Model Penyuluhan Pertanian Berbasis Gender dan Kearifan Lokal dalam Mewujudkan Kesejahteraan Rumah Tangga pada Masyarakat Suku Dayak Tunjung di Kecamatan Barong Tongkok Kabupaten Kutai Barat.

Norhadi, - and Prof. Dr. Ir. Yayuk Yuliati, MS and Prof. Dr. Ir. Kliwon Hidayat,, MS and Ir. Edi Dwi Cahyono,, M.Agr.Sc., MS., Ph.D (2024) Model Penyuluhan Pertanian Berbasis Gender dan Kearifan Lokal dalam Mewujudkan Kesejahteraan Rumah Tangga pada Masyarakat Suku Dayak Tunjung di Kecamatan Barong Tongkok Kabupaten Kutai Barat. Doktor thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Pengembangan masyarakat Suku Dayak Tunjung melalui upaya pemberdayaan nilai-nilai kearifan lokal dan tenaga kerja laki-laki dan perempuan yang bekerja sebagai petani. Penyuluh pertanian harus mampu membimbing petani, penyuluh juga memberikan motivasi, memberikan informasi dan meningkatkan kesadaran petani sehingga dapat mendorong minat belajarnya dalam menghadapi permasalahan di lapangan. Pemberdayaan melalui penyelenggaraan penyuluhan pertanian diperlukan untuk mengubah pola pikir, sikap dan perilaku untuk membangun kehidupan petani yang lebih baik secara berkelanjutan. Peran penyuluh pada dasarnya tidak hanya memperkenalkan teknologi pertanian kepada petani, tetapi juga meningkatkan kapasitas petani agar mampu menjalankan usahanya secara mandiri. Tujuan penelitian Mendeskripsikan proses penyuluhan pertanian dalam aktivitas perladangan berpindah, Mendiskripsikan kearifan lokal masyarakat Dayak Tunjung dalam berladang, Menganalisis aktivitas laki-laki dan perempuan dalam ladang berpindah, Menganalisis faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku petani dalam kegiatan ladang berpindah, Menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesejahteraan rumah tangga petani dalam kegiatan ladang berpindah, Merumuskan model penyuluhan pertanian berbasis gender dan kearifan lokal dalam mewujudkan kesejahteraan rumah tangga. Pendekatan gabungan (mixed method) dalam penelitian ini menggunakan desain sequential explanatory dimana urutan pertaman menggunakan metode kuantitatif, dan urutan kedua menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini menyatukan data kuantitatif dan data kualitatif agar memperoleh analisis yang lebih lengkap, sebagai sarana saling melengkapi antara metode, maksudnya peneliti mengharapkan hasil temuan dengan metode yang ada akan melengkapi dari metode lain sehingga temuan lebih bersifat komprehensif. Alasan lain adalah bahwa permasalahan dalam studi ilmu sosial (fenomena sosial) tidak semua bisa dijelaskan maupun dipecahkan penerapan analisis statistik saja sehingga mengharuskan penelitian menggunakan analisis kualitatif, dengan jumlah responden sebanyak 110 orangx petani peladang. Pengumpulan data dengan menggunakan angket atau daftar pertanyaan yang terkait dengan permasalahan yang akan diteliti. Pada penelitian ini, penulis akan mengelola data dengan cara memberikan penilaian terhadap instrumen atau angket yang disebarkan kepada responden dengan menggunakan skala likert. Alasan peneliti memilih menggunakan skala likert untuk memudahkan peneliti dalam mengukur kesetujuan dan ketidaksetujuan responden terhadap sesuatu objek. Model analisis data yang digunakan peneliti adalah model interaktif Miles, Huberman, dan Saldana (2014). Analisis kualitatif terdiri dari tiga alur aktivitas yang terjadi secara bersamaan, Analisis kualitatif tersebut adalah kondensasi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Teknik analisis ini digunakan untuk mengetahui peran perempuan di sektor publik dan domestik dengan menggunakan Analisis Harvard. Empat aspek yang digunakan dalam Analisis Harvard adalah aspek aktivitas, akses, kontrol dan manfaat, menggunakan data kuantitatif adalah analisis SEM dengan nama Generalized Structured Component Analysis (GSCA). Berdasarkan Hasil penelitian deskirptif menunjukan bahwa Faktor internal petani (umur petani berada dalam kategori dewasa, pendidikan formal dalam kategori sedang, pengalaman petani dalam kategori tinggi, luas lahan