Khusnannisa, Sabrina and Ranitya Ganindha, S.H., M.H. and Afrizal Mukti Wibowo, S.H., M.H. (2024) Urgensi Batasan Waktu Perpanjangan Masa Penahanan Dalam Pasal 93 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Pada skripsi ini, Penulis mengangkat permasalahan mengenai urgensi batasan waktu perpanjangan masa penahanan dalam Pasal 93 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dilatarbelakangi oleh ketidaklengkapan norma yang mengatur mengenai perpanjangan masa penahanan dalam penyelenggaraan kepailitan di Indonesia. Pada latar belakang penelitian ini, Penulis mengangkat 2 (dua) rumusan masalah yang terdiri dari: (1) Bagaimana urgensi batasan waktu perpanjangan masa penahanan dalam Pasal 93 ayat (4) UU Kepailitan dan PKPU?, (2) Bagaimana pengaturan hukum yang tepat terkait batasan waktu perpanjangan masa penahanan dalam Pasal 93 ayat (4) UU Kepailitan dan PKPU? Penulis menggunakan jenis Penelitian Hukum Normatif (Normatif Research) dengan menggunakan metode Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach), Pendekatan Analisis (Analytical Approach), dan Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach). Penulis memperoleh bahan hukum dari berbagai sumber yang dianalisis dengan menggunakan 3 (tiga) teknik interpretasi hukum yakni interpretasi gramatikal, interprestasi sistematis dan interpretasi perbandingan hukum. Setelah dilakukannya penelitian ini, Penulis menemukan fakta bahwa Pasal 93 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 belum memberikan batasan waktu perpanjangan masa penahanan yang jelas. Berdasarkan hasil analisis, mengatur batasan waktu perpanjangan masa penahanan dalam Pasal 93 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 merupakan suatu kebutuhan hukum. Selain kebutuhan hukum, tidak adanya batasan waktu yang jelas akan mengakibatkan berbagai implikasi hukum seperti timbul ketidakpastian hukum, tercederainya hak atas kepastian dan keadilan hukum bagi kreditor dan debitor pailit yang ditahan, adanya potensi kesewenang-wenangan suatu pihak yang tidak beriktikad baik, serta tidak sesuai dengan asas dan tujuan hukum kepailitan itu sendiri. Perpanjangan masa penahanan pada Pasal 93 ayat (4) UndangUndang Nomor 37 Tahun 2004 perlu dibatasi sebanyak-banyaknya 6 (enam) kali atau selama-lamanya 6 (enam) bulan. Dengan diberikannya batasan waktu yang lebih jelas dan tegas, akan membantu mewujudkan penyelenggaraan kepailitan sebagai sarana hukum penyelesaian utang piutang yang adil, cepat, terbuka, dan efektif.
English Abstract
In this thesis the author raises the issue regarding the urgency of the time limit for extending the detention period in Article 93 paragraph (4) of Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Debt Payment Obligations based on the incompleteness of the governing norms extension of the detention period in bankruptcy processing in Indonesia. In the background of this research, the author proposes 2 (two) problem formulations consisting of: (1) What is the urgency of the time limit for extending the detention period in Article 93 paragraph (4) of the Bankruptcy Law and PKPU?, (2) What are the appropriate legal regulations related to time limit for extending the detention period in Article 93 paragraph (4) of the Bankruptcy Law and PKPU? The author uses a type of Normative Legal Research using the Legislative Approach, Analytical Approach and Comparative Approach. The author obtained legal materials from various sources which were analyzed using 3 (three) legal interpretation techniques, namely Grammatical Interpretation, Systematic Interpretation, and Comparative Legal Interpretation. After conducting research, the author discovered the fact that Article 93 paragraph (4) of Law Number 37 of 2004 does not provide a clear time limit regarding the extension of the detention period. Based on the results of the analysis, setting the time limit for extending the detention period in Article 93 paragraph (4) of Law Number 37 of 2004 is a legal requirement. Apart from legal requirements, the absence of a clear time limit will result in various legal implications such as the emergence of legal uncertainty, loss of rights to legal certainty and justice for creditors and bankrupt debtors who are detained, there is the potential for arbitrariness by parties who do not have good intentions to harm detained bankrupt debtors, and are not in accordance with the principles and objectives of bankruptcy law itself. The extension of the excluded period in Article 93 paragraph (4) of Law Number 37 of 2004 needs to be limited to a maximum of 6 (six) times or a maximum of 6 (six) months. By providing clearer and firmer time limits, it will help realize the implementation of bankruptcy as a legal means of resolving debts and receivables that is fair, fast, open and effective.
Item Type: | Thesis (Sarjana) |
---|---|
Identification Number: | 052401 |
Divisions: | Fakultas Hukum > Ilmu Hukum |
Depositing User: | Unnamed user with username nova |
Date Deposited: | 18 Oct 2024 02:18 |
Last Modified: | 18 Oct 2024 02:18 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/226735 |
Text (DALAM MASA EMBARGO)
SABRINA KHUSNANNISA.pdf Restricted to Registered users only Download (2MB) |
Actions (login required)
View Item |