Kajian Ekspresi Hsp70 Ekstraseluler Dan Parameter Fisiologis Serta Upaya Perbaikan Pakan Pada Sapi Peranakan Ongole Dan Silangannya

Nursita, ItaWahju (2016) Kajian Ekspresi Hsp70 Ekstraseluler Dan Parameter Fisiologis Serta Upaya Perbaikan Pakan Pada Sapi Peranakan Ongole Dan Silangannya. Doctor thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis parameter fisiologis dan ekspresi Hsp 70 ekstraseluler dan keterkaitannya pada sapi PO dan silangannya di dataran rendah. Tujuan lain adalah untuk menganalisis apakah perbaikan pakan dapat memperbaiki penampilan fisiologis ternak. Hasil penelitian ini akan bermanfaat sebagai pedoman ilmiah dalam mengatasi cekaman panas di dataran rendah, keterkaitannya dengan fisiologi keseluruhan dan seluler pada sapi PO dan silangannya. Penelitian lapang dan laboratorium dilaksanakan mulai 15 Oktober hingga 14 Nopember 2012. Analisis di laboratorium dilakukan di Laboratorium Faal Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Metode yang digunakan adalah metode percobaan. Variabel dependen yang diamati meliputi konsentrasi Hsp 70 plasma, konsentrasi glukosa plasma, konsentrasi NEFA plasma, suhu rektal, frekuensi nafas dan Heat Tolerance Coefficient (HTC). Variabel independen meliputi bangsa (PO dan Limpo) dan umur ternak (sapih dan setahun). Sebanyak dua puluh ekor sapi PO dan Limpo jantan umur sapih dan setahun yang berada di peternakan rakyat di desa Dandang Gendis Kecamatan Nguling Kabupaten Pasuruan digunakan dalam penelitian ini. Pada periode awal penelitian, dilakukan penimbangan ternak pengukuran suhu rektal, laju pernafasan dan pengambilan sampel darah. Setelah pemberian konsentrat selama 21 hari maka dilakukan lagi pengukuran parameter penampilan fisiologis dan pengambilan sampel darah. Kit komersial digunakan untuk mengetahui konsentrasi Hsp70 (Novateinbio, Korea), glukosa dan NEFA plasma. Data yang diperoleh dianalis dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel dan diuji dengan uji sidik ragam menggunakan rancangan tersarang untuk mengetahui apakah ada perbedaan signifikan (P<0,05) atau tidak (P>0,05). Pada awal penelitian atau sebelum pemberian konsentrat, rataan suhu dan kelembaban kandang berkisar pada 34,2-35°C dan 47,2-48 %. Pada akhir penelitian, rataan suhu dan kelembaban kandang berkisar pada 36,0-38,0°C dan 42,7-48,3%. Rataan bobot badan awal penelitian sapi PO dan Limpo umur sapih masing-masing adalah 89,4± 18,42 dan 133,6±54,09 kg. Sapi PO dan Limpo umur setahun memiliki rataan bobot badan awal masing-masing 162,2± 22,13 dan 142,8±77,48 kg. Bobot badan awal antara sapi PO dan Limpo, baik pada umur sapih ataupun setahun secara statistik adalah sama (P>0,05). Berdasarkan analisis ragam diketahui bahwa pada awal penelitian umur (dalam bangsa) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap suhu rektal (°C). Rataan suhu rektal pada awal penelitian adalah 38,6±0,2 vs. 38,4±0,21°C pada sapi PO dan 38,6±0,15 vs. 39,9±0,80°C pada sapi Limpo. Pada akhir penelitian umur (dalam bangsa) berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap suhu rektal (°C). Rataan suhu rektal pada akhir penelitian adalah 39,2±0,59 vs. 38,7±0,21°C pada sapi PO dan 39,4±0,59 vs. 38,8±0,22°C pada sapi Limpo. Pada akhir penelitian terjadi peningkatan konsumsi BK akibat penambahan konsentrat. Peningkatan konsumsi BK akan meningkatkan produksi panas tubuh karena aktivitas ruminal dan metabolisme tubuh. Berdasarkan analisis ragam diketahui bahwa pengaruh bangsa (P<0,05) pada laju pernafasan di awal penelitian menjadi tidak nampak lagi pada akhir penelitian. Pada akhir penelitian laju pernafasan dipengaruhi oleh umur (dalam