petani dalam kategori sedang, dan jumlah anggota keluarga dalam kategori sedang), faktor eksternal petani (ketersedian akses pasar, akses terhadap modal, dan akses terhadap teknologi dalam kategori rendah), peran penyuluh pertanian (edukator, motivator, innovator, dinamisator, fasilitator dalam kategori tinggi), karakteristik inovasi (keunggulan relatif, kompatibilitas, kesesuaian, dapat di amati dalam kategori rendah, sedangkan kerumitan dalam kategori tinggi), metode penyuluhan pertanian ( individu, massal, dan kelompok dalam kategori tinggi), perilaku petani (keterampilan, sikap dalam kategori rendah, dan pengetahuan dalam kategori sangat rendah), kesejahteraan rumah tangga (penghasilan yang diterima dan pendidikan dalam kategori rendah). Peran dan proses penyuluhan pertanian berbasis gender dan kearifan lokal dalam berladang, Penyuluhan pertanian yang berbasis gender mengakui peran dan kontribusi yang berbeda antara pria dan wanita dalam konteks pertanian. Dengan memahami perbedaan ini,xi penyuluhan dapat lebih efektif memenuhi kebutuhan dan aspirasi keduanya. Pemberdayaan perempuan dalam berladang menjadi kunci untuk meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan pertanian. Proses penyuluhan perlu mengintegrasikan kearifan lokal dalam praktek berladang. Ini mencakup pengetahuan tradisional, teknik pertanian lokal, dan adaptasi terhadap perubahan iklim yang telah terbukti efektif dalam suatu wilayah. Dengan memanfaatkan kearifan lokal, penyuluhan dapat membantu petani untuk tetap berkelanjutan dan menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang berubah. Proses penyuluhan perlu menjadi kolaboratif, melibatkan pria dan wanita dalam perumusan dan pelaksanaan program. Dengan cara ini, kebijakan dan praktek-praktek baru dapat lebih sesuai dengan kebutuhan lokal dan gender. Kolaborasi juga mendorong partisipasi aktif semua pihak, menciptakan iklim yang mendukung pertukaran pengetahuan dan pengalaman. Penyuluhan perlu mempertimbangkan aspek keberlanjutan lingkungan, termasuk konservasi tanah, air, dan sumber daya alam lainnya. Dengan memasukkan nilai-nilai kearifan lokal, penyuluhan dapat membantu petani mengelola sumber daya secara bijaksana, meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan, dan mendukung pertanian yang berkelanjutan. Penyuluhan tidak hanya tentang memberikan informasi, tetapi juga tentang mengembangkan kapasitas masyarakat untuk mengambil inisiatif dan membuat keputusan yang tepat. Dengan meningkatkan pemahaman dan keterampilan petani, penyuluhan dapat menciptakan dampak positif yang lebih berkelanjutan dalam jangka panjang. Strategi penyuluhan pertanian untuk mendukung upaya pelestarian kearifan lokal dalam berladang dan memperkuat peran perempuan dalam kegiatan pertanian, pentingnya Memahami Kearifan Lokal: strategi penyuluhan perlu dimulai dengan pemahaman mendalam terhadap kearifan lokal yang telah terbentuk dalam masyarakat berladang. Ini mencakup pengetahuan tentang teknik pertanian tradisional, pola tanam yang sesuai dengan ekosistem setempat, dan strategi adaptasi terhadap perubahan iklim. Mendorong Pendekatan Partisipatif: strategi penyuluhan harus melibatkan partisipasi aktif dari komunitas petani, khususnya melibatkan peran perempuan. Pendekatan partisipatif memungkinkan pertukaran pengetahuan dan pengalaman antar anggota komunitas, serta memastikan bahwa kebijakanxii dan praktek-praktek baru dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan nilai-nilai lokal. Pelatihan dan Pemberdayaan Perempuan: fokus strategi penyuluhan harus diberikan pada pelatihan dan pemberdayaan perempuan dalam kegiatan pertanian. Ini mencakup memberikan akses perempuan terhadap pendidikan pertanian, teknologi, dan sumber daya lainnya, serta memberikan dukungan untuk pengembangan keterampilan dan kepemimpinan perempuan dalam konteks pertanian. Penerapan Teknologi yang Sesuai: strategi penyuluhan juga harus mencakup pengenalan teknologi yang sesuai dengan konteks kearifan lokal. Ini termasuk pemanfaatan teknologi pertanian yang