Hubungan Antara Hsp-25 (Heat Shock Protein 25) Dengan Proliferasi, Apoptosis Dan Sistem Perbaikan DNA: Suatu Kajian Regulasi Homeostatik Menggunakan Kultur Sel HeLa Dan Paru Tikus Postnatal

Widyarti, Sri and Prof. Drs. Sutiman B. Sumitro, SU., DSc and Prof. M. Aris Widodo, dr., MS., SpFK., PhD and Prof. Dr. Bambang Soekardjo, Apt., SU (2005) Hubungan Antara Hsp-25 (Heat Shock Protein 25) Dengan Proliferasi, Apoptosis Dan Sistem Perbaikan DNA: Suatu Kajian Regulasi Homeostatik Menggunakan Kultur Sel HeLa Dan Paru Tikus Postnatal. Doktor thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Dalam mekanisme survival terhadap stres, sel mengembangkan regulasi homeostatik yang melibatkan PARP dan HSP-25. Mekanisme homeostasis melalui studi in vitro dalam sistem kultur sel merupakan pengkajian pada tingkat komunitas sel yang sederhana. Pada kondisi in vivo, sistem kompleksitas sel jauh lebih rumit, maka diduga sistem homeostasis seluler juga berbeda. Atas dasar inilah, perlu dilakukan studi kombinasi untuk memperjelas peran homeostasis HSP-25 dan PARP pada level seluler dan organ. Penelitian ini bertujuan untuk mengobservasi apakah mekanisme homeostasis yang dijalankan oleh HSP-25 berkaitan dengan PARP baik pada level seluler maupun level organ. Penelitian dilakukan secara in vitro dan in vivo. Kajian secara in vitro dilakukan sebagai berikut. Sel HeLa dikultur sebagai monolayer dalam medium DMEM 10% FCS (Dulbecco Minimum Essential Medium yang ditambah 10% (v/v) FCS (feta/ calf serum). Sel HeLa sebanyak 2x105 ditanam pada cawan kultur diameter 35 mm selama 24 jam, kemudian medium diganti dengan DMEM 0,2% FCS selama 24 jam untuk starvasi. Setelah itu, medium diganti dengan DMEM 10% FCS yang mengandung (1) DMSO sebagai kontrol, (2) PMA 200 ng/ml, (3) PMA 200 ng/ml dan quercetin 100pM, atau (4) PMA 200 ng/ml dan quercetin 200 pM. Perlakuan dilakukan selama 1 dan 2 hari. Konsentrasi DMSO yang digunakan dalam kultur tidak melebihi 1% (v/v). Kajian secara in vivo dilakukan sebagai berikut. Pada perlakuan benzapiren dosis rendah, tikus Rattus norvegicus betina umur 7 hari dibagi menjadi tiga kelompok masing-masing diinjeksi dengan DMF (N,N-dimethylformamide), benzapiren 0,01 mg/g BB, kemudian diinkubasi selama 60, 90 dan 120 hari. Masing-masing penyuntikan dilakukan secara intraperitoneal. Setelah perlakuan tersebut, hewan coba kemudian dibunuh secara dislokasi tulang leher, dibedah, diambil paru-parunya. Pada perlakuan benzapiren dosis tinggi, tikus Rattus norvegicus betina umur 7 hari dikelompokkan menjadi enam yaitu ; (1) Kelompok DMF short term (DMF St), tikus diinjeksi dengan DMF pada minggu ke 1 sampai 4, (2) kelompok DMF long term (DMF Lt), tikus diinjeksi dengan DMF pada minggu ke 1 sampai 16, (3) kelompok perlakuan benzapiren short term (Bz St), tikus disuntik benzapiren 0,1 mg/g BB pada minggu ke 1 sampai 4, (4) kelompok perlakuan benzapiren long term (Bz Lt), tikus disuntik benzapiren 0,1 mg/g BB pada minggu ke 1 sampai 16, (5) kelompok perlakuan benzapiren short term dan quercetin (Bz St + Qc), tikus disuntik benzapiren 0,1 mg/g BB pada minggu ke 1 sampai 4, dilanjutkan dengan penyuntikan quercetin 0,5 mg/kg BB pada minggu ke 5 sampai 