Ratna Arassi, Reindah and Dr. Fahriyah,, SP., M.Si. and Condro Puspo Nugroho,, SP., MP. (2023) Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Tebu Sistem Bongkar Ratoon Pada Lahan Sawah Dan Tegal Di Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
RINGKASAN Reindah Ratna Arassi. 195040101111033. Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Tebu Sistem Bongkar Ratoon Pada Lahan Sawah Dan Tegal Di Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang. Dibawah bimbingan Dr. Fahriyah, SP., M.Si. dan Condro Puspo Nugroho, SP., MP. Produksi gula di Indonesia hanya 1,68% dan gula dikonsumsi 2,79%. Hal tersebut menunjukan konsumsi gula dua kali lebih banyak dibandingkan dengan kemampuan produksi. Pada tahun 2021 saja produksi gula nasional sebesar 2,3 juta ton sementara kebutuhan konsumsi gula pada tahun 2022 sebesar 7,9 juta ton berdasarkan data Departemen pertanian Amerika Serikat (2022). Salah satu persoalan yang ada adalah masih dominan petani melakukan keprasan (ratoon) yang frekuensinya melampaui rekomendasi teknis. Menurut Dewan Ketahanan Pangan (2006), hal tersebut membawa konsekuensi teknis yang serius yaitu pertanaman tebu masih didominasi varietas lama karena terhambatnya rehabilitasi varietas unggul baru, tanaman tebu mudah terserang hama penyakit seperti ratoon stunting disease (RSD) dan penyakit luka api (PLA), dan produktivitas dan kualitas tebu yang dihasilkan relatif rendah dibandingkan dengan tebu tanam baru atau bongkar ratoon. Usahatani tebu dapat dilakukan pada dua jenis lahan yang berbeda yaitu lahan sawah dan lahan tegalan. Perbedaan hanya terletak pada sistem perairan atau penyediaan air untuk tanaman tebu. Pengembangan usahatani tebu di Kecamatan Bululawang terdapat beberapa masalah diantaranya yaitu petani yang memiliki keterbatasan modal dan tidak akan mengalokasikan biaya yang lebih untuk usahataninya sehingga pengembangan usahatani tebu masih belum optimal terlihat dengan banyaknya petani melakukan keprasan dibandingkan tanam baru atau bongkar ratoon. Permasalahan tersebut juga menunjukan bahwa cara budidaya petani yang belum optimal. Petani cenderung menggunakan input yang berlebih dengan harapan menghasilkan produksi yang tinggi. Studi kelayakan usahatani tebu di Kecamatan Bululawang penting untuk dilakukan agar petani dapat mengelola dan mengalokasikan modal usahataninya dengan sesuai untuk memberikan manfaat secara ekonomi yang optimal. Analisis kelayakan finansial juga didukung dengan analisis sensitivitas untuk mengenalisis tingkat kepekaan usahatani terhadap ketidakpastian di masa datang serta melihat pengaruh perubahan parameter dalam aspek finansial seperti biaya produksi dan penurunan produksi yang terjadi dalam usahatani tebu di kecamatan Bululawang. Penelitian dilakukan di Desa Pringu, Sudimoro, dan Kasri yang berada di Kecamatan Bululawang Kabupaten Malang pada bulan September – Desember 2022. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan sampel yang dipilih secara purposive berdasarkan kriteria petani yang melakukan budidaya tebu dengan sistem bongkar ratoon. Metode yang digunakan adalah analisis cash flow untuk melihat arus uang masuk dan keluar dalam usahatani. Untuk menganalisis kelayakan finansial adalah menggunakan kriteria kelayakan investasi yaitu Net Present Value (NPV), B/C Ratio, Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Periode dengan Discount rate sebesar 6%. Kemudian juga dilakukan analisis sensitivitas untuk mengetahui kelayakan usahatani ketika terjadi perubahan pada harga input, harga output, dan harga upah tenaga kerja. ii Hasil penelitian berdasarkan analisis cashflow selama 4 kali keprasan usahatani tebu dengan sistem bongkar ratoon pada lahan sawah lebih menguntungkan daripada lahan tegal. Hal tersebut terlihat dari cashflow usahatani tebu pada lahan sawah selama 4 kali kepras antara lain biaya total sebesar Rp 206.098.538; penerimaan sebesar Rp 291.333.274; dan pendapatan sebesar Rp 85.234.735. Sedangkan pada lahan tegal biaya total sebesar Rp 219.647.241; penerimaan sebesar Rp 271.561.130; dan pendapatan sebesar Rp 51.913.889. Hasil analisis kelayakan finansial menunjukan usahatani tebu di Kecamatan Bululawang lebih layak pada lahan sawah. Hal ini terlihat dari nilai NPV sebesar 65.518.465; nilai IRR sebesar 