Sari, EkaAgustiniIndahPermata (2013) Analisis Nilai Tambah dan strategi Pengembangan Biji Kering Kakao (Theobroma cacao L.) Bulk. (Studi Kasus di Kopkar “Robusta” PTPN XII (Persero) Ngrangkah, Pawon, Kediri, Jawa Timur). Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Kakao adalah tanaman penghasil devisa terbesar ketiga setelah kelapa sawit dan karet. Menurut (Dinie Suryani & Zulfebriansyah, 2007) Pada 2006 ekspor biji kakao Indonesia mencapai 975 juta dollar atau meningkat 24,2 persen dibanding tahun 2005. Biji kakao Indonesia mempunyai kelebihan yaitu tidak mudah meleleh, sehingga cocok bila dipakai untuk blending. Sejalan dengan keunggulan tersebut, peluang pasar biji kakao Indonesia cukup terbuka baik ekspor maupun kebutuhan dalam negeri. Lebih dari 90 persen perkebunan kakao Indonesia dimiliki oleh petani perorangan dan sisanya dikelola oleh PTPN atau swasta. Perkebunan kakao di Indonesia saat ini menghidupi sekitar 1.500.000,00 petani dan keluarganya. Menurut Wakil Menteri Perindustrian Alex Retraubun (2013) dalam Citra Indonesia (2013) menyusul hari Kakao sedunia mengatakan “Hentikan ekspor Kakao mentah. Kemudian olahlah di dalam negeri agar mendapatkan nilai tambah yang berlipat ganda” dan “Untuk mencapai target pertumbuhan industri 8,5 persen di 2014, pemerintah akan tingkatkan industri pengolahan kakao sebagai bagian dari industri berbasis sumber daya alam. Selain itu, pemerintah akan memberikan insentif fiskal seperti tax allowance bagi industri makanan berbasis cokelat,” Alex menambahkan dengan telah dikeluarkan kebijakan bea keluar melalui Peraturan Menteri Keuangan No 67/PMK.011/2010 tentang penetapan barang Ekspor yang dikenakan Bea keluar dan Tarif Bea Keluar, pasokan kakao di dalam negeri lebih terjamin. Penelitian ini bertujuan untuk Menganalisis seberapa besar nilai tambah usaha pengolahan biji kakao menjadi bubuk cokelat, Menganalisis besarnya biaya, penerimaan dan keuntungan pengolahan produk biji kakao menjadi bubuk cokelat “Van Kerchen”, Mendeskripsikan kendala Teknis dan Ekonomi dalam proses produksi bubuk cokelat dalam sekali proses produksi di Kopkar “Robusta” PTPN XII (Persero) Ngrangkah, Pawon, Kediri dan Merumuskan strategi yang tepat dalam upaya pengembangan usaha industri hilir bubuk cokelat. Salah satu perusahaan penghasil kakao adalah Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara XII (PTPN 12) Kebun Ngrangkah, Pawon, Kabupaten Kediri, yang merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang perkebunan. Hasil perkebunan ini sendiri selain menghasilkan produk yang dapat dinikmati masyarakat lokal dan non lokal, yakni biji kakao yang nantinya dapat dinikmati oleh masyarakat lokal dengan cara dilakukannya pengolahan menjadi bubuk cokelat agar memiliki nilai tambah yang lebih. Pengolahan yang dilakukan selain menghasilkan bubuk cokelat, juga menghasilkan lemak yang dapat dijual dan menghasilkan pendapatan. Namun adanya keterbatasan masalah di bagian sumber daya manusia yang harus terbagi dalam proses pengolahan karena mesin pengolahan bubuk cokelat disana kurang maksimal bila ditinjau dari pesanan yang ada, sehingga mereka harus bersabar dalam melakukan pengolahannya. Adanya keterbatasan yang ada mengakibatkan proses konversi biji kakao hanya dipandang sebelah mata, padahal dengan adanya konversi tersebut dapat memunculkan nilai tambah yang cukup besar terhadap biji kakao yang dapat berakibat naiknya keuntungan perusahaan yang dilihat dari hasil analisis nilai tambah dengan metode Hayami, penerimaan dan keuntungan perusahaan. Bila dilihat secara nyata harga jual bubuk cokelat lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual biji kakao, sehingga dapat dilihat adanya kemungkinan peningkatan keuntungan perusahaan bila dijalankannya proses konversi tersebut terbukti bahwa: Hasil penelitian Nilai Tambah dalam satu kali proses produksi pada industri hilir bubuk cokelat adalah sebesar Rp 10.055,00 atau sebesar 21,29 persen dari nilai produksi. Sedangkan Pendapatan bagi pekerja adalah sebesar Rp 6.700,00 atau sebesar 66,63 persen dari nilai tambah. Keuntungan rata-rata yang diperoleh dari industri hilir bubuk cokelat adalah sebesar Rp 3.355,00 untuk satu kilogram bahan baku atau sebesar 33,37 persen. Dalam upaya pengembangan agroindustri perlu dilakukan analisis terhadap lingkungan perusahaan yang meliputi lingkungan internal dan eksternal perusahaan dalam suatu analisis SWOT dari matrik SWOT dapat disusun alternatif-alternatif strategi yang harus dijalankan secara bersamaan dengan menggunakan strategi SO (Strength-opportunities) dimana memanfaatkan kekuatan yang dimiliki untuk menghadapi dan menangkap peluang yang ada, strategi yang dapat digunakan antara lain meningkatkan kualitas, kuantitas dan kontinyuitas produk di pasar, memperluas wilayah pemasaran, meningkatkan teknologi dan inovasi produk dan mempertahankan kepercayaan konsumen.
