Anggela., Amelia Junietha and Dr. Darmawan Saptadi, S.P.,M.P and Listy Anggraeni, S.Si., M.Sc (2022) Karakteristikkacang-Kacangan Tipe Tegak Sebagai Alternatif Substitusi Kedelai (Glycine Max L.). Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Tanaman kacang-kacangan sudah banyak dibudidayakan di Indonesia yang dikenal sebagai sumber protein yang penting dalam tubuh manusia, salah satunya tanaman kacang kedelai. Konsumsi rata-rata kacang kedelai di Indonesia sebesar 38 g/kapita/hari, kementrian pertanian memperkirakan produksi kacang kedelai di Indonesia akan terus menurun sejak tahun 2021 hingga 2024. Adanya substitusi kacang kedelai dengan kacang lainnya yang memiliki kandungan protein yang cukup tinggi diharapkan dapat menjadi alternatif pengganti tanaman kedelai untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. BPTP Jawa Timur memiliki beberapa koleksi genotip kacang-kacang tipe tegak dan tipe merambat yang belum dikarakterisasi untuk dapat digunakan sebagai alternatif pengganti kacang kedelai. Tujuan dilakukan penelitian ini yaitu untuk mendapatkan informasi mengenai karakteristik morfologi dan agronomis 8 genotip kacang-kacangan tipe tegak dan mengetahui potensi kacang yang dapat menjadi alternatif pengganti kedelai.Manfaat dari hasil penelitian ini yaitu dapat mengetahui karakter pada 8 genotip kacang-kacangan tipe tegak dan jenis kacang yang berpotensi sebagai subtitusi kacang kedelai. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Agustus 2021 di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur (BPTP Jatim).Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cangkil, gembor, cangkul, ajir, tali raffia, penggaris, alat tulis, jangka sorong, meteran, dan kamera. Bahan yang digunakan adalah 8 genotip tanaman kacang- kacangan tipe tegak, media tanam tanah, pupuk NPK, dan insektisida. Penelitian terdiri dari faktor tunggal berupa 8 genotip tanaman kacang-kacangan tipe tegak dengan masing-masing genotip ditanam pada empat bedengan dengan masing-masing ukuran petak bedengan yaitu 80 x 200 cm, dengan jarak tanam 70 x 30 cm untuk tanaman kacang koro, kacang tunggak, dan kacang tunggak sriwet yang terdiri dari 14 tanaman tiap bedengan, jarak tanamn 70 x 15 cm untuk tanaman kacang merah dan kacang ercis yang terdiri dari 26 tanaman, dan jarak tanam 30 x 15 untuk tanaman kedelai varietas dega, varietas biosoy, dan galur B,sehingga terdapat 688tanaman. Pengamatan dilakukan pada sampel tanaman yang diambil dari 20 tanaman setiap genotip, dengan mengamati karakter morfologi dan agronomi pada tanaman yang mengacu pada deksriptor dari International Board For Plant Genetic Resource (IBPGR).Pengamatan karakter morfologi meliputi tipe pertumbuhan, bentuk anak daun, warna daun, kelengkungan polong, bentuk paruh polong, warna polong, bentuk biji, ukuran anak daun, jumlah anak daun, daun yang tersisa, dan warnabiji. Pengamatan karakter agronomi meliputi tinggi tanaman pada R1, tinggi tanaman pada R8, panjang dan lebar polong, jumlah biji total, panjang dan lebar biji, umur berbunga, bobot polong segar, bobot polong kering, jumlah polong, bobot biji kering, dan umur panen. Data pengamatan karakter morfologi dicocokan dengan kriteria IBPGR serta data karakter agronomi dianalisis dengan mencari nilai rata-rata, range, simpangan baku, dan koefisien keragaman. Hasil pengamatan menunjukkan tanaman kacang kedelai varietas dega, varietas biosoy, dan galur B memiliki tipe pertumbuhan determinate, dengan tiga helai anak daun berukuran medium dengan bentuk bulat telur berwarna hijau. Daun yang tersisa saat polong mulai masak tergolong dalam kategori sedikitnya daun yang gugur. Kelengkungan polong lurus dengan bentuk paruh pendek. Polong kedelai varietas dega dan biosoy berwarna coklat dan galur B berwarna hitam. Biji kedelai varietas dega dan biosoy berbentuk membulat berwarna kuning dan pada galur B bentuk biji membulat berwarna hijau. Kacang koro viii memiliki tipe pertumbuhan indeterminate semi memanjat yang memiliki tiga helai anak daun berukuran besar dengan bentuk membulat berwarna hijau. Daun yang tersisa saat polong mulai masak tergolong dalam kategori sedikitnya daun yang gugur. Polong berwarna coklat dengan bentuk paruh pendek dan kelengkungan polong lurus. Biji yang dihasilkan berbentuk lonjong berwarna putih. Kacang merah memiliki tipe pertumbuhan indeterminate semak, memiliki tiga helai anak daun berukuran besar, berwarna hijau dan dengan bentuk daun segitiga. Daun yang tersisa saat polong mulai masak termasuk ke dalam kategori intermediate. Polong berwarna coklat dengan bentuk paruh panjang dan kelengkungan polong sedikit melengkung. Biji yang dihasilkan berbentuk meyerupai ginjal berwarna merah. Kacang ercis memiliki tipe pertumbuhan indeterminate yang memiliki tiga helai anak daun berukuran besar berwarna hijau. Daun yang tersisa saat polong mulai masak termasuk ke dalam kategori intermediate. Polong yang dihasilkan berwarna kuning dengan bentuk paruh polong panjang dan kelengkungan polong sedikit melengkung. Biji yang dihasilkan berbentuk menyerupai ginjal berwarna marun. Kacang tunggak dan kacang tunggak sriwet memiliki tipe pertumbuhan Indeterminate menjalar dan memanjat, memiliki tiga helai anak daun yang berukuran besar, berwarna hijau gelap dan memiliki bentuk anak daun setengah membulat. Daun yang tersisa saat polong sudah masak termasuk dalam kategori intermediate. Polong yang dihasilkan berwarna coklat dengan kelengkungan polong sedikit melengkung dan bentuk paruh polong pendek. Biji yang dihasilkan berbentuk belah ketupat berwarna coklat pada kacang tunggak dan berwarna coklat kemerahan pada kacang tunggak sriwet. Kacang koro merupakan kacang yang berpotensi sebagai alternatif pengganti kedelai dilihat dari kandungan protein dan potensi produksi bobot polong segar, bobot polong kering, dan bobot biji kering