46,98%; B/C ratio sebesar 1,35; dengan pengembalian modal selama 4 tahun. Sedangkan pada lahan tegal diperoleh hasil kelayakan finansial dari nilai NPV sebesar 35.598.550; nilai IRR sebesar 28,34%; B/C ratio sebesar 1,17; dan pengembalian modal selama 4 tahun 3 bulan. Analisis sensitivitas pada kenaikan harga pupuk sebesar 70% menunjukan bahwa meskipun terjadi kenaikan harga pupuk usahatani tebu bongkar ratoon kedua jenis lahan masih layak diusahakan dan mampu memberikan manfaat. Namun, hasil menunjukan lahan sawah tetap lebih layak terlihat dari nilai NPV sebesar 56.372.303; nilai IRR sebesar 43,35% dan B/C ratio sebesar 1,28. Sedangkan pada lahan tegal nilai NPV sebesar 17.134.882; IRR sebesar 16,07%; dan B/C ratio sebesar 1,07. Skenario kenaikan upah tenaga kerja 10% pada usahatani tebu bongkar ratoon pada lahan sawah dan tegal juga menunjukan hasil yang sama bahwa kedua jenis lahan masih layak untuk dijalankan namun lahan sawah lebih layak dibanding lahan tegal. Hal tersebut ditunjukan dengan nilai NPV sebesar 58.536.835; IRR sebesar 46,63; dan B/C ratio 1,30. Sedangkan pada lahan tegal nilai NPV sebesar 27.624.963; nilai IRR sebesar 23,15%; dan B/C ratio 1,14. Pada skenario penurunan harga jual sebesar 20% menunjukan bahwa usahatani tebu pada lahan sawah masih layak untuk diusahakan dengan nilai NPV sebesar 20.041.734; nilai IRR sebesar 20,26%; nilai B/C sebesar 1,10. Namun pada lahan tegal menjadikan usahatani tebu sistem bongkar ratoon tidak layak. Hal ini terlihat dari nilai NPV sebesar - 4.822.564; nilai IRR sebesar 2,91%; dan nilai B/C ratio 0,97. Berdasarkan evaluasi tersebut maka usahatani tebu dengan sistem bongkar ratoon pada lahan sawah layak untuk dikembangkan. Namun, usahatani tebu pada lahan tegal juga layak untuk diusahakan dan dikembangkan tetapi dengan melakukan penghematan biaya input seperti tenaga kerja. Petani juga harus memperhatikan kondisi penurunan harga jual produksi, pencegahan penurunan pendapatan dapat dilakukan dengan berfokus pada proses budidaya agar tidak terjadi penurunan produksi.
English Abstract
SUMMARY Reindah Ratna Arassi. 195040101111033. Financial Feasibility Analysis of Sugarcane Farming with Plant Cane System on Rice Fields and Dry Land in Bululawang District, Malang Regency. Under Advisory by Dr. Fahriyah, SP., M.Si. and Condro Puspo Nugroho, SP., MP. Sugar production in Indonesia is only 1.68%, while sugar consumption is 2.79%. This indicates that sugar consumption is twice as much as the production capacity. In 2021 alone, the national sugar production was 2.3 million tons, while the sugar consumption demand in 2022 was 7.9 million tons, based on data from the United States Department of Agriculture (2022). One of the issues is that farmers still predominantly practice ratoon cropping, which exceeds the recommended technical frequency. According to the Food Security Council (2006), this has serious technical consequences, such as the dominance of old sugarcane varieties in cultivation due to the hindered rehabilitation of new superior varieties, susceptibility of sugarcane plants to diseases like ratoon stunting disease (RSD) and cane fire blight (PLA), and relatively low productivity and quality of the resulting sugarcane compared to newly planted or replanted sugarcane. Sugarcane farming can be carried out on two different types of land, namely rice fields and dry fields. The difference lies in the water system or water provision for the sugarcane plants. The development of sugarcane farming in Bululawang Subdistrict faces several challenges, including farmers who have limited capital and are unwilling to allocate additional costs to their farming activities. As a result, the development of sugarcane farming is still not optimal, as evidenced by the prevalence of ratoon cropping compared to new planting or plant cane. These issues also indicate that farmers' cultivation practices are not yet optimal. Farmers tend to use excessive inputs in the hope of achieving high production. A feasibility study of sugarcane farming in Bululawang Subdistrict is important to enable farmers to manage and allocate their farming capital appropriately, in order to provide optimal economic benefits. Financial feasibility analysis should be supported by sensitivity analysis to