Huda, Samsul and Dr. Bambang Sugiri and Dr. Nurini Aprilianda and Dr. Heru R. Hadi (2023) Rekonstruksi Delik Perintang Proses Peradilan (Obstruction Of Justice) Dalam Tindak Pidana Korupsi. Doktor thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Korupsi adalah tindak pidana khusus, dikualifikasi sebagai kejahatan biasa (ordinary crime) namun harus diberantas dengan cara-cara yang luar biasa (extra ordinary measure). Bukan hanya caranya saja yang luar biasa namun juga dibentuk lembaga yang memiliki kewenangan luar biasa, karena sudah menjadi penyakit masyarakat secara sistemik dan sistematis. Korupsi awalnya hanya perilaku kaum elit (white collar crime), baik karena kekuasaan, kewenangan atau kekayaannya, sudah bergeser menjadi perilaku masyarakat biasa (blue collar crime), bahkan dianggap sebagai sebuah kebiasaan menjurus ke budaya (kultur). Pelaku dan perilaku korupsi sudah berkelindan antara elit dan masyarakat biasa, sehingga perlu kerja keras dan kerja cerdas untuk mencegah atau memberantasnya. Kriminalisasi tindak pidana “perintang proses peradilan” atau yang dikenal dengan “obstruction of justice” adalah salah satu cara memberantas korupsi dengan cara yang luar biasa. Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut Undang-Undang Tipikor) sudah mengaturnya, namun perlu dipertegas dan diperjelas dengan rumusan norma yang terkandung dalam Article 25 UNCAC 2003, sebagai konsekwensi ratifikasi UNCAC 2003 melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Ratifikasi UNCAC 2003, termasuk menyelaraskan dengan peraturan perundang-undangan tindak pidana khusus lainnya, untuk mengurangi disparitas, baik dari sisi rumusan maupun ancaman pidananya. Penelitian disertasi ini mengangkat tiga isu hukum yakni dasar filosofis perintang proses peradilan (obstruction of justice) sebagai tindak pidana korupsi dan pertanyaan yuridis serta sosiologis mengapa delik perintang proses peradilan (obstruction of justice) dikualifikasi sebagai tindak pidana korupsi, yang terindikasi multi tafsir karena rumusan normanya terlalu umum dan kabur (vague norm). Ketiga isu hukum tersebut kemudian dijabarkan dalam tiga rumusan masalah, yakni; apa makna dan hakekat delik perintang proses peradilan (obstruction of justice) dalam tindak pidana korupsi, mengapa diperlukan rekonstruksi delik perintang proses peradilan (obstruction of justice) serta bagaimana merekonstruksi pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi agar berkepastian hukum dan memenuhi rasa keadilan masyarakat. Tujuan penelitian untuk mendapatkan formula baru dengan jalan merekonstruksi rumusan norma yang ada berdasarkan isu hukum diatas, kemudian melakukan sinkronisasi dan harmonisasi antara norma yang sudah diatur dalam hukum positif tersebut dengan norma baru yang diatur dalam Article 25 UNCAC 2003, untuk menghindari kesalahan persepsi dalam pelaksanaannya.
Item Type: | Thesis (Doktor) |
---|---|
Identification Number: | 0622010005 |
Subjects: | 300 Social sciences > 340 Law |
Divisions: | Fakultas Hukum > Ilmu Hukum |
Depositing User: | Nur Cholis |
Date Deposited: | 26 May 2023 02:31 |
Last Modified: | 26 May 2023 02:31 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/200404 |
![]() |
Text
Samsul Huda.pdf Download (2MB) |
![]() |
Text (DALAM MASA EMBARGO)
Samsul Huda.pdf Restricted to Registered users only until 31 December 2024. Download (2MB) |
Actions (login required)
![]() |
View Item |