Model Peningkatan Ekonomi Rumahtangga Peternak Itik Tradisional di Kabupaten Minahasa Sulawesi Utara

Pangemanan, StevyPeters (2014) Model Peningkatan Ekonomi Rumahtangga Peternak Itik Tradisional di Kabupaten Minahasa Sulawesi Utara. Doctor thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Salah satu tantangan pembangunan sub sektor perternakan di Indonesia yaitu usaha peternakan sebagian besar masih ditangani di pedesaan oleh peternak rakyat dalam skala usaha yang terbatas jumlah kepemilikan ternak untuk pemenuhan kebutuhan keluarga maupun untuk tujuan komersil dan sebagian besar masih dilakukan secara tradisional. Tujuan pembangunan peternakan di Indonesia salah satunya adalah mengangkat perekonomian peternakanrakyat menjadi usaha peternakan yang maju. Salah satu jenis ternak yang masih banyak diusahakan di Sulawesi Utara secara tradisional adalah itik. Pemeliharaan itik di daerah ini dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam lokal khususnya sebagai sumber pakan yang ada di danau, rawa, sungai ataupun sawah. Peternak itik melakukan usaha itiknya dengan sistem pemeliharaan gembala. Pemeliharaan secara gembala sudah menjadi tradisi didaerah ini dan dirasa menguntungkan peternak karena mengurangi biaya pakan. Beberapa kajian mengenai sistem gembala menyatakan bahwa penggunaan sistem ini produktivitas telurnya rendah dan memberi efek pada rendahnya pendapatan peternak itik. Peternak selain berusaha itik untuk meningkatkan pendapatan rumahtangganya melakukan usaha produktif lain yaitu dengan berusahatani ( On-farm ), bekerja diluar usahataninya ( Off-farm ) dan bekerja bukan usahatani ( Non-farm ). Keuntungan yang diperoleh rumahtangga petani dari surplus usaha itik, usaha tani atau usaha lain akan diinvestasikan kembali untuk input usaha itik, usahatani, atau digunakan untuk konsumsi rumahtangga maupun ditabung Tujuan dalam penelitian ini adalah 1) Untuk mendeskripsikan kondisi finansial rumahtangga peternak itik tradisional yang menggunakan sistim gembala dan kontribusi usaha itik tersebut terhadap pendapatan dan penyerapan tenaga kerja rumahtangga peternak itik. 2) Menganalisis keterkaitan faktor-faktor ekonomi rumahtangga peternak itik yang menggunakan sistim gembala, 3) Menganalisis teknologi pengembangan usaha itik dari pemerintah yang relevan seperti: integrasi padi itik, teknologi pembibitan dan menganalisis beberapa peningkatan usaha kerja non itik yang dilakukan rumahtangga peternak itik dan subsidi pemerintah pada bidang pendidikan dan kesehatan terhadap ekonomi rumahtangga peternak itik, 4) Menganalisis alternatif kebijakan yang perlu dilakukan pemerintah dan keputusan rumahtangga apa dalam meningkatkan usaha kerja non itik sehingga dapat meningkatkan ekonomi rumahtangga peternak itik. Penelitian ini dilakukan di kabupaten Minahasa Propinsi Sulawesi Utara dengan pertimbangan bahwa pada daerah ini jumlah populasi itiknya terbanyak selanjutnya dipilih 5 kecamatan dengan pertimbangan bahwa