Ambarwati, Dewi and Prof. Dr. Rachmad Safa'at, S.H., M.Si., and Dr. Muchammad Ali Safa'a, S.H., M.H., and Dr. Aan Eko Widiarto, S.H.,M.Hum., (2024) Perwujudan Semangat Kekeluargaan dan Kegotongroyongan dalam Pengaturan Perumusan Bentuk Pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Desa. Doktor thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Pengaturan Badan Usaha Milik Desa paska Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang adalah menetapkan Badan Usaha Milik Desa (selanjutnya disebut BUM Desa) sebagai badan hukum. Artinya, legitimasi hukum BUM Desa dengan status hukum yang mengakui keberadaannya sebagai badan usaha yang memiliki hak dan tanggung jawab hukum yang terpisah dari desa atau pemerintah desa setempat. Dengan kata lain, BUM Desa dianggap sebagai subjek hukum yang dapat melakukan berbagai tindakan hukum seperti mengadakan kontrak, memiliki aset, bertanggung jawab atas utang dan kewajiban, dan mengambil tindakan hukum lainnya dalam kapasitasnya sebagai badan usaha yang berbadan hukum. Pengaturan tentang pertanggungjawaban sangat penting dalam memastikan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa berlandaskan kaidah usaha yang sehat. Disisi lain, BUM Desa tidak dapat melepaskan diri dari asas kekeluargaan dan gotong royong sebagai landasan dalam pengelolaan BUM Desa. Penggunaan asas tersebut muncul dalam beberapa pengaturan BUM Desa, khususnya pada pengaturan pertanggungjawaban BUM Desa atas potensi kerugian yang dapat disebabkan karena murni usaha ataupun disebabkan karena kelalaian dan kesengajaan pengurus BUM Desa. Adanya asas kekeluargaan dan kekegotongroyonganan dalam pengaturan bentuk pertanggungjawaban BUM Desa tersebut mengandung ketidakjelasan norma karena norma tersebut tidak menjelaskan secara jelas bagaimana perwujudan dari kedua asas tersebut. Adanya ketidakjelasan norma yang menimbulkan ketidakpastian hukum tersebut memunculkan beberapa problematika yang patut untuk dikaji dan ditelaah kembali, baik problem filosofis, teoritis, yuridis maupun sosial dan ekonomi. Berdasarkan hal tersebut, dalam Disertasi ini akan dikemukakan 3 (tiga) rumusan masalah yang akan diteliti lebih lanjut, yaitu: (1) Apa makna semangat kekeluargaan dan kegotongroyonganan dalam pengaturan pertanggungjawaban pengurus Badan Usaha Milik Desa; (2) Apa implikasi yuridis atas diberlakukannya semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan dalam pengaturan pertanggungjawaban pengurus Badan Usaha Milik Desa; dan (3) Bagaimana perwujudan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan yang digunakan sebagai dasar dalam mengatur pertanggungjawaban pengurus Badan Usaha Milik Desa yang berkepastian hukum. Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan penelitian hukum normatif yang pada dasarnya merupakan penelitian kepustakaan, dengan menggunakan 5 (lima) pendekatan, yaitu pendekatan filsafat, pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan konseptual, pendekatan perbandingan dan pendekatan sejarah. Jenis dan sumber bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan menggunakan studi pustaka dengan beberapa tahapan yaitu identifikasi, pemeriksaan, seleksi, klarifikasi dan penyusunan. Seluruh bahan hukum tersebut akan dianalisis dengan menggunakan analisa preskriptif dan hermeneutika hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, makna dari asas kekeluargaan dan kegotongroyongan dalam pengaturan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Desa dilihat dari pendekatan tekstual dan kontekstual. Asas kekeluargaan secara tekstual bermakna sebagai rasa kemanusiaan, kekerabatandan tenggangrasa antar individu. Sementara, secara kontekstual asas kekeluargaan dimaknai sebagai sintesa dari nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan