Putri, Nadia Arini and Kliwon Hidayat, Prof. Dr. Ir. and r. Edi Dwi Cahyono, M.Agr.Sc. M.S.Ph.D (2024) Program Studi Magister Sosiologi Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, tanggal satu bulan juli tahun 2024,. Magister thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Program ketahanan pangan yang menjadi prioritas nasional dalam RPJMN 2020-2024 menunjukkan komitmen Pemerintah Pusat untuk meningkatkan ketersediaan pangan di Indonesia. Permendes PDTT nomor 08 tahun 2022 dan nomor 82 tahun 2022 menjadi panduan bagi Kementrian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dalam mengimplementasikan program tersebut. Pemerintah juga menerbitkan PMK nomor 201/PMK.07/2022 yang mengatur Pengelolaan Dana Desa, di mana minimal 20% dari pagu anggaran Dana Desa harus dialokasikan untuk ketahanan pangan. Pengelolaan lahan pekarangan penting untuk dikembangkan sebagai salah satu upaya dalam mencapai ketahanan pangan. Namun, di Desa Trucuk pekarangan sudah mulai berkurang fungsinya seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Bojonegoro di tahun 2022, produksi buah-buahan, sayuran dan tanaman biofarmaka di Desa Trucuk tergolong rendah dibandingkan dengan 11 desa lainnya. Pengelolaan dalam konteks ilmu ekologi merupakan hasil interaksi antara manusia sebagai sistem sosial dan lingkungan sebagai sistem biofisik. Dalam hal ini, perlu dilakukan upaya pengelolaan lahan pekarangan yang berkelanjutan. Dengan adanya program pengembangan pengelolaan lahan pekarangan dan komitmen pemerintah pusat, diharapkan Desa Trucuk dan desadesa lainnya dapat meningkatkan produksi pangan lokal sehingga dapat mendukung ketahanan pangan di tingkat nasional. Tujuan penelitian ini antara lain, (1) Mendeskripsikan pengelolaan lahan pekarangan dalam komunitas Desa Trucuk, (2) Mengidentifikasi fungsi pekarangan bagi keluarga dalam komunitas Desa Trucuk, (3) Mengidentifikasi makna pekarangan bagi keluarga komunitas Desa Trucuk, dan (4) Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga dengan pengelolaan lahan pekarangan. Penelitian ini menggunakan pendekatan gabungan (mix method) kuantitatif dan kualitatif. Desain penelitian yang digunakan pada pendekatan kuantitatif adalah survai dan studi kasus untuk pendekatan kualitatif dengan teknik pengambilan sampel yaitu probability sampling berjenis multistage random sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara in-depth interview, observasi dan studi dokumen. Analisis data pada pendekatan kuantitatif menggunakan statistic non parametric (Chi kuadrat) dan statistic deskriptif (tabel silang). Sementara pada pendekatan kualitatif dianalisis menggunakan model interaktif Miles, Hubermans dan Saldana yang terdiri dari kondensasi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Keabsahan data dilakukan dengan perpanjangan pengamatan dan 3 teknik triangulasi yaitu triangulasi sumber, metode dan waktu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Lahan pekarangan dalam Komunitas Desa Trucuk dilihat dari luasannya termasuk kedalam pekarangan sempit (<120 m²). 75% dari komunitas Desa Trucuk memanfaatkan lahan pekarangan dilihat dari terdapatnya berbagai jenis tanaman, sedangkan 25% lainnya tidak memanfaatkan lahan pekarangan. Sebagian besar 75% keluarga di Desa Trucuk memanfaatkan lahan pekarangan dengan berbagai usahatani, ternak dan ikan. 67% keluarga diantaranya menanam tanaman buah-buahan baik monokultur atau campuran dengan tanaman lain. Rendahnya jumlah keluarga yang memelihara ternak dan ikan karena dianggap mengganggu estetika lingkungan tempat tinggal dan pemeliharaannya menyita waktu yang cukup lama. Mayoritas keluarga masyarakat dalam komunitas Desa Trucuk menggunakan lahan pekarangan sebagai sarana penghasil tambahan pendapatan. Sedangkan mayoritas keluarga masyarakat dalam komunitas Desa Trucuk memaknai pekarangan sebagai lahan kosong yang dapat dioptimalkan sesuai dengan keinginan dari pemilik lahan. Karakteristik responden yang berhubungan dengan pengelolaan lahan pekarangan di Desa Trucuk adalah jumlah anggota keluarga dan luas lahan pekarangan. Karakteristik responden lainnya seperti tingkat pendidikan KK (Kepala Keluarga) dan IRTG (Ibu Rumah Tangga), serta kepercayaan terhadap nilai kearifan lokal tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan pengelolaan lahan pekarangan di Desa Trucuk. Tidak adanya hubungan antara tingkat pendidikan formal kepala keluarga dengan pengelolaan lahan pekarangan karena kepala keluarga senang menekuni kegiatan bercocok tanam di lahan pekarangan dan mempelajari kegiatan bercocok tanam dari berbagai sumber media sosial ataupun hasil sharing dengan tetangga disekitarnya. Bagi ibu rumah tangga yang memiliki tingkat pendidikan tinggi juga sebagai wanita karir memiliki kesibukan yang luar biasa. Diluar pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga, memiliki kewajiban terhadap profesi yang ditekuni. Sehingga menganggap memanfaatkan pekarangan sangat menyita waktu luang yang dimiliki. penurunan jumlah anggota dalam sebuah keluarga menunjukkan adanya peningkatan partisipasi dalam pengelolaan lahan pekarangan. Semakin sempit luas lahan pekarangan cenderung semakin dimanfaatkan lahan pekarangan tersebut. Hal ini disebabkan karena berbagai perspektif termasuk ekonomi, tenaga, waktu, teknik pengelolaan, estetika, sosial dan kesadaran individu. Ada atau tidak adanya anggota keluarga yang memiliki kepercayaan terhadap nilai kearifan lokal tidak ada kaitannya dengan pengelolaan atau pemanfaatan lahan pekarangan keluarga, hal ini karena beberapa hal seperti kepercayaan atau ketidakpercayaan terhadap nilainilai kearifan lokal tidak mempengaruhi cara pandang keluarga dalam mengelola usahatani, ternak atau perikanan di lahan pekarangan. Implikasi dari hasil analisis ini adalah sangat penting memperhatikan unsur jumlah anggota keluarga dan luas lahan pekarangan dalam pengelolaan lahan pekarangan di Desa Trucuk. Sebagai contoh, menggunakan strategi pengelolaan lahan pekarangan dapat lebih difokuskan pada pengaturan lahan berdasarkan jumlah anggota keluarga yang dimiliki Strategi tersbeut dapat diawali dengan perencanaan tata guna lahan yang lebih efisien. Misalnya, jika sebuah keluarga memiliki jumlah anggota yang banyak dengan lahan pekarangan yang kecil, dapat memprioritaskan penanaman tanaman yang membutuhkan sedikit ruang tetapi juga memberikan hasil yang cukup banyak seperti sayuran. Selain itu, mereka juga dapat memanfaatkan teknik pertanian vertikal atau sistem tanam tumpang sari untuk memaksimalkan penggunaan lahan yang terbatas. Dengan demikian, pengelolaan lahan pekarangan lebih optimal sesuai dengan karakteristik responden yang ada di Desa Trucuk.