assess the level of sensitivity of the farming activities to uncertainties in the future. This analysis should also consider the impact of changes in parameters such as production costs and decreases in production that may occur in sugarcane farming in Bululawang Subdistrict. The research was conducted in three villages, namely Pringu, Sudimoro, and Kasri, located in the Bululawang District, Malang Regency, from September to December 2022. This study employed a quantitative approach with purposive sampling, selecting farmers who cultivate sugarcane using the ratoon system as the criteria. The method used was cash flow analysis to examine the inflow and outflow of funds in sugarcane farming. Financial feasibility analysis was conducted using investment criteria such as Net Present Value (NPV), B/C Ratio, Internal Rate of Return (IRR), and Payback Period with a discount rate of 6%. Additionally, sensitivity analysis was performed to assess the feasibility of the farming enterprise when there are changes in input prices, output prices, and labor wages. iv The research results based on cash flow analysis over 4 cycles of sugarcane farming with the ratoon system in paddy fields are more profitable compared to upland fields. This is evident from the cash flow of sugarcane farming in paddy fields over 4 cycles, with total costs amounting to Rp 206,098,538; revenues amounting to Rp 291,333,274; and income amounting to Rp 85,234,735. Meanwhile, in upland fields, the total costs amounted to Rp 219,647,241; revenues amounted to Rp 271,561,130; and income amounted to Rp 51,913,889. The financial feasibility analysis shows that sugarcane farming in the Bululawang District is more feasible in paddy fields. This is evident from the NPV value of Rp 65,518,465; IRR value of 46.98%; B/C ratio of 1.35; with a return on investment within 4 years. On the other hand, in upland fields, the financial feasibility is reflected in the NPV value of Rp 35,598,550; IRR value of 28.34%; B/C ratio of 1.17; and return on investment within 4 years and 3 months. Sensitivity analysis on a 70% increase in fertilizer prices shows that even with the increase in fertilizer prices, both types of ratoon sugarcane farming are still feasible and beneficial. However, the results show that paddy fields remain more feasible, as seen from the NPV value of Rp 56,372,303; IRR value of 43.35%, and B/C ratio of 1.28. In contrast, in upland fields, the NPV value is Rp 17,134,882; IRR value is 16.07%; and B/C ratio is 1.07. The scenario of a 10% increase in labor wages for ratoon sugarcane farming in both paddy fields and upland fields also shows similar results that both types of fields are still feasible, but paddy fields are more feasible than upland fields. This is evident from the NPV value of Rp 58,536,835; IRR value of 46.63; and B/C ratio of 1.30 in paddy fields. In upland fields, the NPV value is Rp 27,624,963; IRR value is 23.15%; and B/C ratio is 1.14. In the scenario of a 20% decrease in selling prices, sugarcane farming in paddy fields is still feasible with an NPV value of Rp 20,041,734; IRR value of 20.26%; and B/C ratio of 1.10. However, in upland fields, ratoon sugarcane farming becomes not feasible. This is evident from the NPV value of Rp 4,822,564; IRR value of 2.91%; and B/C ratio of 0.97. Based on the evaluation, sugarcane farming with the ratoon system in paddy fields is feasible for development. However, sugarcane farming in upland fields is also feasible for cultivation and development, but cost savings on inputs such as labor should be considered. Farmers should also pay attention to the possibility of a decrease in selling prices of the produce. Preventing a decrease in income can be achieved by focusing on the cultivation process to avoid a decline in production.
Item Type: | Thesis (Sarjana) |
---|---|
Identification Number: | 052304 |
Divisions: | Fakultas Pertanian > Agribisnis |
Depositing User: | Unnamed user with username saputro |
Date Deposited: | 10 Jan 2024 01:07 |
Last Modified: | 10 Jan 2024 01:07 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/206936 |
Text (DALAM MASA EMBARGO)
Reindah Ratna Arassi.pdf Restricted to Registered users only until 31 December 2025. Download (3MB) |
Actions (login required)
View Item |