Prinsip Personalitas Keislaman Dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Menurut Sistem Hukum Nasional

Fitri, Devianty and Prof. Dr. Thohir Luth, and Dr. Sihabuddin, and Dr. Bambang Winarno, (2022) Prinsip Personalitas Keislaman Dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Menurut Sistem Hukum Nasional. Doktor thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, menganut asas atau Prinsip Personalitas KeIslaman. Merupakan asas khusus yang melekat pada undang-undang Peradilan Agama. Kata kunci dari asas ini adalah Keislaman. Tahun 2006 dilakukan perubahan terhadap UU No. 7 Tahun 1989, sehingga lahirnya paradigma baru tentang peradilan agama. Paradigma baru itu menyangkut yurisdiksinya, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 2 Undang Undang Perubahan Peradilan agama bahwa: Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Dalam disertasi ini terdapat problem filsafati; Hakikat Prinsip Personalitas Keislaman dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah. Problem teoritik; dengan masuknya orang orang non muslim berperkara di Peradilan Agama dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, mengakibatkan Prinsip Personalitas KeIslaman maknanya harus diperluas. Problem yuridis; Pasal 49 UU No. 3 Th 2006: Adanya penambahan kewenangan Pengadilan agama antara orang-orang yang beragama Islam dengan masuknya bidang ekonomi syari'ah. Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan diteliti adalah pertama; Apakah hakikat Prinsip Personalitas KeIslaman dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah? Kedua; Bagaimanakah perwujudan Prinsip Personalitas KeIslaman dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah? Metode penelitian yang digunakan untuk menguraikan rumusan masalah diatas adalah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan konsep, perundang- undangan, filsafat dan sejarah. Dari hasil analisis dan pembahasan masalah dalam disertasi ini, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: hakikat Prinsip Personalitas KeIslaman adalah hanya kepada mereka yang mengaku dirinya memeluk agama Islamlah yang berlaku dan yang dapat ditundukkan kepada kekuasaan Peradilan Agama. Sedangkan orang orang yang nonIslam, tidak berlaku dan tidak dapat dipaksakan untuk tunduk kepada kekuasaan Peradilan Agama tersebut. Dikaitkan dengan penyelesaian sengketa ekonomi syariah maka hakikat Prinsip Personalitas KeIslaman bermakna bahwa para pihak yang bersengketa haruslah beragama Islam, dengan perkara perdata yang menjadi sengketa adalah perkara-perkara yang sesuai dengan ketentuan Pasal 49 Undang-Undang Peradilan Agama serta hubungan hukum yang melandasi hubungan keperdataan tertentu tersebut berdasarkan Hukum Islam. Perwujudan Prinsip Personalitas KeIslaman dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama, terlihat dalam peraturan perundang- undangan yaitu Undang-Undang no. 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 dan jo Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama dan perubahannya. Bahwa dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah tidak vii membedakan antara orang Muslim dan nonMuslim. Sehingga para pihak yang berperkara di Pengadilan Agama adalah: antara sesama orang Muslim, antara Muslim dengan non-Muslim, dan antara Badan Hukum dengan Muslim atau nonMuslim. Sungguhpun begitu, meski para pihak tidak dibatasi agama nya, akan tetapi untuk hakim yang menyelesaikan perkara tersebut haruslah beragama Islam. Adapun novelty yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu harus ada pengaturan perluasan makna dari Prinsip Personalitas KeIslaman didalam Undang-Undang Peradilan Agama. Rekomendasi dari penulis Prinsip Personalitas KeIslaman dalam Pengadilan Agama harus di perluas maknanya karena kewenangan Pengadilan Agama bertambah dengan di undangkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006. Dengan demikan Pasal 1 angka 1 UU Peradilan Agama harus diubah dengan menambahkan “… dan untuk orang-orang yang menundukkan diri terhadapnya”. Serta didalam penjelasan pasal agar di tambahkan kalimat “bahwa penundukan diri ini hanya terbatas pada bidang ekonomi syariah, tidak berlaku pada bidang lainnya”. Terkait dengan perilaku syariah di dalam badan hukum syariah, agar dibuat pengaturan dalam undang-undang mengenai jabatan tertentu di dalam suatu badan hukum yang memakai bendera syariah haruslah seseorang yang beragama Islam, seperti jabatan sebagai Dewan Pengawas, sehingga kesyariahan suatu produk yang dihasilkan oleh badan hukum tersebut bisa terjaga. Di samping itu turut merekomendasikan pembentukan pengadilan khusus ekonomi syariah di lingkungan Peradilan Agama