English Abstract
The food security program, which is a national priority in the 2020-2024 RPJMN, shows the commitment of the central government to increase food availability in Indonesia. Permendes PDTT number 08 of 2022 and number 82 of 2022 guide the ministry of villages and development of disadvantaged regions and transmigration in implementing the program. The government also issued PMK number 201/PMK.07/2022 which regulates DD Management, where a minimum of 20% of the DD budget ceiling must be allocated for food security. Yard land management is important to develop as one of the efforts in achieving food security. However, in Trucuk village the homegarden has begun to decrease in function along with the increase in population. Based on BPS data from Bojonegoro regency in 2022 the production of fruits, vegetables and biopharmaca plants in Trucuk village is low compared to other villages. This research uses a quantitative and qualitative. The research design used in the quantitative approach is a survey and case study for the qualitative approach with a sampling techniques were carried out by means of in depth interviews, observations and document studies. Data analysis in the quantitative approach used non-parametric statistics (khai squared) and descriptive statistics (cross table). While the qualitative approach was analyzed using the interactive model of Miles, Hubermans and Saldana consisting of data condensation, data presentation and conclusion. Data validity was carried out with extended observation and 3 triangulation techniques, namely triangulation of sources, methods and time. The results showed that the yard land in the Trucuk village community in terms of area is included in the narrow homegarden (<120 m²). 75% of the Trucuk village community utilizes homegarden land as seen from the presence of various types of plants, while the other 25% do not utilize yard land. Most of the 75% of families in Trucuk village utilize the yard land with various farms, livestock and fish. 67% of the families grow fruit crops either monoculture or mixed with other crops. The low number of families who raise livestock and fish is because they are considered to disturb the aesthetics of the living environment and their maintenance is time-consuming. The majority of families in the Trucuk village community use the homegarden as a means of generating additional income. Meanwhile, the majority of families in the Trucuk village community interpreting the homegarden as empty land that can be optimized according to the wishes of the landowner. The characteristics of respondents associated with homegarden management in Trucuk village are the number of family members and the size of the yard. Other respondent characteristics such as the education level of the head of family (KK) and housewife (IRTG), and belief in local wisdom values do not have a significant relationship with the management of homegarden land in Trucuk village. There is no relationship between the level of formal education of the head of family and the management of the homegarden because the head of the family like to pursue farming activities and learn farming activities from various social media sources or the results of sharing with neighbors. Housewife who have a high level of education as well as career women are extremely busy. Outside of her work as a housewife, she has obligations to her profession. The decrease in the number of members in a family shows an increase in participation in homegarden management. The narrower the size, more of the homegarden tends to be utilized. This is due to various perspectives including economic, labor, time, management techniques, aesthetics, social and individual awareness. The presence or absence of family members who have belief in local wisdom valurs has no relation to the management or utilization of the family’s homegarden. This is because several things such as belief or disbelief in local wisdom values do not affect the family’s perspective in managing farming, livestock or fisheries. The implication of the results of this analysis is that very important to pay attention to the number of family members and the size of the homegarden managing in Trucuk village. For example, using a homegarden management strategy can be more focused on organizing the land based on the family members. If family has a large members with a small yard, they can prioritize planting that requirre little space but also provide considerable yields such as vegetables. In addition, they can also utilize vertical farming techniques or intercropping systems to maximize the use of limited land. This homegarden management is optimized according to the characteristics of respondents in Trucuk village
Item Type: | Thesis (Magister) |
---|---|
Identification Number: | 042404 |
Divisions: | S2/S3 > Magister Sosiologi, Fakultas Pertanian |
Depositing User: | Unnamed user with username nova |
Date Deposited: | 11 Sep 2024 06:47 |
Last Modified: | 11 Sep 2024 06:47 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/227878 |
![]() |
Text (DALAM MASA EMBARGO)
NADIA ARINI PUTRI.pdf Restricted to Registered users only Download (14MB) |
Actions (login required)
![]() |
View Item |