Yobi, Indrajaya and Dr. Rachmi Sulistyarini, S.H., M.Hum and Dr. Hanif Nur Widhiyanti, S.H., M.Hum (2023) PEMBAGIAN HARTA BERSAMA DALAM PERCERAIAN PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF KEADILAN. Magister thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam kasus ini perkawinan yang dilakukan masuk dalam kategori perkawinan campuran, dimana menurut Pasal 57 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tersebut menyatakan bahwa yang dimaksud dengan perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Penulis mengangkat permasalahan terkait dengan apakah ketentuan Pasal 26 Undang-Undang Pokok Agraria memenuhi asas keadilan dalam pembagian harta bersama dalam perkawinan campuran. Dalam penelitian ini akan menggunakan kerangka teoritik sebagai landasan berfikir, teori yang digunakan adalah teori keadilan. Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu menggunakan penelitian normatif, dimana yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkajii norma hukum yang berlaku pada suatu masalah. Pada penelitian ini, penulis menggunakan dua macam pendekatan masalah, yaitu: pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Penelitian bahan hukum primer, sekunder, dan tersier dilakukan melalui studi kepustakaan (library research) dengan cara menghimpun semua peraturan perundang-undangan dan buku-buku. Semua data yang didapat dari perundang-undangan, teori dari buku, akan disusun secara sistematis agar mempermudah proses analisis. Data-data yang telah diperoleh peneliti diolah kemudian di analisis menggunakan metode deskriptif analisis melalui proses editing, proses tabulasi data primer, serta proses interpretasi dari data tersebut yang mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya dalam bentuk uraian kalimat Ketentuan Pasal 26 Undang-Undang Pokok Agraria tidak memenuhi asas keadilan dalam pembagian harta bersama dalam perkawinan campuran. Pada dasarnya Negara Indonesia memiliki kedaulan dalam membatasi hak milik atas tanah. Adapun timbul permasalahan yaitu ketika seorang Warga Negara Asing (WNA) tidak memiliki hak atas tanah karena tidak adanya atau terikat dengan perjajian kawin. Pasal 26 menjadikan WNA yang tidak terikat dengan perjanjian kawin dalam perkawinan campuran tidak diberikan hak atas tanah. Namun demikian seharusnya menurut ketentuan seperti waris, seharusnya seorang WNA tersebut miliki hak milik atas tanah dari harta bersama dan diberi batas waktu untuk segera untuk dilepaskan. Fakta tersebut membuktikan bahwa secara historis tidak ada yang salah namun dalam pemahaman pasal 26 seorang WNA tidak memiliki hak atas harta bersama berbeda dengan hak memiliki hak atas tanah. Seorang WNA tetap memiliki hak namun haknya tidak dapat dinikmati selamanya dan segera untuk melepaskan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 Pasal 70 (1) Warga negara Indonesia yang melaksanakan perkawinan dengan orang asing dapat memiliki ha katas tanah yang sama dengan warga negara Indonesia lainnya (2) Hak atas tanah yang dimaksud pada ayat (1) bukan merupakan harta bersama yang dibuktikan dengan perjanjian pemisahan harta antara suami dan istri yang dibuat dengan akta notaris.Jadi dapat dikatakan bahwa seorang WNA tetap memiliki hak waris terkait dengan keberadaan harta bersama, hal tersebut dikarenakan terdapat atau tidaknya perjanjian kawin tidak dapat menjadi penghalang bagi seseorang atas kepemilikan tanah, namun untuk WNA hak tersebut tidak dapat dinikmati selamanya sehingga harus melepas haknya tersebut.
English Abstract
Marriage is an inner and outer bond between a man and a woman as husband and wife with the aim of forming a happy and eternal family (household) based on the belief in One Almighty God. In this case the marriage entered into is in the category of mixed marriage, where according to Article 57 of Law Number 1 of 1974 it states that what is meant by mixed marriage is a marriage between two people who in Indonesia are subject to different laws, due to differences in nationality and wrongdoing. one party is an Indonesian citizen. The author raises a problem related to whether the provisions of Article 26 of the Basic Agrarian Law fulfill the principle of justice in the distribution of joint assets in mixed marriages. In this study will use a theoretical framework as a basis for thinking, the theory used is the theory of justice. The type of research used by the author is normative research, which is research focused on studying the legal norms that apply to a problem. In this study, the authors used two approaches to the problem, namely: statutory approach and conceptual approach. Research on primary, secondary and tertiary legal materials is carried out through library research by compiling all laws and regulations and books. All data obtained from legislation, theory from books, will be systematically arranged to facilitate the analysis process. The data that has been obtained by the researcher is processed and then analyzed using the descriptive method of analysis through the editing process, the process of tabulating primary data, as well as the process of interpreting the data which reveals a problem or situation or event as it is in the form of a description of the sentence The provisions of Article 26 of the Basic Agrarian Law do not fulfill the principle of justice in the distribution of joint assets in mixed marriages. Basically, the State of Indonesia has sovereignty in limiting land ownership rights. A problem arises, namely when a foreign citizen (WNA) does not have land rights because he does not exist or is bound by a marriage agreement. Article 26 stipulates that foreigners who are not bound by a marriage agreement in mixed marriages are not given land rights. However, according to provisions such as inheritance, a foreigner should have ownership rights to land from joint assets and be given a time limit for immediate release. This fact proves that historically there was nothing wrong but in the understanding of article 26 a foreigner does not have the right to joint property, unlike the right to have land rights. A foreigner still has rights, but his rights cannot be enjoyed forever and can be released immediately. Based on Government Regulation (PP) Number 18 of 2021 Article 70 (1) Indonesian citizens who carry out marriages with foreigners can have the same land rights as other Indonesian citizens (2) The land rights referred to in paragraph (1) are not is joint property as evidenced by an agreement on the separation of assets between husband and wife made with a notarial deed. So it can be said that a foreigner still has inheritance rights related to the existence of joint property, this is because whether or not a marriage agreement exists cannot be a barrier for someone to land ownership, but for foreigners this right cannot be enjoyed forever so they have to give up these rights.
Item Type: | Thesis (Magister) |
---|---|
Identification Number: | 042301 |
Divisions: | S2/S3 > Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum |
Depositing User: | Unnamed user with username verry |
Date Deposited: | 25 Jan 2024 04:02 |
Last Modified: | 25 Jan 2024 04:02 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/213985 |
Text (Dalam Masa Embargo)
Yobi Indrajaya.pdf Restricted to Registered users only until 31 December 2025. Download (3MB) |
Actions (login required)
View Item |