English Abstract

Law No. 7 of 1989 concerning Religious Courts, adheres to the principle or Principles of Islamic Personality. This is a special principle attached to the Law on Religious Courts. The key word of this principle is Islam. In 2006 changes were made to Law no. 7 of 1989, resulting in the birth of a new paradigm of religious justice. The new paradigm concerns its jurisdiction, as emphasized in Article 2 of the Law on Amendment to the Religious of Court that: The Religious Courts are one of the actors of judicial power for the people who seek justice who are Muslim regarding certain cases as referred to in this law. In this dissertation there are philosophical problems; The Nature of the Principles of Islamic Personality in the Settlement of Islamic Economic Disputes. Theoretical problems; With the inclusion of non-Muslims in litigation in the Religious Courts and Alternative Dispute Resolution, the meaning of the Islamic Personality Principle has to be expanded. juridical problems; Article 49 of Law no. 3 Year 2006: There was an increase in the authority of the religious court between people who are Muslim with the entry of the field of sharia economics. Based on the above background, the problems to be studied are first; What is the essence of the Islamic Personality Principle in the settlement of sharia economic disputes? Second; How is the embodiment of the Islamic Personality Principle in the settlement of sharia economic disputes? The research method used to describe the formulation of the problem above is a normative juridical research approach to concepts, legislation, philosophy and history. From the results of the analysis and discussion of the problems in this dissertation, the following conclusions are drawn: the essence of the Islamic Personality Principle is that only those who claim to be embracing the religion of Islam apply and who can be submitted to the authority of the Religious Courts. Meanwhile, non-Muslims are not valid and cannot be forced to submit to the authority of the Religious Courts. Associated with the settlement of sharia economic disputes, the essence of the Islamic Personality Principle means that the parties to the dispute must be Muslim, with civil cases being disputed are cases that are in accordance with the provisions of Article 49 of the Law on Religious Courts and legal relations that underlie certain civil relations. is based on Islamic Law. The embodiment of the Islamic Personality Principle in the settlement of sharia economic disputes in the Religious Courts, can be seen in the legislation, namely Law no. 7 of 1989 in conjunction with Law no. 3 of 2006 and in conjunction with Law no. 50 of 2009 concerning the Religious Courts and its amendments. That in the settlement of sharia economic disputes it does not differentiate between Muslims and non-Muslims. So that the litigants in the Religious Courts ix are: between fellow Muslims, between Muslims and non-Muslims, and between legal entities and Muslims or non-Muslims. Even so, even though the parties are not limited by religion, the judge who resolves the case must be Muslim. The novelty found in this research is that there must be a regulation on the expansion of the meaning of the Islamic Personality Principle in the Law on Religious Courts. The recommendation from the author of the Principles of Islamic Personality in the Religious Courts must be expanded in meaning because the authority of the Religious Courts was increased by the enactment of Law Number 3 of 2006. Thus, Article 1 point 1 of the Law on Religious Courts must be amended by adding “… and for those who submit to it." As well as in the explanation of the article to add the sentence "that this submission is only limited to the field of Islamic economics, does not apply to other fields". Related to sharia behavior in sharia legal entities, in order to make arrangements in the law regarding certain positions in a legal entity that uses the sharia flag, a person who is Muslim must be a Muslim, such as a position as a Supervisory Board, so that the sharia of a product produced by a legal entity can be maintained. In addition, also recommended the establishment of a special sharia economic court within the Religious Courts.

Other obstract

-

Item Type: Thesis (Doktor)
Identification Number: 0622010006
Uncontrolled Keywords: Prinsip Personalitas, Ekonomi Syariah, Penyelesaian Sengketa, Personality Principle, Sharia Economics, Dispute Resolution
Subjects: 300 Social sciences > 340 Law
Divisions: S2/S3 > Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Depositing User: Nur Cholis
Date Deposited: 18 Aug 2023 06:46
Last Modified: 18 Aug 2023 06:46
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/202526
[thumbnail of DALAM MASA EMBARGO] Text (DALAM MASA EMBARGO)
Devianty Fitri.pdf
Restricted to Registered users only until 31 December 2024.

Download (3MB)

Actions (login required)

View Item View Item