dapat meningkatkan produktivitas tanpa merusak nilainilai dan praktik tradisional. Pendekatan ini memungkinkan penyelarasan antara inovasi teknologi dengan kebijakan pelestarian kearifan lokal. Nilai-nilai lokal yang menjadi landasan dalam aktivitas berladang di masyarakat Dayak Keterkaitan dengan Alam: Masyarakat Dayak memiliki nilai-nilai yang kuat terkait dengan alam dan lingkungan. Berladang tidak hanya dipandang sebagai suatu pekerjaan, tetapi juga sebagai bentuk interaksi spiritual dengan alam. Nilai-nilai ini mencakup kepercayaan pada keseimbangan alam dan siklus hidup, yang memberikan pedoman bagi praktek berladang yang berkelanjutan. Kearifan Tradisional: Berladang dalam masyarakat Dayak didasarkan pada kearifan tradisional yang diwariskan dari generasi ke generasi. Teknik pertanian, pemilihan varietas tanaman, dan pola tanam didasarkan pada pengetahuan turuntemurun yang mencerminkan adaptasi terhadap lingkungan setempat. Nilai-nilai ini memperkuat identitas dan keberlanjutan berladang di komunitas Dayak. Pentingnya Kolektivitas: Berladang dalam masyarakat Dayak bukan hanya kegiatan individu, tetapi juga mencerminkan nilai kolektivitas. Kolaborasi antaranggota masyarakat, baik pria maupun wanita, sangat ditekankan. Nilai-nilai seperti gotong-royong dan saling membantu menjadi landasan yang kuat dalam praktek berladang, menciptakan ikatan sosial yang erat di antara komunitas. Keberlanjutan Generasi ke Generasi: Praktek berladang di masyarakat Dayak diarahkan pada keberlanjutan generasi ke generasi. Petani Dayak memahami pentingnya menjaga produktivitas lahan untuk anak cucu mereka. Ini tercermin dalam pemilihan teknik berladang yang tidak merusak ekosistem serta kebijakan penanaman kembali untukxiii memastikan keseimbangan alam terjaga. Sistem Kepercayaan dan Ritual: Aktivitas berladang di masyarakat Dayak tidak terlepas dari sistem kepercayaan dan ritual yang melibatkan upacara-upacara adat. Sebelum atau sesudah bercocok tanam, mereka sering mengadakan upacara untuk memohon restu dan perlindungan dari roh alam. Nilai-nilai spiritual ini memberikan dimensi tambahan pada aktivitas berladang, menjadikannya lebih dari sekadar tindakan praktis. Kearifan lokal dan peran perempuan dalam aktivitas ladang berpindah di masyarakat Dayak, Peran Sentral Perempuan dalam Berladang Berpindah: Perempuan di masyarakat Dayak memainkan peran sentral dalam aktivitas ladang berpindah. Dari persiapan lahan hingga proses panen, keterlibatan perempuan tidak hanya praktis tetapi juga mencerminkan kontribusi nyata terhadap keberlanjutan dan produktivitas ladang. Perempuan tidak hanya sebagai pelaku tetapi juga pemegang pengetahuan dan kearifan lokal yang mendalam. Keterlibatan perempuan sebagai Pengelola Sumber Daya dalam aktivitas ladang berpindah melibatkan manajemen sumber daya alam yang kompleks, dan perempuan Dayak memiliki peran utama dalam aspek ini. Dengan memahami kearifan lokal, perempuan membantu menjaga keseimbangan ekosistem dan menjadikan ladang berpindah sebagai sumber keberlanjutan bagi rumah tangga mereka. Pentingnya kesetaraan gender di dalam aktivitas ladang berpindah memastikan bahwa peran perempuan diakui, dihargai, dan diberdayakan dengan sebaik-baiknya. Kesetaraan gender bukan hanya berdampak pada kesejahteraan perempuan secara individual, tetapi juga pada kesejahteraan keseluruhan rumah tangga dan masyarakat. Kearifan lokal yang diterapkan dalam ladang berpindah tidak hanya memberikan hasil pertanian yang berkelanjutan tetapi juga menjaga identitas dan budaya masyarakat Dayak. Hal ini menciptakan modal kesejahteraan yang melibatkan aspek ekonomi, ekologi, dan budaya, sekaligus memastikan bahwa warisan tradisional tetap hidup di tengah perubahan zaman. Kesejahteraan rumah tangga dalam konteks ladang berpindah tidak hanya dilihat dari segi ekonomi. Konsep ini melibatkan keberlanjutan lingkungan, keharmonisan sosial, dan keseimbangan spiritual. Peran perempuan dan penerapan kearifan lokal membantu menciptakan kesejahteraan dalam rumah tangga dalam aktivitas pertanian