English Abstract
Bean have been widely cultivated in Indonesia which are known as an important source of protein in the human body, one of which is soybeans. The average consumption of soybeans in Indonesia is 38 g/capita/day, it is estimated that soybean production in Indonesia will continue to decline from 2021 to 2024. The substitution of soybeans with other beans that have a fairly high protein content is expected to be an alternative for soybeans to meet community needs. BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) East Java has several genotype collections of erect type and creeping beans that have not been characterized to be used as an alternative to soybeans. The purpose of this study was to obtain information about the morphological and agronomic characteristics of 8 genotypes of erect legumes and to determine the potential of beans that can be an alternative to soybean substitutes and to know legumes that may be substitutes for soybeans. The research start from March to August 2021 at BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) East Java. The tools used in this research are hoe, stake, raffia rope, ruler, stationery, vernier caliper, measuring tape, and camera. The materials used were 8 genotypes of erect legumes, soil, NPK fertilizer, and insecticides. The study consisted of a single factor in the form of 8 genotypes of erect legumes with each genotype planted in four beds with size of the bed plots is 80 x 200 cm, using a spacing of 70 x 30 cm for kacang koro, kacang tunggak, and kacang tunggak sriwet consisting of 14 plants per bed, 70 x 15 cm for kacang merah and kacang ercis consisting of 26 plants per bed, and 30 x 15 for kedelai varietas dega, varietas biosoy, dan galur B so there were 688 plants. Observations were made on plant samples taken from 20 plants in each genotype, by observing the morphological and agronomic characters of the plants referring to descriptors from the International Board For Plant Genetic Resource (IBPGR). Observations of morphological characters included growth type, leaflet shape, leaf color, pod curvature, pod beak shape, pod color, seed shape, leaflet size, number of leaflets, remaining leaves, and seed color. Observations of agronomic characters included plant height at R1, plant height at R8, length and width of pod, length and width of seeds, number of pod, number of seeds, fresh pod weight, dry pod weight, dry seed weight, days to flowering and days to harvest. Observational data of morphological characters were matched with IBPGR criteria and agronomic character data were continued by analyzing the coefficient of diversity. The results showed that soybean varieties of dega, biosoy variety, and line B had a determinate growth type, with three medium leaflets with green ovoid shape. Leaves remaining when the pods begin to ripen fall into the category of few fallen leaves. The curvature of the pods is straight with the shape of a short beak. The soybean pods of the dega and biosoy varieties were brown and the B line black. The soybean seeds of the Dega and Biosoy varieties were rounded in yellow color and in the B line the rounded seeds were green. The koro bean has a semi-climbing indeterminate growth type that has three large leaflets with a green rounded shape. Leaves remaining when the pods begin to ripen fall into the category of few fallen leaves. The pods are brown with a short beak and the curvature of the pods is straight. The resulting seeds are oval and white. Kidney beans have a bush indeterminate growth type, have three large leaflets, green and with a triangular leaf shape. Leaves remaining when the pods begin to ripen are included in the intermediate category. The pods are brown with a long beak shape and the pods are slightly curved. The resulting seeds are shaped like a red kidney. Peas have an indeterminate growth type that has three viii large green leaflets. Leaves remaining when the pods begin to ripen are included in the intermediate category. The resulting pods are yellow with a long beak shape and slightly curved pods. The resulting seeds are shaped like a maroon kidney. Cowpea and cowpea have an Indeterminate growth type, creeping and climbing, have three large leaflets, dark green in color and have a semi-rounded leaf shape. Leaves remaining when the pods are ripe are included in the intermediate category. The resulting pods are brown with slightly curved pods and a short beak shape. The resulting seeds are rhombic, brown in cowpea and reddish-brown in sriwet cowpeas. Koro beans are beans that have the potential as an alternative to soybeans seen from the protein content and production potential of fresh pod weight, dry pod weight, and dry seed weight
Other obstract
-
Item Type: | Thesis (Sarjana) |
---|---|
Identification Number: | 0522040032 |
Subjects: | 300 Social sciences > 338 Production > 338.1 Agriculture > 338.16 Production efficiency |
Divisions: | Fakultas Pertanian > Agroekoteknologi |
Depositing User: | Nur Cholis |
Date Deposited: | 18 Jul 2022 03:33 |
Last Modified: | 18 Jul 2022 03:33 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/192171 |
Text (DALAM MASA EMBARGO)
AMELIA JUNIETHA ANGGELA.pdf Restricted to Registered users only until 31 December 2024. Download (3MB) |
Actions (login required)
View Item |