populasi ternak itik dari daerah-daerah ini terbanyak yaitu kecamatan Langowan Timur, Kakas, Romboken, Tondano Selatan dan Tondano Timur. Jumlah sampel penelitian adalah 100 peternak itik yang diambil secara accidental sampling, berdasarkan pertimbangan pada peternak itik yang memelihara itik secara gembala yang berpindah-pindah lokasi gembala mengikuti masa panen padi dan memiliki ternak minimal 100 ekor sebagai usaha tunggal maupun sebagai usaha sampingan. Secara accident yaitu mengambil langsung responden yang ditemui dilapangan (daerah gembala/persawahan wilayah kabupaten Minahasa) saat pengambilan data dengan syarat peternak merupakan warga peternak yang berasal dari 5 kecamatan yang dipilih. Analisa data dilakukan secara deskriptif terhadap karakteristik ekonomi rumahtangga petani meliputi luas penguasaan lahan tani, umur, lama pendidikan formal, Pengalaman beternak, pemilikan ternak, produksi usaha itik, alokasi waktu tenaga kerja rumahtangga, pendapatan dan konsumsi rumahtangga.Untuk menganalisis model ekonomi rumahtangga peternak itik gembala digunakan model persamaan simultan yang memiliki 16 peubah endogen dan 20 peubah eksogen yang terdiri atas 12 persamaan struktural dan 4 persamaan identitas. Berdasarkan order condition maka model ekonometrika dalam penelitian menghasilkan persamaan yang semuanya over identified sehingga nilai koefisien setiap variable dapat diduga. Pendugaan model dilakukan dengan metode two stage least square (2SLS). Pengolahan data dilakukan dengan program komputer Statistical Analysis System (SAS).Untuk menganalisis dampak kebijakan pengembangan itik dan peningkatan kesejateraan terhadap ekonomi rumahtangga peternak itik maka dilakukan analisis simulasi. Hasil penelitian menjelaskan bahwa rumahtangga peternak itik gembala adalah petani/peternak dengan kepemilikan lahan yang sempit dengan rata-rata 0,576 Ha yang status kepemilikan lahan 74% oleh sampel peternak adalah milik orang lain dengan sistem bagi hasil dan 26% milik sendiri, memiliki latar belakang pendidikan formal dengan 50 % sampel pada tingkat sekolah dasar, memiliki usia rata-rata 47,98 tahun dengan persentase 91% sampel tergolong usia produktif, jumlah anggota rumahtangga menurut kategori jumlah 1- 3 jiwa per rumahtangga memiliki persentase yang terbanyak yaitu 59 %, dan sebanyak 52% persen sampel mempunyai pengalaman berusaha ternak itik kategori 1-9 tahun. Peternak itik di kabupaten Minahasa tergolong pada usaha skala kecil karena 73% sampel memiliki ternak pada skala jumlah 100-290 ekor dari pembagian tiga skala (kecil, menengah dan banyak) dengan rata-rata pemilikan itik 173,59 ekor, dimana faktor modal usaha menjadi latar belakang peternak skala kecil tidak mampu mengembangkan usahanya. Alokasi waktu pada aktivitas produktif rumahtangga peternak itik sebesar 1771,40 JKSP/ tahun yang dibagi atas tiga kategori yaitu kegiatan on farm : usaha itik dan usahatani, off farm dan non farm . Untuk alokasi waktu produktif rumahtan

