Analisis Nilai Tambah Dan Saluran Pemasaran Kopi Horn Skin (HS) Dan Kopi Oce (Studi Kasus Kelompok Tani Kemundungan di Desa Pakis, Kecamatan Panti, Kabupaten Jember)

Aprilia, Putri Maya (2017) Analisis Nilai Tambah Dan Saluran Pemasaran Kopi Horn Skin (HS) Dan Kopi Oce (Studi Kasus Kelompok Tani Kemundungan di Desa Pakis, Kecamatan Panti, Kabupaten Jember). Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Kopi merupakan tanaman perkebunan yang masuk dalam kategori komoditi strategis di Indonesia. Indonesia merupakan salah satu produsen dan pengekspor kopi di dunia yang menempati urutan keempat dengan menyumbang sekitar 6,51% dari produksi total kopi dunia (Kementerian Pertanian, 2016). Berdasarkan data Ditjenbun (2012) luas lahan kopi di Indonesia pada tahun 2012 adalah 1.235.289 ha, meningkat dibandingkan pada tahun 2011 seluas 1.233.698 Ha. Produksi kopi Indonesia di tahun 2011 sebesar 638.647 ton, sedangkan pada tahun 2012 produksi kopi meningkat sebesar 691.163 ton dengan produktivitas lahan sebesar 745 kg/ha. Salah satu sentra produksi kopi di Indonesia yang memiliki potensi untuk memajukan pembangunan ekonomi dengan meningkatkan produktivitas kopi adalah Provinsi Jawa Timur. Menurut data Ditjenbun (2012) areal kopi di Jawa Timur pada tahun 2012 seluas 100.845 ha dengan produksi 54.239 ton serta produktivitas rata-rata 756 kg/ha/tahun. Pada tahun 2012 produksi kopi Jawa Timur mengalami peningkatan yang cukup signifikan sebesar 54.189 ton, setelah pada tahun sebelumnya produksi jatuh hanya sebesar 37.396 ha. Fenomena yang ada menunjukkan bahwa peningkatan produksi kopi dikarenakan adanya teknologi budidaya dan pengolahan pasca panen kopi. Namun masih rendahnya pengetahuan petani akan proses pengolahan pasca panen kopi menurunkan kualitas kopi dan pendapatan petani. Penelitian ini mengkaji tentang pendapatan petani kopi HS dan kopi oce. Selain itu, menganalisis nilai tambah hasil pengolahan kopi gelondong menjadi kopi HS dan kopi oce di Kelompok Tani kemundungan, Desa Pakis. Analisi nilai tambah perlu dikaji, dikarenakan adanya perbedaan pengolahan yang dilakukan sehingga untuk mengatahui besarnya pendapatan yang diterima petani. Kajian pemasaran digunakan untuk mengetahui saluran pemasaran, fungsi pemasaraan, dan marjin pemasaran kopi HS dan kopi oce yang ada di Desa Pakis. Penentuan lokasi pada penelitian ini secara stratified random sampling di Kelompok Tani Kemudungan, Desa Pakis, Kecamatan Panti, Kabupaten Jember. Penentuan responden petani dilakukan dengan menggunakan metode sensus dengan jumlah petani sebanyak 54. Sedangkan untuk penentuan responden lembaga pemasaran menggunakan purposive sampling. Metode penggumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan dokumentasi. Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini yaitu analisis usahatani untuk mengetahui pendapatan kopi HS dan kopi oce, nilai tambah metode Hayami untuk mengetahui besarnya nilai tambah yang diperoleh dari hasil pengolahan kopi gelondong menjadi kopi HS dan kopi oce, dan saluran pemasaran serta marjin pemasaran dilihat dari jumlah biaya dan keuntungan pemasaran. Hasil perhitungan nilai tambah dan saluran pemasaran kopi HS dan kopi oce kelompok tani kemundungan, Desa Pakis adalah sebagai berikut: 1. Rata-rata penerimaan petani kopi HS sebesar Rp. 21.640.000 dengan rata-rata total biaya sebesar Rp. 4.482.611,59, sehingga diperoleh pendapatan sebesar Rp. 17.157.388,41 ha/tahun. Rata-rata penerimaan petani kopi oce sebesar Rp. 22.727.930 dan rata-rata total biaya sebesar Rp. 6.803.030,09, sehingga diperoleh pendapatan sebesar Rp. 15.924.899,91 ha/tahun. 2. Rata-rata nilai tambah pada pengolahan pasca panen kopi gelondong menjadi kopi HS adalah sebesar Rp. 1.384,45/kg bahan baku kopi gelondong atau sebesar 21,63% dari nilai produksi. Sedangkan, rata-rata nilai tambah untuk kopi oce adalah sebesar Rp. 1.068,87/kg bahan baku kopi gelondong atau sebesar 17,10% dari nilai produksi. 3. Saluran dan lembaga pemasaran kopi HS dan kopi oce di Desa Pakis yaitu pedagang pengumpul desa. Pemasaran kopi HS dimulai dari petani menjual ke pedagang pengumpul desa yang selanjutnya dijual ke PT. Indokom. Sedangkan pemasaran kopi oce, petani menjual kopi oce ke pedagang pengumpul desa yang selanjutnya dijual ke pabrik kopi di Malang. Berdasarkan data diperoleh marjin pemasaran dari masing-masing kopi HS dan kopi oce adalah sebesar 500/kg dan 1.250/kg. Nilai farmer’s share yang diperoleh sebesar 94,1% untuk kopi HS dan 94,68% untuk kopi oce. Upaya yang bisa dilakukan untuk mempertahankan atau meningkatkan nilai tambah baik kopi HS dan kopi oce, sebaiknya petani kopi lebih memperhatikan tentang biaya yang dikeluarkan dalam pengolahan kopi terutama biaya tenaga kerja, sehingga biaya yang dikeluarkan tidak berlebihan. Selain itu, Lembaga pemasaran di Desa Pakis tidak hanya melayani satu konsumen saja, tetapi memperbanyak konsumen sehingga memperluas pemasaran kopi. Hal ini dapat meningkatkan keuntungan yang diperoleh oleh petani kopi. Usahatani dan pengolahan pasca panen kopi di Desa Pakis tetap terus dijalankan karena menguntungkan bagi petani kopi.