8, (6) kelompok perlakuan benzapiren long term dan quercetin (Bz Lt + Qc), tikus disuntik benzapiren 0,1 mg/g BB pada minggu ke 1 sampai 12, dilanjutkan dengan penyuntikan quercetin 0,5 mg/kg BB pada minggu ke 13 sampai 16. Hasil yang diperoleh dari studi in vitro adalah sebagai berikut. (1) Quercetin menurunkan jumlah sel proliferatif pada kultur sel HeLa yang diinduksi PMA. Penurunan jumlah sel proliferatif ini dimungkinkan karena meningkatnya jumlah sel yang mengaktifkan apoptosis. (2) Apoptosis yang terjadi karena induksi quercetin disertai peningkatan ekspresi reseptor Fas dan aktivasi caspase-9. menunjukkan keterlibatan jalur ekstrinsik dan intrinsik pada mekanisme apoptosis yang sedang berjalan. (3) Quercetin meningkatkan ekspresi HSP-25 pada kultur sel HeLa yang diinduksi PMA. Peningkatan ekspresi HSP-25 ini tidak menunjukkan indikasi adanya peningkatan proliferasi maupun penghambatan apoptosis. Hasil yang diperoleh dari studi in vivo adalah sebagai berikut. (1) Pemberian quercetin secara in vivo pada tikus yang diinduksi benzapiren 0,1 mg/g BB short term terbukti meningkatkan jumlah sel yang mengaktifkan sistem perbaikan DNA melalui PARP pada sel nonproliferatif paru. Pada kondisi ini, apoptosis melalui aktivasi reseptor Fas dan caspase-9 tetap berjalan. (2) Pemberian benzapiren 0,1 mg/g BB long term pada hewan coba menurunkan kemampuan sel pada organ paru untuk mengaktifkan sistem perbaikan DNA melalui PARP. Penurunan kemampuan ini disertai dengan peningkatan jumlah sel proliferatif serta apoptosis yang melibatkan reseptor Fas dan caspase-9. (3) Quercetin mempunyai efek yang berbeda pada sel paru yang proliferatif dan sel paru yang non-proliferatif. Quercetin meningkatkan sistem perbaikan DNA melalui PARP pada sel non-proliferatif, sedangkan pada sel proliferatif quercetin meniadakan sistem perbaikan DNA melalui PARP dan meniadakan proliferasi. (4) Tidak terdeteksinya ekspresi HSP-25 pada studi in vivo ini berkenaan dengan metode yang dipakai. Metode Western bloting dan imunohistokimia kurang dapat memberikan informasi untuk menentukan ekspresi HSP-25. Secara keseluruhan, hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut. (1) Ekspresi HSP-25 pada kultur sel HeLa yang diinduksi PMA tidak terkait secara langsung dengan apoptosis dan proliferasi. Peningkatan ekspresi HSP-25 diduga berkaitan dengan mekanisme survival. (2) Regulasi homeostatik pada level organ diperankan oleh PARP sebagai mekanisme sistem perbaikan DNA. PARP ini tidak terkait dengan apoptosis secara langsung, namun PARP dapat diaktifkan pada sel yang sedang tidak menjalankan proliferasi. (3) HSP-25 dan PARP masing-masing tidak saling berinteraksi dalam regulasi homeostatik tergantung pada kompleksitas sistem komunikasi sel. (4) Pada studi in vitro, quercetin diduga menyebabkan kerusakan DNA sehingga mengaktifkan apoptosis pada kultur sel HeLa yang diinduksi PMA. Apoptosis yang terjadi melibatkan peningkatan aktivasi reseptor Fas dan caspase-9. (5) Pada studi in vivo, quercetin meningkatkan sistem perbaikan DNA melalui PARP pada sel non-proliferatif, sedangkan pada sel proliferatif quercetin meniadakan sistem perbaikan DNA melalui PARP dan meniadakan proliferasi.

