Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Perkara Tindak Pidana Korupsi Akibat Kerugian Negara Yang Terjadi Pada Bumn Persero Dan Anak Perusahaan Bumn

Siska Ambarwati and Dr. Yuliati,, S.H.,LL.M and Dr. Hanif Nur Widhiyanti,, S.H., M.Hum (2022) Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Perkara Tindak Pidana Korupsi Akibat Kerugian Negara Yang Terjadi Pada Bumn Persero Dan Anak Perusahaan Bumn. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Official URL: www.aging-us.com

Abstract

Tesis ini dilatar belakangi oleh adanya disharmonisasi peraturan perundang- undangan di Indonesia tentang konsep keuangan negara dan status anak perusahaan BUMN. Sehingga ada 2 rezim yang bertentangan terkait dengan konsepsi kekayaan negara yang dipisahkan pada BUMN sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Implikasinya, ketika terjadi kerugian pada BUMN Persero dan anak perusahaan BUMN, kerugian tersebut dianggap sebagai kerugian negara seperti pada beberapa kasus di Indonesia diantaranya adalah kasus yang terjadi pada direksi PT. Merpati Nusantara Airlines, PT. Indosat Mega Media, BPMigas, PT. Pupuk Kaltim, PT. Asuransi Jiwasraya, dan PT. Pertamina Hulu Energi. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: (1) Bagaimana pengaturan tentang konsep kekayaan negara yang dipisahkan pada BUMN dan konsep status anak perusahaan BUMN? (2) Apa dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana pada Putusan Nomor 41 PK/Pid.Sus/2015, Putusan Nomor 77 PK/PID.SUS/2015, Putusan Nomor 29/PID.SUS-TPK/2020/PT.DKI JKT, dan Putusan Nomor 03/PID.SUS-TPK/2021/PT.DKI serta tidak menjatuhkan pidana pada Putusan Nomor 121 k/Pid.Sus/2020 dan Putusan Nomor 1101 K/Pid.Sus/2020? (3) Bagaimana Mahkamah Agung memaknai kerugian yang dialami oleh BUMN (Persero) dan anak perusahaan BUMN sebagai kerugian negara? Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang- undangan dan pendekatan kasus. Bahan hukum yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Adapun hasil penelitian dari tesis ini ialah terdapat disharmonisasi tentang konsep keuangan negara yang dipisahkan pada BUMN dan status anak perusahaan BUMN. Harmonisasi dan sinkronisasi dilakukan untuk merawat konsistensi dan validitas norma dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Harmonisasi dan sinkronisasi hanya diatur pada tahap rancangan peraturan perundang-undangan. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana pada Putusan Nomor 41 PK/Pid.Sus/2015, Putusan Nomor 77/PK/Pid.Sus/2015, Putusan Nomor 29/PID.SUS-TPK/2020/PT.DKI JKT, dan Putusan Nomor 03/PID.SUS- TPK/2021/PT.DKI adalah terpenuhinya unsur-unsur yang terdapat dalam pasal 2 dan 3 UU Tipikor. Sedangkan dasar pertimbangan hakim dalam memutus bebas pada Putusan Nomor 1101 K/Pid.Sus/2020 dan memutus lepas Putusan Nomor 121 k/Pid.Sus/2020 adalah tidak terpenuhinya Pasal 2 dan 3 UU Tipikor. Mahkamah Agung memaknai kerugian yang dialami oleh BUMN persero dan sebagian kerugian yang dialami oleh anak perusahaan BUMN sebagai kerugian negara. Kerugian negara terjadi apabila direksi melakukan perbuatan melawan hukum atau meyalahgunakan kewenangan dan ada niat jahat (mens rea). Sedangkan, kerugian yang terjadi pada tataran pengeloaan berupa kesalahan/kelalaian berdasarkan tugas dan tanggungjawab disebut dengankerugian bisnis. Menurut prinsip pemisahan kekayaan (separate entity) dan tanggung jawab terbatas (limited liability), kerugian anak perusahaan bukan merupakan kerugian negara maupun kerugian BUMN. Namun, kerugian anak perusahaan BUMN dapat dinyatakan sebagai kerugian negara jika modal anak perusahaan BUMN berasal APBN atau penyertaan modal BUMN dan anak perusahaan BUMN tersebut menerima/menggunakan fasilitas negara. Apabila terbukti bahwa anak perusahaan BUMN menjalankan instruksi induk perusahaan yaitu BUMN Persero sehingga mengalami kerugian, maka BUMN Persero dapat dikenakan doktrin piercing the corporate veil dan bertanggungjawab atas kerugian yang dialami anak perusahaan BUMN.