dan permusyawaratan. Makna asas kegotongroyongan secara tekstual adalah rasa kebersamaan, tolong menolong, kesatuan yang berorientasi kepada tujuan tertentu. Asas kegotongroyongan secara kontekstual adalah sintesa dari nilai ketuhanan, persatuan dan nilai keadilan sosial. Maka, dalam konteks pertanggungjawbaan BUM Desa, makna asas kekeluargaan dan gotong royong adalah asas yang merepresentasikan nilai Pancasila dan kaidah usaha yang seha yang diwujudkan dalam bentuk kepatutan, integritas dan berkelanjutan. Kedua, implikasi yuridis atas diberlakukannya asas kekeluargaan dan kegotongroyongan dalam perumusan bentuk pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Desa adalah adanya interpretasi dari pengaturan tanggungjawab Badan Usaha Milik Desa yang dimasukkan ke dalam ketentuan mengenai kerugian BUM Desa dan adanya unsur kesalahan dan kelalaian. Jika kerugian BUM Desa disebabkan akibat kesengajaan, kelalaian pengurus BUM Desa, maka di tingkat musyawarah desa akan diputuskan bentuk pertanggungjawaban pengurus BUM Desa dengan menggunakan asas kekeluargaan dan kegotongroyongan. Asumsi dari pertanggungajwaban BUM Desa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 tentang BUM Desa adalah pertanggungajwaban dalam konsep tanggung gugat. Sebaliknya, jika kerugian disebabkan bukan akibat dari kelalaian dan kesengajaraan pemgrus BUM Desa, maka akan berlaku pertanggungjawbaan badan hukum (separate legal entity) dan dianggap sebagai resiko dari pengelolaan usaha. Ketiga, perwujudan asas kekeluargaan dan gotong royong dalam pengaturan perumusan bentuk pertanggungjawaban BUM Desa adalah terkait dengan bagaimana keberlakuan asas kekeluargaan dan kegotongroyongan dicapai dengan beberapa unsur yang melekat didalamnya. Asas kekeluargaan dapat dilaksanakan dengan memenuhi unsur kepatutan, kebermanfaatan dan tanggungjawban pengelolaan usaha. Sementara asas kegotongroyongan dilaksanakan dengan memenuhi unsur kejujuran, kepatutan dan integritas. Berdasarkan temuan dalam Disertasi ini maka, penulis megajukan beberapa saran demi perbaikan regulasi dan sumbangsih pemikiran di bidang ilmu hukum khususnya di bidang hukum bisnis, yaitu: (1) hendaknya pemerintah memiliki undang-undang tersendiri untuk mengatur BUM Desa, dan bukan sebatas pada peraturan turunan dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang atau menambahkan penjelasan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 tentang BUM Desa perihal makna yang dimaksud dalam Pasal 62 ayat (3); (2) hendaknya, pembuat undang-undang mengatur lebih lanjut perihal pengaturan bentuk dari BUM Desa yang berbadan hukum, apakah diarahkan menjadi entitas usaha seperti PT, Koperasi atau Persero maupun Perserodes, dan (3) hendaknya selain menambahkan pengertian atau definisi dari asas kekeluargaan dan kegotongroyongan, juga perlu diatur lebih lanjut batasan penggunaan asas kekeluargaan dan kegotongroyongan dalam norma pengaturan pertanggungjawaban pengurus BUM Desa. Rekomendasi kebijakan yang diusulkan, diperlukan sebuah formulasi pengaturan yang jelas : pertama, bagi DPR dan juga Pemerintah untuk merumuskan Undang-Undang tentang Badan Usaha Milik Desa sebagai regulasi yang berdiri sendiri untuk mengatur BUM Desa secara khusus; Kedua, bagi Pemerintah Desa, agar memperkuat kepemimpinan dan kepengurusan BadanUsaha Milik Desa terkait dengan pemahaman regulasi dan mitigasi resiko pengelolaan usaha BUM Desa; Ketiga, bagi pengurus BUM Desa hendaknya mengoptimalkan fungsi kepengurusan dan memahami potensi resiko pengelolaan usaha; dan keempat, bagi masyarakat, hendaknya mengoptimalkan peran aktif masyarakat dalam pengelolaan unit usaha serta menyelenggarakan fungsi check and balances dalam menentukan arah usaha BUM Desa yang sesuai dengan potensi desa.