English Abstract

Cell develop homeostatic regulation that involve PARP and HSP-25 in survival mechanism to stress. In vitro study on cell culture is simple mechananism. Cellular homeostatic in vivo study is more complex and complicated. Based on that, it is need the combination study of the role of HSP-25 and PARP on cellular and organ level. The aim of this study is to observe the involvement of HSP-25 as survival mechanism and PARP (poly(ADP-ribose) polimerase) expression as DNA repairing system of cells and tissue treated with proliferatif and apoptotic inducer. In vivo study showed that PARP related to homeostatic regulation more than HSP-25 role. It is concluded that HSP-25 and PARP have no interactive role on homeostatic regulation depend on the complexity of the communication system. The research was carried out in vitro and in vivo. In vitro was done as follow. HeLa cells were cultivated as monolayers in DMEM (Dulbecco Minimum Essential Medium) supplemented with 10% (v/v) fetal calf serum (FCS) in 5% C02 atmosphere at 37°C. About 2x105 cells in 35 mm-diameter plastic dish were inoculated overnight before were maintained in 0,2% FCS medium for 24 hours to starvation. The medium was then replaced with fresh 10% FCS medium containing the compound to be tested (1) DMSO as control (2) PMA (200 ng/ml) (3) PMA (200 ng/ml) and quercetin 100pM (4) PMA (200 ng/ml) and quercetin 200 pM. This treatment was done for 1 and 2 days. Final concentration of DMSO used in cell culture were less than 1% (v/v). The parameters were measured is proliferation, apoptosis, expression of HSP-25, Fas receptor and caspase-9. Cell proliferation detecting was done using BrdU and anti-BrdU FITC-labeled on flowcytometer. Apoptosis was evaluated by staining cells with Annexin V-FITC Apoptosis Detection Kit on flowcytometer. Analysis of HSP-25 and caspase-9 was done with Western bloting. Analysis of Fas-receptor was done using anti-human APO-1/Fas PE-conjugated on flowcytometer. In vivo was done as describe below. Seven-day old female rat (Rattus norvegicus) were weekly injected (i.p.) benzapiren low dose 0,01 mg/g BW and high dose 0,1 mg/g BW. High dose benzapirene treatment rats were injected (i.p.) for a month (short-term exposure), for 3 months (long-term exposure). Quercetin 0,5 mg/kg BW was four-times injected (i.p.) weekly after benzapiren induction. Short term and long term benzapiren exposure was incubated respectively during 3 months and 1 week. The parameters that measured are proliferation, DNA repairing system, HSP-25, Fas-receptor and caspase-9 activity. Proliferation and DNA reapairing system assessment was examined by immunohistochemistry using antiPCNA and anti-PARP respectively. HSP-25, Fas-receptor and caspase-9 detection was done using Western bloting. The result of in vitro study was describe as follow. (1) PMA-treated cells significantly increased BrdU incorporate into DNA, whereas treatment of quercetin 200 pM for 2 days decreased BrdU incorporate on PMA-treated cells. The result shown that quercetin decreased proliferation on PMA-treated cells. (2)Treatment of the cells with 100 and 200 pM quercetin for 2 days induced apoptotic cells number about 90% of the cells treated with 200 pM quercetin for 3 days positively stained for FITC-labeled annexin V, whereas 36% in the un-treated cells, and 76 - 81% in the treatment of quercetin and PMA simultaneously. (3) The treatment of quercetin 100 pM on PMA-treated cells activated the synthesis of hsp25 and Fas-receptor expression. (4) Caspase-9 activation of the cells was also detected after treatment with quercetin 200 pM for 1 days. Quercetin and PMA treatment simultaneously was still induce caspase-9 activation slightly. These results demonstrate that quercetin per se can induce downstream apoptosis. Whereas on PMA treated-HeLa cells, quercetin still can induce apoptosis. In vitro study showed that HSP-25 expression related to survival mechanism more than as anti-apoptotic. The result of in vitro study was describe as follow. Our data indicated that quercetin can increase DNA repairing system of lung on short-term exposure of benzapiren. We found that Fas receptor was not influenced by quercetin.

Item Type: Thesis (Doktor)
Identification Number: -
Divisions: S2/S3 > Doktor Ilmu Kedokteran, Fakultas Kedokteran
Depositing User: Sugeng Moelyono
Date Deposited: 18 Jul 2024 06:59
Last Modified: 18 Jul 2024 06:59
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/223904
[thumbnail of SRI WIDYARTI.pdf] Text
SRI WIDYARTI.pdf

Download (22MB)

Actions (login required)

View Item View Item