Fuadah, Fauziyah Tsamrotul (2017) Pelaksanaan Aturan Kebal Cerai Pada Perkawinan Masyarakat Hukum Adat Baduy (Studi di Suku Baduy, Kecamatan Leuwidamar, Provinsi Banten). Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Perceraian di dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan merupakan hal yang diperbolehkan ketika memang terjadi alasan-alasan yang kuat untuk melakukan perceraian. Demikian pula pada hukum Islam, meskipun sangat dibenci oleh Allah SWT, namun perceraian merupakan hal yang diperbolehkan. Akan tetapi, tidak demikian halnya pada hukum adat. Tidak semua hukum adat memperbolehkan masyarakatnya untuk melakukan perceraian, contohnya pada masyarakat hukum adat Baduy yang dikenal dengan istilah “Perkawinan Kebal Cerai”. Pada asasnya, aturan kebal cerai tersebut berlaku bagi seluruh masyarakat hukum adat Baduy baik Baduy Dalam (Baduy Tangtu) maupun Baduy Luar (Baduy Panamping). Kendati demikian, ternyata ada beberapa pasangan masyarakat hukum adat Baduy yang memutus ikatan perkawinannya dengan jalan perceraian dan tidak dikenakan sanksi. Padahal salah satu ciri dari hukum adat adalah adanya akibat hukum berupa sanksi bagi yang melanggar aturan-aturan di dalam hukum adatnya. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hambatan dalam pelaksanaan aturan kebal cerai sehingga aturan tersebut tidak dapat berjalan dengan baik oleh karenanya pelaku perceraian tidak dikenakan sanksi sebagaimana mestinya. Data yang Penulis peroleh, ditemukan bahwa dalam 5 (lima) tahun terakhir kurang lebih telah terjadi dua hingga 3 kasus perceraian dalam setiap tahunnya, atau kurang lebih sekitar 20% kasus perceraian terjadi di Baduy dalam 5 tahun terakhir. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis menarik rumusan masalah sebagai berikut: (1)Bagaimana pelaksanaan aturan kebal cerai pada perkawinan masyarakat hukum adat Baduy?, (2) Bagaimana hambatan dalam pelaksanaan aturan kebal cerai pada perkawinan masyarakat hukum adat Baduy?, (3) Bagaimana upaya untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan aturan kebal cerai pada masyarakat hukum adat Baduy?. Untuk menjawab rumusan-rumusan masalah tersebut maka jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris dengan metode pendekatan yuridis sosiologis. Penelitian ini dilakukan di Suku Baduy, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten lebak, Provinsi Banten. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh jawaban bahwa pelaksanaan aturan kebal cerai secara keseluruhan di Baduy tidak berjalan secara optimal karena faktanya masih ada beberapa pasangan dari Baduy Luar yang melakukan perceraian, sedangkan untuk masyarakat baduy Dalam hingga kini belum ada satupun yang melakukan perceraian. Hambatan dalam pelaksanaan aturan tersebut dikaitkan dengan teori bekerjanya hukum Lawrance M Friedman dikarenakan 3 hal yaitu substans, struktur, dan budaya. Namun dari ketiga faktor tersebut, faktor substansilah yang paling menghambat terlaksananya aturan tersebut yang pada akhirnya berpengaruh pula pada faktor struktur dan budaya hukum. Substansi atau isi hukum (norma) di Baduy Luar tidak seketat aturan pada xi Baduy Dalam, sehingga ketika ada masyaraktnya yang tidak dapat mempertahankan rumah tangganya lagi, maka para perangkat adatnya (sebagai struktur hukum) memperbolehkan perceraian itu terjadi. Selain itu berimbas pula pada budaya hukumnya, karena masyarakat Baduy Luar sadar betul bahwa aturan hukum adatnya tidak seketat pada Baduy Dalam jadi mereka lebih berani untuk melakukan perceraian. Ketika alasan-alasan untuk melakukan perceraian terjadi dalam rumah tangga pasangan yang berasal dari Baduy Luar, maka tidak begitu saja keputusan untuk bercerai diambil. Artinya, meskipun hukum adatnya memperbolehkan, tapi tetap harus diusahakan dulu semaksimal mungkin agar permasalahan tersebut bisa diselesaikan dan pasangan suami isteri tersebut tidak perlu melakukan perceraian. Ini merupakan upaya dari perangkat adat Baduy Luar untuk mempersulit terjadinya perceraian dan agar tidak melanggar amanat yang dititipkan oleh Karuhun. Sedangkan bagi Baduy Dalam, karena hingga kini tidak ada satupun masyarakatnya yang melakukan perceaian, maka untuk menjaga agar aturan tersebut dapat tetap berjalan dengan baik disediakan sanksi yang sangat tegas untuk mencegah masyarakat Baduy Dalam melakukan perceraian. Sanksinya berupa diasingkan/diisolasi atau keluar dari Baduy Dalam, namun sebelum itu harus melalui proses sidang di kampung Dangka sesuai dengan jalur asal kampungnya. Untuk pasangan yang berasal dari kampung Cibeo maka proses sidangnya dilakukan di Kampung Cihulu (Dangka Cipatik). Untuk masyarakat Cikeusik dilakukan di Kampung Cibengkung (Dangka Padawaras), dan masyarakat Cikertawarna dilakukan di Kampung Sorokokod (Dangka Inggung/Panyaweuyan).
