Konstitusionalitas Evaluasi Peraturan Daerah Pajak Dan Retribusi Daerah Dalam Pasal 99 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah

Ambarwati, Sinta Devi and Prof. Dr. Sudarsono,, S.H., M.S. and Dr. Shinta Hadiyantina,, S.H., M.H. (2022) Konstitusionalitas Evaluasi Peraturan Daerah Pajak Dan Retribusi Daerah Dalam Pasal 99 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah. Magister thesis, Universitas Brawijaya.

Official URL: www.aging-us.com

Abstract

Pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang selanjutnya disebut UU HKPD. Penulis menemukan fakta hukum bahwa dalam hal evaluasi terhadap Perda Pajak dan Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Perda PDRD, pemerintah pusat melalui menteri keuangan dan menteri dalam negeri melalui pasal 99 ayat (2) UU HKPD, diberikan wewenang untuk dapat menguji kesesuaian Perda PDRD Provinsi/Kabupaten/Kota yang telah berlaku dengan menggunakan beberapa indikator, salah satunya yakni ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Kewenangan yang diatur dalam Pasal 99 Ayat (2) UU HKPD tersebut secara langsung beririsan dengan Kewenangan Mahkamah Agung yang juga diatur secara konstitusional dalam Pasal 24A Ayat (1) UUD NRI 1945 yang memberikan kewenangan pengujian perda sebagai salah satu peraturan perundang-undangan yang kedudukannya berada dibawah undang-undang kepada Mahkamah Agung. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan penulis diatas, penulis merumuskan beberapa rumusan masalah: (1) Bagaimana konstitusionalitas evaluasi Perda PDRD dalam Pasal 99 Ayat (2) UU HKPD?, (2) Bagaimana Konsekuensi Hukum yang timbul dari adanya evaluasi Perda PDRD dalam Pasal 99 Ayat (2) UU HKPD?, (3) Bagaimana reformulasi terhadap evaluasi Perda PDRD yang ideal di Indonesia?. Penelitian ini merupakan penelitian Yuridis Normatif yang menggunakan beberapa pendekatan penelitian, meliputi: Pendekatan Perundang-Undangan, Pendekatan Analitis, dan Pendekatan Konseptual. Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dalam penelitian ini melipouti: (1) Ketentuan Pasal 99 Ayat (2) UU HKPD baik dari segi formil maupun materil dapat dikatakan inkonstitusional dengan UUD NRI 1945. (2) Keberlakuan Pasal 99 Ayat (2) UU HKPD menimbulkan beberapa Konsekuensi Hukum, antara lain: menimbulkan ketidakpastian hukum dalam aspek regulasi pengujian perda PDRD, dan menyebabkan adanya Dualisme Kewenangan pengujian perda PDRD pada aspek kelembagaan. (3) Reformulasi terhadap Konsep Evaluasi Perda PDRD yang ideal dalam UU HKPD dilakukan penulis dengan cara memberikan batasan yang jelas terhadap obyek yang dapat diawasi ataupun dievaluasi oleh pemerintah pusat di daerah yakni terbatas hanya pada rancangan perda PDRD saja bukan perda PDRD yang sudah berlaku mengikat. Jika perda PDRD itu sudah mengikat umum, maka sebaiknya yang menguji adalah Mahkamah Agung sebagai pihak ketiga yang sama sekali tidak terlibat dalam proses pembentukan perda PDRD yang bersangkutan.

English Abstract

This research studies Law Number 1 of 2022 concerning Financial Relations between the Central Government and Regional Governments (henceforth referred to as UU HKPD). This research has found that in terms of the evaluation of Regional Regulation concerning Regional Taxes and Levies (henceforth referred to as PDRD), the central government, Finance Minister, and Home Affairs Minister, under Article 99 Paragraph (2) of UU HKPD, are authorized to evaluate the relevance of the Regional Regulation concerning PDRD at provincial/regency/municipal levels according to several indicators such as higher legislative provisions. The authority governed in Article 99 Paragraph (2) of UU HKPD directly intersects with the authority of the Supreme Court constitutionally governed in Article 24A Paragraph (1) of the 1945 Constitution of Indonesia regarding the authority to review regional regulations under Laws or Acts to Supreme Court. Departing from the above issue, this research investigates: (1) how is the constitutionality of the evaluation of Regional Regulation concerning PDRD in Article 99 Paragraph (2) of UU HKPD? (2) what legal consequences may raise following this evaluation of the Regional Regulation concerning PDRD in Article 99 Paragraph (2) of UU HKPD? (3) How is the evaluation reformulated ideally in Indonesia? This research employed normative-juridical methods and statutory, analytical, and conceptual approaches. The research results conclude that: (1) The provision in Article 99 Paragraph (2) of UU HKPD, either in formal or material scopes, can be regarded as unconstitutional to the 1945 Constitution, (2) the enactment of Article 99 Paragraph (2) of UU HKPD triggers uncertainty of law in terms of the regulation concerning the review of perda PDRD and double authorities in the review of perda PDRD in an institutional scope, (3) the reformulation of the ideal concept of evaluating Perda PDRD as in UU HKPD can be given by setting clear scopes regarding the objects observed or reviewed by the Central Government in regional areas, where it should be restricted to only perda PDRD drafting, not the perda PDRD that has legal force. If the perda PDRD is binding in a general scope, it must be reviewed by Supreme Court as the third party that is not involved in the process of perda PDRD drafting.

Item Type: Thesis (Magister)
Identification Number: 042301
Divisions: Fakultas Hukum > Ilmu Hukum
Depositing User: Pitoyo Widhi Atmoko
Date Deposited: 24 Jan 2024 04:44
Last Modified: 24 Jan 2024 04:44
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/212718
[thumbnail of DALAM MASA EMBARGO] Text (DALAM MASA EMBARGO)
212718 Sinta Devi Ambarwati.pdf
Restricted to Registered users only until 31 November 2025.

Download (2MB)

Actions (login required)

View Item View Item