English Abstract

This thesis departed from disharmony among statutory regulations in Indonesia regarding the concepts of state finances, losses, and the status of subsidiaries of State-owned Enterprises (henceforth referred to as BUMN). Two regimes stand separately regarding the concept of state assets in BUMN, and this separation leads to legal uncertainty. The loss faced by the BUMN Persero and the subsidiaries is taken as the loss of the state, as obvious in several cases of PT. Merpati Nusantara Airlines, PT. Indonesia Mega Media, BPMigas, PT. Pupuk Kaltim, PT. Asuransi Jiwasraya, and PT. Pertamina Hulu Energi. Departing from this issue, this research investigates: (1) How is the regulation regarding the concept of separated state assets in BUMN and the concept of the status of a subsidiary of BUMN? (2) what is the basic consideration of the judge in the sentence imposed under the issuance of Court Decision Number 41 PK/Pid.Sus/2015, Number 77 PK/Pid.Sus/2015, Number 29/Pid.SusTpk/2020/PT.DKI JKT, and Number 03/Pid.Sus-TPK/2021/PT.DKI and of not giving any sentence under Court Decision Number 121 k/Pid.Sus/2020 and Decision Number 1101 K/Pid.Sus/2020? (3) how does the Supreme Court define the loss faced by the BUMN (Persero) and their subsidiaries as the state loss? The research reveals there is disharmony about the concept of state finances that are separated from BUMN and the status of subsidiaries of BUMN. Harmonization and synchronization are carried out to maintain the consistency and validity of norms in the laws and regulations in Indonesia. Harmonization and synchronization are only regulated at the stage of drafting laws and regulations. The judge's basic consideration in delivering a sentence under Court Decision Number 41 PK/Pid.Sus/2015, Number 77 PK/Pid.Sus/2015, Number 29/Pid.SusTpk/2020/PT.DKI JKT, and Number 03/Pid.Sus-TPK/2021/PT.DKI is based on its relevance to the provisions outlined in Article 2 and 3 of Corruption Law, while the Court Decision Number 121 k/Pid.Sus/2020 and Decision Number 1101 K/Pid.Sus/2020 that released the defendants referred to the conditions that did not meet the provisions outlined in Article 2 and 3 of Corruption Law. The Supreme Court takes the loss faced by BUMN Persero and their subsidiaries as the loss of the state. This loss takes place when a director commits a tort or anything against the authority, with mens rea carried out therein. On the contrary, the loss at the management level refers to the glitches or negligence of tasks or responsibilities, also commonly referred to as business loss. In terms of the principle of asset separation and limited liabilities, the loss of the subsidiaries is not regarded as the loss of either the state or the BUMN. However, the loss experienced by the subsidiaries of BUMN can be regarded as the loss of the state if the capital of the subsidiaries was collected from State Budget or the equity participation of BUMN and the subsidiaries receives access to the state facilities. If the subsidiaries have been proven to do as instructed by BUMN Persero as the parent companies and it leads to loss, BUMN Persero is subject to piercing the corporate veil and they hold liable for the loss the subsidiaries have to take.

Item Type: Thesis (Sarjana)
Identification Number: 052301
Divisions: Fakultas Hukum > Ilmu Hukum
Depositing User: Pitoyo Widhi Atmoko
Date Deposited: 15 Feb 2024 03:06
Last Modified: 15 Feb 2024 03:06
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/212720
[thumbnail of DALAM MASA EMBARGO] Text (DALAM MASA EMBARGO)
212720 Siska ambarwati.pdf
Restricted to Registered users only until 31 December 2025.

Download (2MB)

Actions (login required)

View Item View Item