English Abstract
In Art 38 og Law Act 1 of 1974 about Marriage, divorce is allowed when it has strong reasons. Similiar to Islamic law, although it is absolutely hated by Allah SWT, but divorce is permissible. However, it is not similiar with customary law. Not all adat law permits people to do divorce, for example, Baduy’s customary law known as “Marriage Immune Divorce”. In its principle, the rule of immune divorce prevail to all Baduy customary law community both inner Baduy (Baduy Tangtu) and Outer Baduy (Baduy Panamping). Nevertheless, it turns out that there are some couple of Baduy’s customary law community who break the bond of marriage through divorce and not affected by the punishment. Whereas, one characteristic of customary law are the legal consequences of being punished for violating the rules of customary law. It shows that there are obstacles in implementing the rule of immune divorce so the rules can not run well, therefore divorers are not sanctioned as they have to be. The data which author obtained, found that in the last 5(five) years more or less hav occurred two to three cases of divorce in each year, or approximately 20% of divorce cases occured in Baduy in the last 5 years. Based on this background, the writer draws the formulation of the problem as follows: (1) How the implementation of the immune divorce on the marriage of Baduy customary law community?, (2) What is the obstacles of implementing the immune divorce on the marriage of Baduy customary law community?, (3) How is the effort to overcome obstacles in the implementation of the immune divorce on Baduy customary law community?. To answer the formulation of the problem, the type of research which used is juridical empirical with the method of sociological juridical approach. This research was conducted in Baduy Tribe, Kanekes Village, Leuwidamar District, Lebak, Banten. From the results of research that has been done retrieved answer that implementation of these rules are associated with the working law theory of Lawrance M Friedman because of 3 things namely substance, structure, and legal culture. But of the three factors, the substance factor that most obstruct the implementation of the rule which ultimately also affect the structure and legal culture. The substance or content of the law (norm) in the Outer Baduy is not as tight as the rules in the Inner Baduy, so that when any society can not defend the household anymore, its customary devices (as the legal structure) allow the divorce to take place. In addition, it also has impact to the legal culture, because the Outer Baduy people aware that the rules of customary law is not as restrictive as on the Inner Baduy so they are more daring to do divorce. When the reasons for divorce occur in a couple’s households coming from the Outer Baduy, it is not xiii just a decision to get a divorce taken away. That is, although customary law allows, but still must be done as much as possible so that the problem can be resolved and the couple does not need to divorce. This is an attempt by the Outer Baduy customary device to complicate the occurrence of divorce and not to violate the mandate ebtrusted by Karuhun. As for Inner Baduy, because until now there is no single community who do divorce, so to keep the rules can still run well provided sanctions are very firm to prevent the society Baduy in doing divorce. Sanctions in the form of oxiled/isolated or out of the Inner Baduy, but before that must go through the process of trial in the village of Dangka in accordance with the path of origin place. For couples who come frome the Cibeo village then the trial process is done ini Cihulu (Dangka Cipatik). For Cikeusik community conducted in Cibengkung (Dangka Padawaras), and the community of Cikertawarna done in Sorokokod village (Dangka Inggung/Panyaweuyan)
Item Type: | Thesis (Sarjana) |
---|---|
Identification Number: | SKR/FH/2017/417/051801347 |
Subjects: | 300 Social sciences > 340 Law > 340.5 Legal systems |
Divisions: | Fakultas Hukum > Ilmu Hukum |
Depositing User: | Yusuf Dwi N. |
Date Deposited: | 07 Feb 2018 02:37 |
Last Modified: | 25 Oct 2021 08:39 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/8757 |
Preview |
Text
BAB I.pdf Download (45kB) | Preview |
Preview |
Text
Daftar Pustaka.pdf Download (27kB) | Preview |
Preview |
Text
BAB II.pdf Download (86kB) | Preview |
Preview |
Text
LAMPIRAN_Fauziyah Tsamrotul Fuadah_135010100111057.pdf Download (454kB) | Preview |
Preview |
Text
BAB III.pdf Download (27kB) | Preview |
Preview |
Text
BAB IV.pdf Download (132kB) | Preview |
Preview |
Text
BAB V.pdf Download (20kB) | Preview |
Preview |
Text
Bagian Depan.pdf Download (143kB) | Preview |
Actions (login required)
View Item |