Nirmala, Atika Zahra (2017) Tradisi Garap Sebagai Alternatif Penyelesaian Tindak Pidana Pencurian Pada Masyarakat Hukum Adat Sasak Di Lombok Tengah. Magister thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Pada tesis ini, penulis mengangkat permasalahan mengenai tradisi garap sebagai alternatif penyelesaian tindak pidana pencurian pada masyarakat hukum AdatSasak di Lombok Tengah. Pilihan tema tersebut dilatar belakangi oleh adanya mekanisme penyelesaian tindak pidana pencurian pada masyarakat hukum Adat Sasak di Bunkate yang disebut dengan garap.Garap adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dan atau sekelompok masyarakat untuk menentukan siapa yang salah dan benar dalam hal mempertahankan hak milik seseorang maupun orang banyak dengan jalan minum air tanah kuburan wali Nyatuk Berdasarkan hal tersebut diatas, karya tulis ini mengangkat rumusan masalah: (1)Bagaimana makna tradisi garap sebagai alternatif penyelesaian tindak pidana pencurian pada masyarakat hukum Adat Sasak? (2) Bagaimana mekanisme garap dalam menyelesaikan tindak pidana pencurian pada masyarakat hukum Adat Sasak? (3) Bagaimana kekuatan putusan penyelesaian tindak pidana pencurian melalui garap? Kemudian penulisan karya tulis ini menggunakan penelitian empiris dengan metode pendekatan yuridis sosiologis dan pendekatan kasus. Adapun lokasi penelitiannya adalah di desa Bunkate Kecamatan Jonggat, Lombok Tengah. Adapun data yang diperoleh penulis yang terdiri dari data primer dan sekunder akan dianalisis menggunakan teknis analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa makna garap ialah suatu mekanisme penyelesaian sengketa dalam masyarakat hukum Adat Sasak khususnya dalam tindak pidana pencurian dimana landasan filosofinya untuk mengembalikan keseimbangan magis dan spritual dalam masyarakat yang dalam prosesnya menggunakan sumpah. Mekanisme garap dalam menyelesaikan tindak pidana pencurian pada masyarakat hukum Adat Sasak dimulai dengan adanya pengaduan, pengumuman pelaksanaan, pengambilan tanah kuburan, sholat gaib, pembacaan yasin, mangku memulai ritual meminum air tanah wali Nyatuk.Adapun kekuatan putusan penyelesaian tindak pidana pencurian melalui garapini bersifat mengikat dan memaksa. Bahwa putusan tersebut mengikat semua warga masyarakat desa Bunkate dan harus dipatuhi, dikatakan memaksa karena hal tersebut bersifat wajib dan harus dilaksanakan oleh masyarakat jika tidak maka akan mendapatkan sanksi. Adapun apabila suatu kasus pencurian telah diselesaiakan melalui garap maka tidak boleh diteruskan lagi kepada pihak berwajib cukup sampai garap saja.Saran penulis bagi masyarakat desa Bunkate untuk tetap mempertahankan tradisi garap karena merupakan hukum asli suku Sasak dan garap sangat efektif untuk menyelesaikan kasus pencurian dimana terbatasnya saksi maupun alat bukti dan bagi pemerintah provinsi untuk menjadikan desa Bunkate sebagai desa percontohan desa yang masih mempertahankan hukum Adatnya sehingga desa-desa yang ada di lombok khususnya yang masih mempertahankan hukum Adat dapat mencontoh desa tersebut dalam penyelesaian tindak pidana pencurian melalui garap. Mengingat tidak semua desa yang masih mempertahankan hukum Adatnya menyelesaikan kasus pencurian melalui garap dan nilai-nilai hukum Adat yang telah diakomodir dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum pidana hendaknya dipertahankan terutama dalam hal sanksi yang berupa pemenuhan kewajiban Adat dan juga dalam gugurnya kewenangan penuntutan karena adanya penyelesain di luar proses peradilan
English Abstract
In this thesis, the researcher raised a topic regarding Garap tradition as an alternative to solve theft acts within the Sasak tribe society in Central Lombok. This choice of theme was based on the existence of a mechanism to solve theft acts within the Sasak tribe society in Bunkate called Garap. Garap itself is an activity done by two people or more in order to keep the right of ownership for things, whether as an individual or as a group, by drinking water from the grave of Wali Nyatuk. Based on this fact, this research concludes that there are three problems regarding this matter, such as: (1) What does the Garap tradition mean within the Sasak tribe society? (2) How is the mechanism of Garap tradition in order to solve theft acts within the Sasak tribe society? (3) How powerful is the result of Garap tradition to solve the theft acts within the society? The thesis is an empirical study using sociological juridical approach and case approach. The location of this research was in Bunkate village of Jonggat district in central Lombok. The data were divided into primer and seconder data which were analysed by qualitative descriptive analysis The result of this research shows that the meaning of Garap tradition is a dispute resolution mechanism in Sasak tribe society especially in criminal act of theft where its philosophical foundation is to restore magical and spiritual balance in a society which in its process uses oaths. The mechanism of Garap in order to solve the theft acts within the society begins with a report of complaint from an individual or group. And then this continues with the announcement of the ritual execution, recitation of yasin, and then the Mangku will begin the ritual of drinking water from Wali Nyatuk’s grave. The power of the ritual’s result is strongly binds the society and has a coercing nature. In here, strongly binds the society means that the result must be obeyed by all of the people in the society. While coercing means that the result must be accepted and there’s a penalty if someone violate it. Moreover, if the case was solved through Garap, it means that the case can’t be presented to the authorities anymore and only kept within the society. Based on this result, the researcher recommends that the Bunkate society should keep this tradition because this is the law that has been applied in Sasak tribe since long time ago and it’s really effective to solve theft acts especially when there are only few witnesses and proves. The researcher also recommends the government to make Bunkate village and its society as a pilot village for their tradition and for how they strongly conserve it, so that the other villages can take an example from them since not every village still keep onto their customary laws. Solving theft acts through Garap tradition and customary laws acommodated by bills of penal code should be maintained especially in terms of the penalty regarding the fulfillment of the customary obligations and also the nullification of authority to sue because there’s a settlement process outside the court
Item Type: | Thesis (Magister) |
---|---|
Identification Number: | TES/345.026 2/NIR/t/2017/041709080 |
Uncontrolled Keywords: | THEFT - LAW AND LEGISLATION, SASAK (Indonesian people), VIGILANTES |
Subjects: | 300 Social sciences > 345 Criminal law > 345.02 Criminal offenses > 345.026 2 Specific crimes and classes of crime (Theft) |
Divisions: | S2/S3 > Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum |
Depositing User: | Nur Cholis |
Date Deposited: | 14 Nov 2017 04:06 |
Last Modified: | 29 Nov 2021 07:45 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/5414 |
Preview |
Text
BAB IV.pdf Download (91kB) | Preview |
Preview |
Text
BAGIAN DEPAN.pdf Download (319kB) | Preview |
Preview |
Text
DAFTAR PUSTAKA TESIS.pdf Download (167kB) | Preview |
Preview |
Text
BAB III.pdf Download (395kB) | Preview |
Preview |
Text
BAB I.pdf Download (281kB) | Preview |
Preview |
Text
BAB II.pdf Download (282kB) | Preview |
Actions (login required)
View Item |