bangsa) (P<0,01). Pada awal penelitian, rataan laju pernafasan sapi Limpo adalah lebih tinggi dari sapi PO (26,4±1,52 vs. 25,7±4,19 kali/menit untuk ternak sapih dan 27,7±2,63 vs. 25,8±2,32 kali /menit untuk ternak setahun). Pada akhir penelitian, rataan laju viii pernafasan ternak setahun adalah lebih tinggi dari pada ternak sapih (29,5±1,05 vs. 28,7±0,96 kali/menit untuk PO dan 30,86±1,07 vs. 28,4±1,95 kali/menit untuk Limpo). Faktor suhu lingkungan yang meningkat dan peningkatan konsumsi enerji pada akhir penelitian dapat menjelaskan adanya peningkatan laju pernafasan tersebut. Peningkatan laju pernafasan membawa konsekuensi peningkatan HTC. Berdasarkan uji sidik ragam diketahui bahwa pengaruh bangsa (P<0,01) pada nilai HTC di awal penelitian menjadi tidak nampak lagi pada akhir penelitian. Pada akhir penelitian nilai HTC dipengaruhi oleh umur (dalam bangsa) (P<0,01). Pada awal penelitian, rataan HTC sapi Limpo adalah lebih tinggi dari sapi PO (2,2±0,06 vs. 2,1±0,18 untuk ternak sapih dan 2,2±0,13 vs. 2,1±0,18 untuk ternak setahun). Pada akhir penelitian, nilai HTC ternak setahun adalah lebih tinggi dari pada ternak sapih (2,3±0,04 vs. 2,2±0,04 untuk PO dan 2,4±0,04 vs. 2,3±0,07 untuk Limpo). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh (P>0,05) bangsa dan umur (dalam bangsa) terhadap konsentrasi glukosa plasma pada awal dan akhir penelitian. Rataan konsentrasi glukosa plasma pada penelitian ini berkisar pada 68,9-101,2 mg/dL. Berdasarkan analisis ragam diketahui bahwa terdapat pengaruh umur (dalam bangsa) (P<0,05) terhadap rataan konsentrasi NEFA plasma di awal dan akhir penelitian. Pada sapi PO, rataan konsentrasi NEFA plasma adalah lebih tinggi pada ternak setahun (22,5±9,43 vs. 18,4±5,22 di awal penelitian dan 18,0±8,04 vs. 15,3±3,84 pg/mL di akhir penelitian). Sebaliknya pada sapi Limpo, rataan konsentrasi NEFA plasma adalah lebih tinggi pada ternak sapih (41,2±4,25 vs. 37,7±6,83 di awal penelitian dan 43,8±3,39 vs. 41,9±3,17 pg/mL di akhir penelitian). Konsentrasi NEFA plasma yang lebih tinggi menunjukkan adanya aktivitas katabolisme lemak yang berasal dari cadangan lemak dalam tubuh ternak. Hasil uji analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh (P>0,05) bangsa dan umur (dalam bangsa) terhadap konsentrasi Hsp70 plasma pada awal dan akhir penelitian. Rataan konsentrasi Hsp70 plasma pada penelitian ini berkisar pada 2,7-3,5 pg/mL. Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa dengan kondisi pemberian pakan terbatas, sapi PO yang berada di peternakan rakyat di dataran rendah memiliki toleransi panas yang lebih baik dibandingkan silangannya (Limpo). Upaya pemberian konsentrat sebagai upaya mengatasi cekaman panas dapat menghilangkan perbedaan toleransi panas karena pengaruh bangsa. Terdapat korelasi positif antara HTC dan ekspresi eHsp70. Sarannya adalah bahwa dataran rendah yang bersuhu lingkungan tinggi (hingga 38°C) dapat digunakan sebagai daerah pembesaran sapi PO dan silangannya. Ternak umur setahun yang dipelihara di dataran rendah, perlu upaya tambahan untuk mengatasi cekaman panas dengan perbaikan pakan seperti penambahan konsentrat (minimal 1 kg/hari) atau tatalaksana lainnya.

Item Type: Thesis (Doctor)
Identification Number: DIS/572.6/NUR/k/2016/061606119
Subjects: 500 Natural sciences and mathematics > 572 Biochemistry > 572.6 Proteins
Divisions: S2/S3 > Doktor Ilmu Ternak, Fakultas Peternakan
Depositing User: Nur Cholis
Date Deposited: 04 Jan 2017 13:46
Last Modified: 04 Jan 2017 13:46
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/160495
Full text not available from this repository.

Actions (login required)

View Item View Item