English Abstract

One of the challenges in the livestock sub-sector development of Indonesia, farm business, is mostly practiced by the farmers in rural areas in small scale with limited number of livestock ownerships for either family need fulfilment or commercial, and it has still been traditionally carried out. One of the objectives of livestock development in Indonesia is to raise the common farmers` economy toward a developed livestock business. One of the livestocks largely traditionally run in North Sulawesi is duck. Duck rearing in this area is done using local natural resources in the lake, swamp, river or rice field as food sources. Farmers run their duck business using a shepherd rearing system. This rearing system has been common in this area and favorable for the farmers due to food cost reduction. However, some studies have indicated that the use of the system results in low egg productivity and as a result, low farmer`s income. Farmers rear the ducks on one hand, they do other productive activities as well in order to increase their family income, such as farming, off-farm work, and non-farm work. The profit gained from duck business, farming or other activities will be invested for the duck business input, farming activities, family consumption or savings. This study was aimed to 1) describe the financial condition of traditional duck farmer`s household using a shepherd rearing system and its contribution to the income and the labor absorption of the duck farmer`s family; 2) know the interrelationship of the economic factors of the duck farmer`s household using the shepherd system; 3) analyze the relevant government development technology of the duck business, such as padi-duck integration, breeding technology, and analyze some development in non-duck business practiced by the duck farmers and the influence of government subsidies in education and health on the duck farmer`s household economy; 4) make the alternative policy necessary done by the government and the decision that could increase the duck farmer`s household economy. The study was conducted in Minahasa Regency, North Sulawesi Province, since this area has the highest duck population, and then 5 districts of high duck population were selected, East Langowan, Kakas, Romboken, South Tondano and East Tondano. Samples consisted of 100 duck farmers accidently selected, with criteria of sampling was based on mobile shepherd location of the duck farmers following padi harvest period and a minimum of 100 ducks ownership as single or sideline business in 5 area was done selected. Data analyses were descriptively done regarding the economic characteristics of the farmer`s household covering the extent of farming area, age, length of formal education, farming experience, livestock ownership, duck business production, time allocation of family labors, income and family consumption. For the shepherd system-duck farmer`s household economic model analyses, a simultaneous equation model was used with 16 endogenous and 20 exogenous variables consisting of 12 structural and 4 identity equations. Based on order condition, the econometric model in the study generated all over-identified equations so that the coefficient value of each variable could be estimated. Model estimation was done using two stage least square (2SLS) method. Data processing used Statistical Analysis System (SAS) computer program. The impact of duck development policy and prosperity development on the duck farmer`s household economy was analyzed using simulation. Results showed that the shepherd system-duck farmer`s households were farmers with small land ownership, averagely 0.576 Ha, 74% run by sample farmers belonged to other peole through profit sharing system and 26% were theirown property, had formal educational background with 50 % of the samples at the basic school level, average age was 47.98 year with 91% belonging to productive age, number of family members of 1- 3 people per household covered the highest percent, 59 %, and 52% of the samples had 1-9 years duck farming experience. The duck farmers in Minahasa Regency were classified as small-scaled farmers since 73% of the farmer samples had only 100-290 ducks of three scale categories (small, medium, and large) with average ownership of 173.59 ducks, in which business capital factor has caused the small scaled farmers unable to develop their business. Time allocation for productive activities of the duck farmer`s household was 1771.40 JKSP/year divided into 3 categories, on farm, duck rearing and farming, off farm and non farm. Most of the productive activities were used in on-farm duck business, 1233.8 JKSP/year (75%), and the rests were used for farming, 272.23 JKSP/year (14%), off farm work, 199.68 JKSP/year (8%) and non farm work, 65.70 JKSP/year (3%), respectively. In duck business, the largest labor use (62%) occurred in shepherding activity, looking after and guiding the livestocks, 816.78 JKSP/year/respondent, while the others, such as egg collecting, feeding, buying food and changing shepherd location, were done when the livestocks could be safely left in the shepherd location or taken care by other family members. Duck business revenue gave the highest contribution, 72% or IDR 31,084,598/ year. The others did 13% or IDR 5,475,501/year from farming, 5% or IDR 2,035,800/year from off-farm work, and 10% or 4,523,000/year, respectively. As a whole, average duck farmer`s household income was IDR 43,118,899/year or IDR 3,593,241/month. Hence, it could be concluded that duck rearing was a major business of the duck farmer`s household in Minahasa Regency because of giving higher income contribution than other activities. The amount of revenue was obtained from selling duck eggs, duck

Item Type: Thesis (Doctor)
Identification Number: DES/636.597/PAN/m/061407922
Subjects: 600 Technology (Applied sciences) > 636 Animal husbandry > 636.5 Chickens and other kinds of domestic birds
Divisions: S2/S3 > Magister Ilmu Ternak, Fakultas Peternakan
Depositing User: Endro Setyobudi
Date Deposited: 05 Jan 2015 10:55
Last Modified: 05 Jan 2015 10:55
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/161088
Full text not available from this repository.

Actions (login required)

View Item View Item