English Abstract
Cacao is the third largest source of foreign earnings after palm oil and rubber. According to (Dinie Suryani & Zulfebriansyah, 2007) In 2006, the Indonesian cocoa exports reached 975 million U.S. dollars, an increase of 24.2 percent against 2005. Indonesian cocoa beans has advantage that is not easy to melt, so they are good for blending. In addition to these benefits, the market opportunity is very open in Indonesia for cocoa exports and domestic demand. More than 90 percent of Indonesian cocoa plantations owned by individual farmers and the others is managed by PTPN or private. Cocoa plantations in Indonesia currently support approximately 1.500.000.00 farmers and their families. According to Deputy Minister of Industry Alex Retraubun (2013) on Citra Indonesia (2013) as a result of global cocoa day called "Stop the export of raw cocoa”. Then process it in domestic in order to get more value and to achieve the industrial growth of 8.5 percent in 2014, the government will increase the cocoa processing industry in the context of natural resource-based industries. Moreover, the government will provide tax incentives as tax allowance for chocolate industry, "Alex said fiscal policy was issued by the Ministry of Finance Regulation No. 67/PMK.011/2010 determination of exports imposed export tax and rates of export duties, the supply of cocoa in the country safer. This study aims to analyze how added value processing of cocoa beans into cocoa powder, analyze costs , revenues and profits of any product processing cocoa beans into cocoa powder "Van Kerchen", to describe technical and economic constraints on process of cocoa production in all production processes in "Robusta" Staff Cooperation PTPN XII ( Persero) Ngrangkah, Pawon, Kediri. and determine appropriate strategies in business development efforts of cocoa powder as downstream industry. One of company that produce cocoa is Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara PTPN XII (PTPN 12) Ngrangkah Pawon Plantation, Kediri district, which is one of the Badan Usaha Milik Negara (BUMN) that engaged in planting. Planting means more to produce products that can be enjoyed by the local and non-local community, cocoa beans that will be appreciated by the local community through to the powder processing of cocoa in order to has a greater value. The process is not only performed in addition to produce cocoa powder, but also produce cocoa fats that can be sold and gave income. But part of the problem of the limited human resources to be allocated in the process because processing machine cocoa powder less than the maximum in the review of existing orders, so they must be patient to process. Limits the conversion of cocoa beans from existing processes have been underestimated, even if the presence of such a conversion can brought significant added value for cocoa beans that can lead to increase the profits from analysis by the method of Hayami added value, corporate’s income and profits. When looking in is higher than the selling price of cocoa beans, so it can be considered the possibility of increasing the profits of the company in the real price of cocoa powder exercise of the conversion process proved that: added value results in the production process of chocolate powder on the downstream industry is Rp 10,055,00 or 21.29 percent of the production’s value. Meanwhile worker’s income is Rp 6.700,00 or 66,63 percent of the added value. Average result obtained from cocoa downstream industry is Rp 3355.00 a kilogram of raw materials or 33.37 percent. In the development of the agroindustry analysis is needed that includes the internal and external environment of the company in a matrix SWOT analysis from the SWOT analysis can be assembled from alternative strategies should be performed simultaneously using SO strategy (Strength-opportunities) that use the power to confront and seize opportunities, strategies that can be used are improve the quality, quantity and continuity of products on the market, expand the market, improve technology and product innovation and maintain consumer confidence.
| Item Type: | Thesis (Sarjana) |
|---|---|
| Identification Number: | SKR/FP/2013/246/051308986 |
| Subjects: | 300 Social sciences > 338 Production > 338.1 Agriculture |
| Divisions: | Fakultas Pertanian > Agribisnis |
| Depositing User: | Hasbi |
| Date Deposited: | 13 Nov 2013 09:16 |
| Last Modified: | 20 Oct 2021 06:36 |
| URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/129362 |
Preview |
Text
BAB_VI.pdf Download (1MB) | Preview |
Preview |
Text
BAB_II.pdf Download (2MB) | Preview |
Preview |
Text
BAB_V.pdf Download (1MB) | Preview |
Preview |
Text
BAB_IV.pdf Download (1MB) | Preview |
Preview |
Text
BAB_III.pdf Download (1MB) | Preview |
Preview |
Text
BAB_VII.pdf Download (1MB) | Preview |
Preview |
Text
DAFTAR_PUSTAKA.pdf Download (1MB) | Preview |
Preview |
Text
cover_skripsi.pdf Download (1MB) | Preview |
Preview |
Text
D_isi.pdf Download (1MB) | Preview |
Preview |
Text
Lampiran.pdf Download (1MB) | Preview |
Preview |
Text
BAB_I.pdf Download (1MB) | Preview |
Actions (login required)
 |
View Item |