Fitriyah, Ikhrotul and Dr. Lilik Wahyuni, M.Pd and Dr. Dra. Alifiulahtin Utaminingsih, M.Si (2024) Praktik Diaspora Kandidasi Kader Aisyiyah dalam Pemilu Legislatif 2024 di Jawa Timur. Magister thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Fenomena kandidasi perempuan dalam pemilu legislatif 2024 menarik untuk dikaji. Permasalahan kandidasi yang menyasar perempuan masih terbelenggu akibat sistem perpolitikan di Indonesia yang patriarkis dan pelembagaan partai politik yang bias gender. Struktur tersebut tercermin dari tahapan seleksi untuk running for office dalam pemilu legislatif. Kandidat harus melalui tahapan sertifikasi, nominasi, dan pemilihan yang cenderung pragmatis, hal tersebut semakin bias mana kala calon kandidat perempuan tidak memiliki relasi dengan para elit partai. Dengan adanya kebijakan affirmative actions pada pemilu tahun 2004 yang mensyaratkan kuota perempuan sebesar 30 persen, angka keterwakilan perempuan dalam kandidasi terus mengalami peningkatan utamanya pada pemilu legislatif 2014, 219 dan 2024. Rata-rata partai politik peserta pemilu telah menempatkan perempuan di atas 40 persen baik di tingkat nasional sampai lokal. Namun pada keterpilihannya, calon legislatif perempuan belum pernah menyentuh angka 30 persen. Persoalan kandidasi perempuan tersebut masih menjadi domain partai politik untuk membuat kebijakan pro perempuan agar keterpilihan perempuan dalam kandidasi tidak hanya sebatas untuk memenuhi kuota tetapi untuk menciptakan kesetaraan gender dalam bidang politik. Oleh karena itu, diperlukan pelembagaan politik yang netral gender dan keseriusan partai politik dalam menghadirkan kandidat perempuan yang secara kapasitas dan kapabilitas mumpuni untuk bertarung dalam pemilu legislatif. Untuk mewujudkannya, partai politik dapat berkolaborasi dengan organisasi masyarakat perempuan untuk menjaring kader-kader terbaiknya agar mengisi kuota keterwakilan perempuan pada pemilu legislatif jika pada praktiknya kaderisasi di internal partai belum terpenuhi. Tujuan penelitian ini antara lain selain mengetahui hambatan yang dialami kandidat perempuan yang berangkat dari kader non-partai (Aisyiyah) dalam pencalonannya, juga menganalisis perubahan habitus yang terjadi pada kandidat, modalitas yang dimiliki dan praktik diaspora yang dilakukan oleh kader Aisyiyah dalam pemilu legislatif 2024. Penelitian ini dimulai dengan memilih informan berdasarkan surat No. 413/PWA/A/X/2023 perihal daftar caleg Aisyiyah Jawa Timur sebanyak 30 orang dengan sebaran kader yang terdaftar melalui partai UMMAT sebanyak 16 orang, PAN sebanyak 12 orang dan PDIP sebanyak 2 orang. Selanjutnya dilakukan teknik purposive sampling dengan mengidentifikasi rekomendasi dari LPPA dan sepak terjangnya sebagai pengurus Aisyiyah, memilah daerah yang tidak banyak saingannya dengan kader Aisyiyah lainnya dan mewakili ketiga partai politik tersebut.Berdasarkan hasil analisis, kader Aisyiyah yang mengikuti kontestasi pemilu legislatif 2024 dari PAN dan partai UMMAT dari dapil DPRD Tulungagung, Sidoarjo dan tingkt DPRD Jawa Timur tidak mengalami perubahan habitus yang berarti selama masa kandidasi berlangsung hal ini didasarkan atas doxa dimana warga Muhammadiyah cenderung menerima kedua partai sebagai kendaraan politiknya. Hal ini berbeda dengan kader yang memilih PDIP dari dapil DPRD Situbondo dan Kota Malang. Mereka mengalami perubahan habitus, tidak hanya dalam pertarungan di internal organisasi (orthodoxa) yang mengsanksikan pilihan partai politiknya tetapi juga harus menyesuaikan tindakan berdasarkan misi dan jargon partai untuk menunjukan bahwa kandidat yang berangkat dari non-kader memiliki loyalitas terhadap PDIP. Disamping itu, kader Aisyiyah juga menggunakan modalitas (modal sosial, modal ekonomi, modal budaya dan modal simbolik). Identifikasi modal sosial berasal dari kedekatan kader Aisyiyah dengan para elit partai, bohir, ikatan kekerabatan dan hubungan patron yang kuat, disamping juga kekuatan sebagai pemimpin dari yayasan-yayasan yang digeluti seperti AF dan AR. Sedangkan modal ekonomi yang mereka keluarkan sekitar puluhan juta untuk kebutuhan operasional, akomodasi dan biaya tim pemenangan selama masa kampanye. Modal budaya yang dimiliki oleh kader Aisyiyah hampir seragam dimana mereka memiliki kualifikasi pendidikan tinggi, mampu menjaga komunikasi politik dengan baik, dan menjadi figur publik dari proses kelembagaan dengan keterampilan dan bidang yang ditekuni oleh masing-masing kader. Sehingga dari temuan di atas, praktik diaspora kandidasi kader Aisyiyah dalam pemilu legislatif 2024 tidak hanya sekedar lolos atau tidaknya kader sebagai anggota dewan melainkan mereka telah melalui serangkaian proses politik sebagai kontestan pemilu legislatif yang berangkat dari jejaring aktivis organisasi, dimana dalam berpencar dan berpindahnya kader tersebut tetap memerlukan pengakuan dan dukungan secara kelembagaan. Terlebih dalam mengarungi arena pemilu yang kompleks yang tidak hanya berhadapan dengan kandidat lain sesama partai maupun lintas partai, mereka juga harus meyakinkan pilihan konstituen yang beragam dan masa dari organisasi masyarakat islam lainnya dengan tetap menunjukkan kekuatan figur perempuan dan sikap egaliter tanpa meninggalkan nilai-nilai Muhammadiyah
English Abstract
