Pembentukan Pengaturan Batas Maksimum Residu Zat Ethylene Oxide Pada Bahan Tambahan Pangan Sebagai Perlindungan Konsumen (Studi Perbandingan Ketentuan Batas Maksimum Residu Zat Etilen Oksida Pada Bahan Tambahan Pangan Di Indonesia Dengan Korea Selatan Dan Uni Eropa)

Ismawan, Almira Thalysa and Dr. Djumikasih, S. H., M.Hum and Diah Pawestri, S.H., M.H., (2023) Pembentukan Pengaturan Batas Maksimum Residu Zat Ethylene Oxide Pada Bahan Tambahan Pangan Sebagai Perlindungan Konsumen (Studi Perbandingan Ketentuan Batas Maksimum Residu Zat Etilen Oksida Pada Bahan Tambahan Pangan Di Indonesia Dengan Korea Selatan Dan Uni Eropa). Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Pada penelitian ini penulis mengangkat permasalahan terkait ketidaklengkapan norma pada Pasal 9 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 Tentang Keamanan Pangan yang mengatur mengenai bahan tambahan pangan. Pemilihan isu hukum tersebut dilatarbelakangi oleh adanya pestisida etilen oksida yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pangan, namun apabila penggunaannya berlebihan dapat membahayakan konsumen sehingga melanggar hak konsumen sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, bahwa konsumen berhak atas hak keamanan, kenyamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang. Dengan demikian, sebagai bentuk perlindungan hukum bagi konsumen terhadap beredarnya pangan olahan yang mengandung etilen oksida sebagai zat tambahan pangan yang berlebihan maka perlu adanya aturan yang melengkapi Pasal 9 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 Tentang Keamanan Pangan dengan menambahkan etilen oksida sebagai kategori bahan tambahan pangan beserta maksimal penggunaannya. Berdasarkan hal tersebut diatas, skripsi ini mengangkat rumusan masalah: (1) Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen atas ketidaklengkapan norma di Indonesia terhadap beredarnya pangan yang mengandung zat etilen oksida sebagai zat tambahan pangan yang berlebihan? (2) Bagaimana konsep transplantasi hukum dari Regulation (EC) No 1333/2008 of The European Parliament And of The Council on Food Additives dan South Korean Positive List System ke peraturan Indonesia sebagai pembentukan peraturan mengenai batas maksimum penggunaan zat etilen oksida pada pangan? Kemudian penulisan skripsi ini menggunakan metode yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) dan Pendekatan Komparatif (Comparative Approach). Bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang diperoleh penulis akan dianalisis dengan menggunakan metode penafsiran sistematis, penafsiran gramatikal dan penafsiran komparatif. Dari hasil penelitian dengan metode diatas, Penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada bahwa berlandaskan Pasal 4 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Pasal 75 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan sehingga dapat dilakukan upaya hukum preventif dan represif. Perlindungan hukum secara preventif dapat menambahkan zat etilen oksida dalam kategori bahan pengental dan penstabil sebagai bahan tambahan pangan serta batas maksimum penggunaannya dalam lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan. Sedangkan, perlindungan hukum represif menurut Pasal 76 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan diberikan sanksi administratif bagi pelaku usaha yang menggunakan bahan tambahan pangan melampaui batas berupa denda, penghentian sementara produksi, penarikan pangan dari peredaran, ganti rugi dan/atau pencabutan izin. Selanjutnya, untuk mengisi ketidaklengkapan norma dapat mengadopsi South Korean Positive List System dengan pertimbangan sistem hukum yang sama serta berdasarkan prinsip As Low As Reasonably Achievable (ALARA).

English Abstract

In this study, the author raises problems related to the incompleteness of norms in Article 9 Paragraph (2) of Government Regulation Number 86 of 2019 concerning Food Safety which regulates food additives. The selection of legal issues was motivated by the presence of ethylene oxide pesticides that can be used as food additives, but if excessive use can endanger consumers so as to violate consumer rights as stipulated in Article 4 letter a of Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection, that consumers have the right to security, comfort and safety in consuming goods. Thus, as a form of legal protection for consumers against the circulation of processed foods containing ethylene oxide as an excessive food additive, it is necessary to have rules that complement Article 9 Paragraph (2) of Government Regulation Number 86 of 2019 concerning Food Safety by adding ethylene oxide as a category of food additives along with their maximum use. Based on the above, this thesis raises the formulation of the problem: (1) the legal protection for consumers concerning this incompleteness of the norm in Indonesia over the distribution of food products containing ethylene oxide as an excessive food additive? and (2) the transplantation of the law of the Regulation (EC) No 1333/2008 of the European Parliament and of the Council on Food Additives and South Korean Positive List System into the regulation in Indonesia to help set the regulation concerning the maximum limit of the use of ethylene oxide in food?. Then the writing of this thesis uses normative juridical methods with statute approach and comparative approach. The primary, secondary, and tertiary legal materials obtained by the author will be analyzed using systematic methods of interpretation, grammatical interpretation and comparative interpretation. From the results of research with the above method, the author obtained answers to existing problems that based on Article 4 letter a of Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection and Article 75 Paragraph (1) letter a of Law Number 18 of 2012 concerning Food so that preventive and repressive legal efforts can be carried out. Preventive legal protection can add ethylene oxide substances in the category of thickeners and stabilizers as food additives and the maximum limit of their use in the annex to Government Regulation Number 86 of 2019 concerning Food Safety. Meanwhile, repressive legal protection according to Article 76 paragraph (2) of Government Regulation Number 86 of 2019 concerning Food Safety is given administrative sanctions for business actors who use food additives beyond the limit in the form of fines, temporary suspension of production, withdrawal of food from circulation, compensation and/or revocation of permits. Furthermore, to fill the incompleteness of norms, it can adopt the South Korean Positive List System with consideration of the same legal system and based on the principle of As Low As Reasonably Achievable (ALARA).

Item Type: Thesis (Sarjana)
Identification Number: 052301
Divisions: Fakultas Hukum > Ilmu Hukum
Depositing User: Samuri
Date Deposited: 11 Jan 2024 04:16
Last Modified: 11 Jan 2024 04:16
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/208202
[thumbnail of DALAM MASA EMBARGO] Text (DALAM MASA EMBARGO)
Almira Thalysa.pdf
Restricted to Registered users only until 31 December 2025.

Download (2MB)

Actions (login required)

View Item View Item