive policy between Local Regulation No. 10 of 1990 about The Fostering of Street Vendor and The Decree of Makassar Mayor No. 20 of 2004 about The Program and Provision of The Restructuring of Building and The Fostering of Street Vendor in Makassar City. Other reason is lack of synergy and coordination between Civil Guard Police of Makassar City and the governments of sub district and village in restructuring street vendor in Makassar City, which resulting in the distorted implementation of policy. In substance, street vendor restructuring policy is not really resolving problems of street vendor in Makassar City. Indeed, street vendor restructuring policy for Makassar City cannot provide a comprehensive solution to the problems perceived by street vendor who will be the subject of restructuring. As a result, the implementation of street vendor restructuring policy in Makassar City is not well managed due the resistance or rejection from street vendor who refuses the restructuring. (3) The non-statutory variables affecting implementation (non-government policy variables); Social and economical factors are main variables influencing the process of street vendor restructuring policy. The difficulty to find appropriate job because of stricter work competition is forcing street vendor to work at informal sector as street vendor. Less support from the local government in giving solution to street vendor problem may push street vendor to occupy public environment such as pavement and road bank which always disturbs traffic and produces other problems such as orderliness, cleanliness, and attractiveness of the city. Some limitations are obvious in this research. (1) Internal barrier: (a) low number of members of Civil Guard Police in Makassar City. The guard police may not competent enough to be charged with the monitoring and enforcement tasks for the effect of local regulations of Makassar City. Street vendor in Makassar City who must be monitored is too many. Therefore, monitoring cost may be too expensive because street vendor in Makassar City is always highly mobile; (b) Patrol vehicle and truck is limited; Vehicle represents a supportive device of Makassar City`s Civil Guard Police in conducting the restructuring and monitoring tasks for the effect of local regulations or major dec

Item Type: Thesis (Magister)
Identification Number: TES/381.18/NUR/i/041404008
Subjects: 300 Social sciences > 381 Commerce (Trade) > 381.1 Marketing channels
Divisions: S2/S3 > Magister Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Administrasi
Depositing User: Endro Setyobudi
Date Deposited: 04 Sep 2014 14:34
Last Modified: 04 Sep 2014 14:34
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/157327
Full text not available from this repository.

Actions (login required)

View Item View Item