Manajemen Lahan Agroforestri Sagu Berbasis Pengetahuan Ekologi Lokal Petani Sagu Papua

Wulandari, Diah Kartika and Prof. Ir. Kurniatun Hairiah, Ph.D. and Prof. Ir. Cahyo Prayogo,, SP., MP., Ph.D., (2023) Manajemen Lahan Agroforestri Sagu Berbasis Pengetahuan Ekologi Lokal Petani Sagu Papua. Magister thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Sagu merupakan salah satu tanaman endemik penghasil pati yang tumbuh dan berkembang biak secara alami di Kabupaten Sorong dan turun temurun keberadaannya dipertahankan untuk konsumsi oleh masyarakat suku Mooi. Sehingga dalam praktek manajemen lahan petani sagu mengandalkan pengetahuannya yang di dapat dari keluarga atau nenek moyangnya. Seiring berjalannya waktu pengetahuan ekologi lokal Petani sagu suku Moi ada yang tetap sesuai dengan pengetahuan tradisionalnya ataupun berubah mengikuti perkembangan zaman. Namun demikian dalam implementasinya terdapat kesenjangan antara pengetahuan ekologi lokal yang mereka terapkan dan pengetahuan ekologi modern. Sehingga pada penelitian ini hendak membandingkan Pengetahuan Ekologi Lokal (PEL) dan Pengetahuan Ekologi Modern (ilmiah) Agroforestri sagu. Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap kegiatan di 3 distrik penghasil sagu dari sistem agroforestri sagu di Distrik Makbon, Distrik Aimas, Distrik Mayamuk Kabupaten Sorong. Kegiatan 1: Pemahaman PEL tentang manajemen lahan terkait kualitas tanah, pengambilan data dilakukan dari februari – November 2021 di kampung Malaumkarta Distrik Makbon, Kelurahan Malawili Distrik Aimas, dan Kampung Jeflio di Distrik Mayamuk. Kegiatan 2: menganalisa contoh tanah yang diambil dari 3 jenis penggunaan lahan, (a) Hutan sagu alami (Low management), (b) Hutan sagu dipanen (Medium Management) (c) Agroforestri sagu (High Management) dan dikaitkan dengan efek management lahan yang telah dilakukan. Secara umum hasil wawancara dan observasi lapangan terhadap petani agroforestri sagu pada masyarakat adat Mooi Kabupaten Sorong ialah, (a) petani sagu meyakini tanah subur bagi sagu adalah yang dekat dengan sumber air (mata air, sungai, atau genangan air) dan berwarna hitam, (b) Perawatan dengan sistem organik, (c) ampas ella sagu cenderung diabaikan di lahan, (4) keberadaan hewan tanah dari kelas diplopoda (milipedes) cenderung diabaikan dan ulat sagu (Rhynchophorus sp.) sengaja ”diundang” pada batang pohon sagu yang tidak dimanfaatkan. Perbedaan ketiga lahan pada hutan sagu alami, Hutan sagu dipanen dan agroforestri sagu terletak pada penampakan pohon, manajamen pengelolaan jenis pohon, manajemen di dalam pengelolaan lahan seperti jarak tanam, pemangkasan tunas sagu, dan penumpukan ampas ella sehingga mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanahnya. Dan kadar nilai tertinggi C-organik, N,P,K, ada pada lahan hutan sagu dipanen.

English Abstract

Sago is an endemic starch-producing plant that grows and reproduces naturally in Sorong Regency and has been maintained for consumption by the Mooi tribe for generations. So, in land management practices, sago farmers rely on the knowledge they get from their family or ancestors. As time goes by, the local ecological knowledge of Moi tribe sago farmers remains true to their traditional knowledge or changes with the times. However, in their implementation, there is a gap between the local ecological knowledge they apply and modern ecological knowledge. So this research wants to compare Local Ecological Knowledge (PEL) and Modern Ecological Knowledge (scientific) of sago agroforestry. This research was carried out in 2 stages of activities in 3 sago producing districts from the sago agroforestry system in Makbon District, Aimas District, Mayamuk District, Sorong Regency. Activity 1: PEL's understanding of land management related to soil quality, data collection was carried out from February – November 2021 in Malaumkarta village, Makbon District, Malawili Village, Aimas District, and Jeflio Village in Mayamuk District. Activity 2: analyze soil samples taken from 3 types of land use, (a) Natural sago forest (Low management), (b) Harvested sago forest (Medium Management) (c) Sago agroforestry (High Management) and relate it to the effects of land management which has been done. In general, the results of interviews and field observations of sago agroforestry farmers in the Mooi indigenous community of Sorong Regency are, (a) sago farmers believe that fertile soil for sago is close to a water source (spring, river, or puddle) and is black in color, ( b) Treatment with an organic system, (c) sago ella dregs tend to be ignored on the land, (4) the presence of soil animals from the diplopoda class (milipedes) tends to be ignored and sago worms (Rhynchophorus sp.) are deliberately "invited" on sago tree trunks that are not utilized. The differences between the three lands in natural sago forests, harvested sago forests, and sago agroforestry lie in the appearance of the trees, management of tree species, management in land management such as plant spacing, pruning sago shoots, and accumulation of ella dregs, thus affecting the physical and chemical properties of the soil. And the highest levels of organic C, N, P, and K, are in harvested sago forest land.

Item Type: Thesis (Magister)
Identification Number: 0423040014
Divisions: S2/S3 > Magister Pengelolaan Tanah dan Air, Fakultas Pertanian
Depositing User: Unnamed user with username nova
Date Deposited: 02 Feb 2024 05:30
Last Modified: 02 Feb 2024 05:30
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/215579
[thumbnail of DALAM MASA EMBARGO] Text (DALAM MASA EMBARGO)
Diah Kartika Wulandari.pdf
Restricted to Registered users only

Download (6MB)

Actions (login required)

View Item View Item