English Abstract
The regulation of Village-Owned Enterprises after Law Number 6 of 2023 concerning the Stipulation of Government in Lieu of Law Number 2 of 2022 concerning Job Creation into Law is to establish Village-Owned Enterprises (hereinafter referred to as BUM Desa) as legal entities. This means that BUM Desa's legal legitimacy with legal status recognizes its existence as a business entity that has legal rights and responsibilities separate from the village or local village government. In other words, BUM Desa is considered a legal subject that can perform various legal actions such as entering into contracts, owning assets, being responsible for debts and liabilities, and taking other legal actions in its capacity as a legal entity. Regulations on liability are very important in ensuring that the management of BUM Desa is based on sound business principles. On the other hand, BUM Desa cannot escape the principles of kinship and gotong royong as the basis for BUM Desa management. The use of these principles appears in several BUM Desa arrangements, particularly in regulating BUM Desa's liability for potential losses that can be caused by pure business or caused by negligence and intentionality of BUM Desa management. The existence of the principles of kinship and mutual cooperation in regulating the form of BUM Desa liability contains unclear norms because the norms do not clearly explain how the realization of the two principles. The existence of unclear norms that cause legal uncertainty raises several problems that should be studied and re-examined, both philosophical, theoretical, juridical and social and economic problems. Based on this, this dissertation will propose 3 (three) problem formulations that will be studied further, namely: (1) What is the meaning of the spirit of kinship and mutual cooperation in regulating the accountability of the management of Village-Owned Enterprises; (2) What are the juridical implications of the enactment of the spirit of kinship and mutual cooperation in regulating the accountability of the management of Village-Owned Enterprises; and (3) How is the embodiment of the spirit of kinship and mutual cooperation used as the basis for regulating the accountability of the management of Village-Owned Enterprises with legal certainty. The research method used is normative legal research which is basically library research, using 5 (five) approaches, namely philosophical approach, legislative approach, conceptual approach, comparative approach and historical approach. The types and sources of legal materials used are primary, secondary and tertiary legal materials. The technique of collecting legal materials is carried out using literature studies with several stages, namely identification, examination, selection, clarification and compilation. All legal materials will be analyzed using prescriptive analysis and legal hermeneutics. The results of the research show that: First, the meaning of the principles of kinship and mutual cooperation in regulating the accountability of Village-Owned Enterprises is seen from textual and contextual approaches. The principle of kinship textually means a sense of humanity, kinship and tolerance between individuals. Meanwhile, contextually, the principle of kinship is interpreted as a synthesis of the values of divinity, humanity, unity and deliberation. The textual meaning of the principle of mutual cooperation is a sense of togetherness, helping, unity that is oriented towards a particular goal. Contextually, the principle ofmutual cooperation is a synthesis of the values of divinity, unity and social justice. Thus, in the context of BUM Desa accountability, the meaning of the principles of kinship and mutual cooperation is a principle that represents the values of Pancasila and sound business principles that are realized in the form of propriety, integrity and sustainability. Second, the juridical implication of the application of the principles of kinship and mutual cooperation in the formulation of the form of liability of Village-Owned Enterprises is the interpretation of the regulation of the responsibility of VillageOwned Enterprises which is included in the provisions regarding BUM Desa losses and the elements of error and negligence. If the loss of BUM Desa is caused by the intentionality, negligence of BUM Desa management, then at the village deliberation level, the form of responsibility of BUM Desa management will be decided using the principles of kinship and mutual cooperation. The assumption of BUM Desa accountability in Government Regulation No. 11 of 2021 concerning BUM Desa is accountability in the concept of liability. Conversely, if the loss is not caused by the negligence and intentionality of the BUM Desa management, then the responsibility of the legal entity (separate legal entity) will apply and is considered a risk of business management. Third, the realization of the principles of kinship and mutual cooperation in the regulation of the formulation of BUM Desa liability is related to how the enactment of the principles of kinship and mutual cooperation is achieved with several elements inherent in it. The principle of kinship can be implemented by fulfilling the elements of appropriateness, usefulness and responsibility for business management. Meanwhile, the principle of mutual cooperation is implemented by fulfilling the elements of honesty, appropriateness and integrity. Based on the findings in this dissertation, the author submits several suggestions for the improvement of regulations and contribution of thought in the field of legal science, especially in the field of business law, namely: (1) the government should have a separate law to regulate BUM Desa, and not be limited to derivative regulations from Law Number 6 of 2023 concerning Government Stipulation in Lieu of Law Number 2 of 2022 concerning Job Creation into Law or adding an explanation in Government Regulation Number 11 of 2021 concerning BUM Desa regarding the meaning referred to in Article 62 paragraph (3); (2) the legislator should further regulate the form of BUM Desa that is incorporated, whether it is directed to become a business entity such as a PT, Cooperative or Persero or Perserodes, and (3) in addition to adding the meaning or definition of the principles of kinship and mutual cooperation, it is also necessary to further regulate the limits of the use of the principles of kinship and mutual cooperation in the norms of regulating the responsibility of BUM Desa administrators. The proposed policy recommendations require a clear regulatory formulation: first, for the DPR and also the Government to formulate a Law on Village-Owned Enterprises as a stand-alone regulation to specifically regulate BUM Desa; second, for the Village Government, to strengthen the leadership and management of Village-Owned Enterprises related to understanding regulations and mitigating the risks of BUM Desa business management; third, for BUM Desa administrators to optimize management functions and understand the potential risks of business management; and fourth, for the community, to optimize the active role of the community in managing business units and organizing a check and balances function in determining the direction of BUM Desa businesses in accordance with village potential
Item Type: | Thesis (Doktor) |
---|---|
Identification Number: | 0624010007 |
Divisions: | S2/S3 > Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum |
Depositing User: | Unnamed user with username nova |
Date Deposited: | 17 Feb 2025 07:15 |
Last Modified: | 17 Feb 2025 07:15 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/236815 |
![]() |
Text (DALAM MASA EMBARGO)
Dewi Ambarwati.pdf Restricted to Registered users only Download (4MB) |
Actions (login required)
![]() |
View Item |