Jayanti, Ni Komang Oktrisia and Siti Kholifah, S.Sos., M.Si., Ph.D. (2024) Kedudukan dan Persepsi Perempuan dalam Fenomena “Sing Beling, Sing Nganten” pada Praktik Perkawinan Masyarakat Hindu di Kota Denpasar. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Fenomena “sing beling, sing nganten” merupakan fenomena yang pada mulanya adalah kebiasaan dari suatu pihak yang kini mulai dilakukan oleh masyarakat Bali, terutama di Kota Denpasar. Fenomena ini dapat diartikan sebagai fenomena tidak hamil, maka tidak menikah yang marak terjadi dimasa kini. Pada penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana persepsi masyarakat terkait fenomena tersebut dan bagaimana kedudukan perempuan dalam fenomena tersebut pada perkawinan. Dalam penelitian ini menggunakan teori Konstruksi Sosial oleh Peter. L. Berger dan Luckman sebagai kacamata untuk mengetahui persepsi masyarakat dan kedudukan perempuan dalam fenomena. Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan menggunakan kualitatif deskriptif dengan pengumpulan data melalui observasi dan wawancara serta melalui data sekunder, seperti jurnal maupun media sosial. Penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling dan juga dengan snowball sampling dengan jumlah informan yang diwawancarai sebanyak 6 informan. Ditemukan bahwa persepsi positif dari Masyarakat Hindu di Kota Denpasar menganggap lumrah fenomena “sing beling, sing nganten” pada perkawinan. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat beberapa alasan yang membuat fenomena tersebut mulai dianggap lumrah dan umum oleh Masyarakat Hindu di Kota Denpasar masa kini. Beberapa alasan yang melatarbelakangi persepsi positif dari masyarakat adalah pentingnya keturunan menjadi alasan pasangan memilih untuk hamil terlebih dahulu sebelum kawin, usia pasangan yang telah matang untuk kawin, mempercayai pasangan karena hubungan berpacaran yang lama, kurangnya pemahanan konsep perkawinan secara adat, dan modernisasi yang terjadi di Kota Denpasar dalam terjadinya fenomenatersebut. Selain itu, ditemukan bahwa pada fenomena ini menunjukkan terkait kedudukan perempuan yang berada pada posisi subordinat dalam perkawinan. Masyarakat Hindu di KotaDenpasar juga memberikan persepsi negatif karena merasa bahwa perempuan yang hamil terlebih dahulu cenderung lebih dirugikan dan seolah-olah perempuan menjadi pihak yang bertanggung jawab terkait keturunan dalam perkawinan. Namun, hal ini berbeda dengan pandangan perempuan yang merasa tidak dirugikan dengan hamil terlebih dahulu sebelum kawin karena perempuan merasa bahwa masyarakat lebih mengkhawatirkan dan tertarikkepada pasangan yang sulit memiliki keturunan setelah kawin dibandingkan dengan hamil dahulu sebelum perkawinan. Maka dari itu, pasangan yang akan kawin memilih untuk hamil di luar perkawinan dibandingkan menjadi topik pembicaraan bagi masyarakat kedepannya. Dapat dikatakan bahwa terdapat persepsi positif dan juga persepsi negatif mengenai fenomenatersebut pada perkawinan bagi masyarakat Hindu di Kota Denpasar.
English Abstract
The phenomenon of "sing beling, sing nganten" originally emerged as a practice among certain individuals but has increasingly been adopted by the Balinese community, particularly in Denpasar. This phenomenon can be interpreted as the contemporary trend of delaying marriage until after conception. This study aims to examine public perceptions of this phenomenon and the role of women within it in the context of marriage. The research employs the Social Construction Theory proposed by Peter L. Berger and Thomas Luckmann as a framework to analyze societal perceptions and the status of women within this phenomenon. The study is qualitative in nature, employing a descriptive qualitative approach. Data were collected through observations and interviews, complemented by secondary sources such as academic journals and social media. Informants were selected using purposive sampling and snowball sampling methods, with a total of six informants interviewed. The findings indicate that members of the Hindu community in Denpasar generally consider the phenomenon of "sing beling, sing nganten" to be a common practice in contemporary marriage. Several factors contribute to the normalization of this practice among Hindus in Denpasar. These factors include the emphasis on lineage, leading couples to choose to conceive before marriage, the mature age of the couples, the trust established through long-term relationships, insufficient understanding of traditional marriage concepts, and the influence of modernization in Denpasar. Furthermore, the study reveals that women often occupy a subordinate role in these marital arrangements. Members of the Hindu community in Denpasar also express negative perceptions, feeling that women who conceive before marriage are disadvantaged and that women are perceived as bearing the primary responsibility for lineage within the marriage. However, women themselves often do not feel disadvantaged by conceiving before marriage, as they perceive that societal concern and scrutiny are more focused on couples struggling with infertility after marriage rather than on those who conceive before marriage. Consequently, couples may choose to conceive outside of wedlock to avoid becoming a subject of public discussion. In conclusion, this study finds both positive and negative perceptions regarding the phenomenon of "sing beling, sing nganten" within Hindu marriages in Denpasar
Item Type: | Thesis (Sarjana) |
---|---|
Identification Number: | 0524110177 |
Uncontrolled Keywords: | kedudukan perempuan, perkawinan, sing beling sing nganten. marriage, sing beling sing nganten, women position. |
Divisions: | Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik > Sosiologi |
Depositing User: | soegeng Moelyono |
Date Deposited: | 13 Dec 2024 07:12 |
Last Modified: | 13 Dec 2024 07:12 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/231340 |
Text (DALAM MASA EMBARGO)
Ni Komang Oktrisia Jayanti.pdf Restricted to Registered users only Download (2MB) |
Actions (login required)
View Item |