English Abstract

Coffee is a plantation crop which included in strategic commodities in Indonesia. It was proven with Indonesia as the fourth largest coffee producer in the world with 6,51% of total world coffee production (Ministry of Agriculture, 2016). According to General Directorate of Plantation’s data in 2012, compared to data in 2011 which only 1.233.698 ha, the wide area of coffee plantation had increasingly became 1.235.289 ha. Indonesia’s coffee production in 2011 was 638.647 ton, meanwhile in 2012 increasingly became 691.163 ton with the amount of land productivity by 754kg/ha. One of the coffee production centers in Indonesia, which had the potency to promote economic growth by increasing coffee productivity, was East Java Province. According to General Directorate of Plantation’s data in 2012, the wide area of coffee plantation in East Java Province was 100.845 ha, it produced 54.239 ton of coffee. The average productivity of coffee in 2012 was 756 kg/ha in a year. In 2012, East Java Province’s coffee production had significantly increased into 54.189 ton after the production failure in the previous year which was only 37.396 ha. Cultivation technology and post-harvest processing became the factors in increasing coffee production. However, farmers’ low knowledge about post-harvest processing affected the quality of coffee and farmers’ income. This research was done to examine added value of the result of coffee production, from coffee cherry into HS and oce coffee in Kemundungan farmers group, Pakis Village. Added value of HS and oce coffee needed to be examined because of the variety of coffee processing which affected the farmers’ income. Marketing analysis was used to find out marketing channel, marketing function, and marketing margin of HS and oce coffee in Pakis village. Deciding the location for this research was done by stratified random sampling in Kemundungan farmers group, Pakis Village, Panti District, Jember Regency. The 54 farmers who became the respondents were decided by using census method. Meanwhile, purposive sampling was used to determine the marketing agency. Interview and documentation were used in collecting the data. This research used two methods of analysis; farming analysis to find out the income product from HS and oce coffee processing and added value method by Hayami to know the amount of added value resulted from the production of coffee cherry into HS and oce coffee. Additionally, marketing channel and marketing margin were determined by marketing total cost and marketing profit. The calculation results from added value and marketing channel HS and oce coffee in Kemundungan farmers group, Pakis Village were; 1. Average HS coffee farmers’ income was Rp. 21.640.000 with average total cost Rp. 4.482.611,59. In result, the average income was Rp. 17.157.388,41 ha/year. Average oce coffee farmers’ income was Rp. 22.727.930 with the average total cost Rp. 6.803.030,09. In result, the average income was Rp. 15.924.899,91 ha/year. 2. Average added value from post-harvest processing of coffee cherry into HS coffee was Rp. 1.384,45/kg from the raw material of coffee fruit or 21,63% of production value. Meanwhile, average added value of oce coffee was Rp. 1.068,87/kg from the raw material of coffee fruit or 17,10% of production value. 3. Marketing channel and agency of HS and oce coffee in Pakis Village were the distributor. Marketing of HS coffee started from farmers to distributor and sold to PT. Indokom. Meanwhile, marketing of oce coffee started from farmers to distributor and sold to coffee factories in Malang. Based on the data, marketing margin from HS coffee was 500/kg while oce coffee was 1.250/kg. The farmer’s share value was 94,1% for HS coffee and 94,68% for oce coffee. The effort that could be done to maintain or to increase added value for HS and oce coffee is the coffee farmers should pay their attention on the producing cost so the excessive cost can be avoided. Moreover, the marketing agency in Pakis Village should not limit their consumer to one consumer only in order to expand the coffee marketing. By expanding the marketing area, the farmers could gain more profit. Farming and post-harvest processing of coffee in Pakis Village should be encouraged since they were beneficial for farmers.

Item Type: Thesis (Sarjana)
Identification Number: SKR/FP/2017/562/051710751
Subjects: 300 Social sciences > 338 Production > 338.1 Agriculture > 338.17 Products > 338.173 73 Products (Coffee)
Divisions: Fakultas Pertanian > Sosial Ekonomi Pertanian
Depositing User: Yusuf Dwi N.
Date Deposited: 28 Nov 2017 01:24
Last Modified: 28 Aug 2023 03:51
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/6074
[thumbnail of Putri Maya Aprilia.pdf] Text
Putri Maya Aprilia.pdf

Download (3MB)

Actions (login required)

View Item View Item