English Abstract

Development of the Dayak Tunjung Ethnic community through efforts to empower local wisdom values and male and female workers who work as farmers. Agricultural instructors must be able to guide farmers, instructors also provide motivation, provide information and increase farmers' awareness so that they can encourage their interest in learning. facing problems in the field. Empowerment through the implementation of agricultural extension is needed to change thought patterns, attitudes and behavior to build better lives for farmers in a sustainable manner. The role of extension workers is basically not only to introduce agricultural technology to farmers, but also to increase farmers' capacity so they are able to run their businesses independently. Research objectives: Describe the agricultural extension process in shifting cultivation activities, Describe the local wisdom of the Dayak Tunjung community in farming, Analyze the activities of men and women in shifting cultivation, Analyze what factors influence farmers' behavior in shifting cultivation activities, Analyze the factors what influences the welfare of farming households in shifting cultivation activities, formulating a model of genderbased agricultural extension and local wisdom in realizing household welfare. Combined approach (mixed method) in this research using designsequential explanatory where the first order uses quantitative methods, and the second order uses qualitative methods. This research combines quantitative data and qualitative data to obtain a more complete analysis, as a means of complementarity between methods, meaning that the researcher hopes that the findings using existing methods will complement those of other methods so that the findings are more comprehensive. Another reason is that not all problems in social science studies (social phenomena) can be explained or solved using statistical analysis alone, so the research requires using qualitative analysis, with a total of 110 agricultural farmers as respondents. Collecting data using a questionnaire or list of questions related to the problem to be researched. In this research, the author will manage data by providing an assessment of the instruments or questionnaires distributed to respondents using a Likert scale. The reason researchers chose to use a Likert scale was to make it easier forxvii researchers to measure respondents' agreement and disagreement with an object. The data analysis model used by researchers is the interactive model of Miles, Huberman, and Saldana (2014). Qualitative analysis consists of three activity streams that occur simultaneously. Qualitative analysis is data condensation, data presentation, and drawing conclusions. This analysis technique is used to determine the role of women in the public and domestic sectors using Harvard Analysis. The four aspects used in Harvard Analysis are activity, access, control and benefits aspects, using quantitative data is SEM analysis with the name Generalized Structured Component Analysis (GSCA). Based on the results of descriptive research, it shows that the farmers' internal factors (farmers' age is in the mature category, formal education is in the medium category, farmers' experience is in the high category, the farmer's land area is in the medium category, and the number of family members is in the medium category), the farmers' external factors (availability market access, access to capital, and access to technology in the low category), the role of agricultural instructors (educator, motivator, innovator, dynamist, facilitator in the high category), innovation characteristics (relative advantage, compatibility, appropriateness, can be observed in the low category , while complexity is in the high category), agricultural extension methods (individual, mass, and group in the high category), farmer behavior (skills, attitudes in the low category, and knowledge in the very low category), household welfare (income received and education in the low category). The role and process of gender-based agricultural extension and local wisdom in farming. Gender-based agricultural extension recognizes the different roles and contributions of men and women in the agricultural context. By understanding these differences, extension can more effectively meet the needs and aspirations of both. Empowering women in farming is the key to increasing agricultural productivity and sustainability. The extension process needs to integrate local wisdom into farming practices. This includes traditional knowledge, local farming techniques, and adaptation to climate change that have been proven effective in a region. By utilizing local wisdom, extension can help farmers to remain sustainable and adapt to changing environmental conditions. The extension process needs to be collaborative,xviii involving men and women in program formulation and implementation. In this way, new policies and practices can be better suited to local and gender needs. Collaboration also encourages active participation by all parties, creating a climate that supports the exchange of knowledge and experience. Extension needs to consider aspects of environmental sustainability, including conservation of land, water and other natural resources. By incorporating local wisdom values, extension can help farmers manage resources wisely, minimize negative impacts on the environment, and support sustainable agriculture. Extension is not only about providing information, but also about developing people's capacity to take initiative and make the right decisions. By increasing farmers' understanding and skills, extension can create a more sustainable positive impact in the long term. Agricultural extension strategies to support efforts to preserve local wisdom in farming and strengthen the role of women in agricultural activities, the importance of Understanding Local Wisdom: extension strategies need to start with a deep understanding of local wisdom that has been formed in farming communities. This includes knowledge of traditional farming techniques, cropping patterns appropriate to local ecosystems, and adaptation strategies to climate change. Encouraging a Participatory Approach: extension strategies must involve active participation from farming communities, especially involving the role of women. A participatory approach enables the exchange of knowledge and experience between community members, and ensures that new policies and practices can be adapted to local needs and values. Training and Empowerment of Women: the focus of extension strategies should be given to training and empowerment of women in agricultural activities. This includes providing women access to agricultural education, technology and other resources, as well as providing support for the development of women's skills and leadership in agricultural contexts. Application of Appropriate Technology: extension strategies must also include the introduction of technology that is appropriate to the local wisdom context. This includes the use of agricultural technology that can increase productivity without destroying traditional values and practices. This approach allows the alignment of technological innovation with local wisdom preservation policies.

Item Type: Thesis (Doktor)
Identification Number: 0624040003
Divisions: S2/S3 > Doktor Ilmu Pertanian, Fakultas Pertanian
Depositing User: Unnamed user with username nova
Date Deposited: 07 Aug 2024 04:49
Last Modified: 07 Aug 2024 04:49
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/222565
[thumbnail of DALAM MASA EMBARGO] Text (DALAM MASA EMBARGO)
nor hadi.pdf
Restricted to Registered users only

Download (16MB)

Actions (login required)

View Item View Item