The phenomenon of women's candidacy in the 2024 legislative elections is interesting to study. The problem of candidacy targeting women is still shackled due to the patriarchal political system in Indonesia and the institutionalization of gender-biased political parties. This structure is reflected in the selection stages for running for office in the legislative elections. Candidates must undergo certification, nomination, and election stages that tend to be pragmatic, which is even more biased when female candidates do not have relationships with party elites. With the affirmative action policy in the 2004 elections that required a 30 percent quota for women, the number of women's representation in the candidacy continued to increase, especially in the 2014, 2019, and 2024 legislative elections. On average, political parties participating in the elections have placed women above 40 percent both at the national and local levels. However, in terms of electability, female legislative candidates have never touched the 30 percent mark. The issue of women's candidacy is still the domain of political parties to make prowomen policies so that the election of women in candidacy is not only limited to fulfilling quotas but also to creating gender equality in politics. Therefore, it is necessary to institutionalize gender-neutral politics and the seriousness of political parties in presenting female candidates who are qualified in capacity and capability to fight in the legislative elections. To make this happen, political parties can collaborate with women's community organizations to recruit their best cadres to fill the quota of women's representation in the legislative elections if in practice the regeneration within the party has not been fulfilled. The objectives of this study include, among others, in addition to knowing the obstacles experienced by female candidates who depart from non-party cadres (Aisyiyah) in their candidacy, also analyzing the changes in habitus that occur in candidates, the modalities owned and the diaspora practices carried out by Aisyiyah cadres in the 2024 legislative elections. This research began by selecting informants based on letter No. 413/PWA/A/X/2023 regarding the list of Aisyiyah candidates in East Java as many as 30 people with a distribution of cadres registered through the UMMAT party as many as 16 people, PAN as many as 12 people and PDIP as many as 2 people. Furthermore, a purposive sampling technique was carried out by identifying recommendations from LPPA and their actions as Aisyiyah administrators, sorting out areas that did not have many rivals with other Aisyiyah cadres, and representing the three political parties.Based on the results of the analysis, Aisyiyah cadres who participated in the 2024 legislative election contestation from PAN and the UMMAT party from the Tulungagung DPRD constituency, Sidoarjo, and the East Java DPRD level did not experience significant habitus changes during the candidacy period, this is based on doxa where Muhammadiyah residents tend to accept both parties as their political vehicles. This is different from cadres who chose PDIP from Situbondo and Malang City DPRD constituencies. They experienced habitus changes, not only in internal organizational battles (orthodoxa) that sanctioned their choice of political parties but also had to adjust their actions based on the party's mission and jargon to show that candidates who departed from non-cadres had loyalty to PDIP. In addition, Aisyiyah cadres also use modalities (social, economic capital, and symbolic capital). The identification of social capital comes from the closeness of Aisyiyah cadres to party elites, bohirs, kinship ties, and strong patron relationships, as well as the power as leaders of the foundations that AF and AR are involved in. Meanwhile, the economic capital they spent was around tens of millions for operational needs, accommodation, and the cost of the winning team during the campaign period. The cultural capital owned by Aisyiyah cadres is almost uniform in that they have high educational qualifications, can maintain good political communication, and become public figures from the institutional process with the skills and fields pursued by each cadre. So from the findings above, the practice of diaspora candidacy of Aisyiyah cadres in the 2024 legislative elections is not only whether or not the cadres qualify as board members but they have gone through a series of political processes as legislative election contestants who depart from the organization's activist network, where the dispersal and movement of these cadres still require institutional recognition and support. Moreover, in navigating a complex electoral arena that not only faces other candidates from the same party and across parties, they also have to convince diverse constituent choices and periods from other Islamic community organizations while still showing the strength of female figures and egalitarian attitudes without abandoning Muhammadiyah values.
Item Type: | Thesis (Magister) |
---|---|
Identification Number: | - |
Uncontrolled Keywords: | Arena, Diaspora, Habitus, Jawa Timur, Kandidasi, Kader Aisyiyah, Modal, Pemilu Legislatif.Aisyiyah Cadre, Arena, Candidacy, Capital, Diaspora, East Java, Election, Habitus, Legislative |
Divisions: | Program Pascasarjana > Magister Kajian Perempuan, Program Pascasarjana |
Depositing User: | soegeng sugeng |
Date Deposited: | 01 Oct 2024 07:13 |
Last Modified: | 01 Oct 2024 07:13 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/231180 |
Text (DALAM MASA EMBARGO)
Ikhrotul Fitriyah.pdf Restricted to Registered users only Download (3MB) |
Actions (login required)
View Item |