Pengetahuan Lokal Jawa Dalam Desain Rancang Bangun (Analisis Semiotika Tata Ruang Konsep Macapat Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat)

Ibat, Nasihul (2017) Pengetahuan Lokal Jawa Dalam Desain Rancang Bangun (Analisis Semiotika Tata Ruang Konsep Macapat Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat). Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Latarbelakang budaya Jawa memberikan porsi yang besar terhadap makna bangunan yang ada di Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Konsep macapat sebagai sebuah kerangka yang mempengaruhi tidak hanya bentuk bangunan, namun juga mempengaruhi banyak hal seperti birokrasi, cara duduk sultan, dan pembagian hasil pertanian. Peran macapat sebagai corong yang mempengaruhi bangunan di Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, banyak terlihat dari bangunan yang berbentuk persegi dan berpijak pada empat arah mata angin utama yakni utara, selatan, timur, dan barat. Konsep ini kemudian dibumbui dengan kepercayaan mengenai adanya jagad alit (Mikrokosmos) dan jagad gedhe (Makrokosmos) bagi masyarakat Jawa. Jagad alit merupakan kekuatan yang berasal dari diri sendiri, sementara jagad gedhe merupakan kekuatan yang bersumber dari luar diri seperti lingkungan dan Tuhan sebagai sumber tertinggi. Semiotika, sebagai kerangka berpikir merupakan pisau analisis untuk memahami makna yang terdapat di setiap bangunan yang ada di kompleks Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Roland Barthes sebagai tokoh semiotika memberikan sumbangsih besar terhadap kajian semiotika melalui pemikirannya yang membagi sistem pertandaan denotasi, konotasi, dan mitos. Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat memiliki kompleks arsitektur yang membentang membentuk sumbu imajiner garis lurus dari Panggung Krapyak di sebelah selatan hingga ke Tugu Pal Putih (Tugu Yogyakarta) di sebelah utara. Peneliti menemukan bahwa kedatangan Islam memberi pengaruh besar terhadap karaton sebagai basis kebudayaan Jawa sehingga memunculkan pertalian erat diantara keduanya. Makna arsitektur melambangkan siklus hidup manusia dari lahir hingga dewasa, menyimbolkan ritus dan ajaran agama islam, konsep-konsep Jawa kuno, hingga seksualitas orang dewasa. Dari penelitian ini, kebudayaan Jawa yang kental dan ajaran Islam yang moderat menciptakan adanya penyatuan dan pertalian yang erat, tercermin dari makna bangunan yang saling terkait antara ajaran islam dan budaya Jawa. Peneliti menemukan bahwa adanya ajaran tasawuf Jawa sebagai makna dalam keseluruhan arsitektur. Konsep tasawuf Jawa yang diusung ini sebagai tema besar makna di seluruh kompleks, tidak lain merupakan ajaran tasawuf yang diilhami dari ajaran Islam. Konsep tingkatan manusia dalam berkehidupan di dunia menggunakan ajaran Islam dibagi menjadi 4 tingkatan, yakni Syariat, Thariqat, Hakikat, dan Makrifat. Konsep ini kemudian yang memunculkan istilah manunggaling kawula gusthi sebagai cita-cita tertinggi manusia Jawa

English Abstract

The background of Javanese culture provides a large portion of the buildings meaning in Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. The concept of macapat as a framework that affects not only the shape of the building, but also affects many things such as the beraucracy, sitting sultan way, and distribution of agricultural products. The role of macapat as a funnel that affects the buildings in Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat can be found in square-shapped buildings standing on four main directions that are the north, south, east, and west. This concept then marked by the belief of the existences of the jagad alit (microcosm) and jagad gedhe (macrocosm) for Javanese people. Jagad alit is a power that comes from ourselves, while jagad gedhe is a power that comes from outside of ourselves such as the environment and God as the source of the highest power. Semiotics, as the framework of thought is the analysis instrument to understand the meaning of the buildings in the complex of Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Roland Barthes as a semiotics figure gives a great contribution to the study of semiotics through his thoughts that divides the sign system into denotation, conotation, and myths. Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat has an architectural complex that strecthes forming a straight line of imaginary axis from Panggung Krapyak in the south to the Tugu Pal Putih (Tugu Yogyakarta) in the north. Researcher found that the arrival of Islam gives a great influence over the karaton as the base of Javanese culture, thus it gives a strong relationship to both of Islam and karaton. The meaning of architecture symbolizes the human life cycle from birth till adulthood, rites and teachings of Islamic religion, ancient Javanese concepts, until adult sexuality. From this research, a strict Javanese culture and moderate teachings of Islam forms the unity and affinity reflected in the interconnection of building meanings from both Islamic teaching and Javanese culture. Researcher also found that there is a teaching of Javanese mysticism as the meaning in the overall architecture. The concept of Javanese mysticism found as the theme of the all building structures, is a mysticism teaching inspired by Islam. The level concept of human being in this world uses Islamic teaching that divides it into four leves that are sharia, tariqa, haqiqa, and ma'rifa. This concept then emerges the term of manunggaling kawula gusthi as the highest ideals of Javanese people. Key Words: Barthes’s Semiotics, Karaton Ngayogyakarta

Item Type: Thesis (Sarjana)
Identification Number: SKR/FIS/2017/969/051711302
Uncontrolled Keywords: Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, Macapat, Semiotika Barthes, Tasawuf Jawa.
Subjects: 300 Social sciences > 306 Culture and institutions > 306.4 Spesific aspects of culture
Divisions: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik > Ilmu Politik
Depositing User: Budi Wahyono Wahyono
Date Deposited: 16 Nov 2017 01:55
Last Modified: 11 Nov 2024 07:02
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/5584
[thumbnail of Nasihul Ibat.pdf] Text
Nasihul Ibat.pdf

Download (7MB)

Actions (login required)

View Item View Item