Haris, Ivo Junia Imako and Dr. Siti Hamidah and Dr. Nur Chanifah (2022) Kedudukan Anak Pada Perkawinan Rusak (Fasid) Dalam Hal Penetapan Hak Waris Sebagai Upaya Untuk Kepastian Hukum. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Dalam rangka memberikan kepastian hukum terhadap status hukum serta hak-hak dari kedua orang tuanya akibat dari perkawinan yang rusak (fasid) ditetapkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010. Terhadap ketentuan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUUVIII/ 2010 memunculkan implikasi berupa konflik norma dengan ketentuan Pasal 186 Kompilasi Hukum Islam dalam hal mewaris bagi anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah termasuk perkawinan rusak (fasid). Adanya implikasi terhadap ketentuan tersebut menghadirkan pandangan yang berbeda (multitafsir) bagi hakim dalam menetapkan pengesahan asal usul anak, sehingga dengan hal yang demikian tidak dapat memberikan kepastian hukum bagi anak yang dilahirkan dari perkawinan yang rusak (fasid) baik dalam hal status hukum maupun hak keperdataan anak tersebut. Hal ini terlihat jelas dari 2 (dua) contoh penetapan pengadilan agama dalam hal pengesahan asal usul anak, yakni Penetapan Pengadilan Agama Kotabaru Nomor 78/Pdt.P/2019/PA.Ktb dan Penetapan Pengadilan Agama Penajam Nomor 140/Pdt.P/2019/PA.Pnj yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep dan juga menggunakan teknik analisis interpretasi sistematis dengan mengunakan teori kepastian hukum dan teori maslahah dalam maqashid syariah dalam menganalisis permasalahan terkait dengan bagaimana kedudukan anak pada perkawinan rusak (fasid) dalam hal penetapan hak waris sebagai upaya untuk kepastian hukum?. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis dalam tesis ini, dapat disimpulkan bahwa Kedudukan anak pada perkawinan rusak (fasid) dalam hal penetapan hak waris adalah berstatus hukum anak luar kawin. Terhadap status hukum anak luar kawin dari perkawinan rusak (fasid) ini memiliki hubungan keperdataan dengan ibu dan keluarga ibunya serta dengan ayah dan keluarga ayahnya berdasarkan Putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010 dibuktikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yaitu menggunakan tes DNA yang mana sejalan dengan prinsip hifz al-nasl (memelihara nasab). Pembuktian Anak luar kawin dari perkawinan yang rusak (fasid) melalui penetapan pengesahan asal usul anak yang menjadikan anak luar kawin tersebut memiliki hak-hak keperdataannya khususnya dalam hal mewaris. Hak mewaris bagi anak luar kawin dari perkawinan yang rusak (fasid) dapat berupa pemberian hibah wasiat terhadap harta warisan ayahnya yang tidak melebihi 1/3 bagian dengan didasari adanya hubungan darah dan/atau nasab dari ayah biologisnya dan keluarga ayah biologisnya.
English Abstract
In order to provide legal certainty regarding the legal status and rights of both parents as a result of a broken marriage (fasid) the Constitutional Court Decision Number 46/PUU-VIII/2010 was stipulated. Regarding the provisions in the Constitutional Court Decision Number 46/PUU-VIII/2010 it raises implications in the form of conflicting norms with the provisions of Article 186 Compilation of Islamic Law in terms of inheritance for children born outside of legal marriage including broken marriages (fasid). The implications of these provisions present different views (multiple interpretations) for judges in determining the validation of the origin of children, so that in this way they cannot provide legal certainty for children born from broken marriages (fasid) both in terms of legal status and civil rights. the child. This can be seen clearly from 2 (two) examples of religious court rulings in terms of validating the origin of children, namely Kotabaru Religious Court Decree Number 78/Pdt.P/2019/PA.Ktb and Penajam Religious Court Decree Number 140/Pdt.P/2019 /PA.Pnj used in this study. This research is normative legal research using statutory and conceptual approaches and also using systematic interpretation analysis techniques using legal certainty theory and maqasid sharia theory in analyzing issues related to how the position of children in broken marriages (fasid) in terms of determining inheritance rights as an effort for legal certainty?. Based on the results of research and analysis in this thesis, it can be concluded that the position of children in broken marriages (fasid) in terms of determining inheritance rights is the legal status of children out of wedlock. Regarding the legal status of children out of wedlock from broken marriages (fasid), they have civil relations with the mother and the mother's family as well as with the father and the father's family based on the Constitutional Court
Item Type: | Thesis (Sarjana) |
---|---|
Identification Number: | 0422010012 |
Subjects: | 300 Social sciences > 340 Law |
Divisions: | Fakultas Hukum > Ilmu Hukum |
Depositing User: | Nur Cholis |
Date Deposited: | 25 May 2023 02:00 |
Last Modified: | 25 May 2023 02:00 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/200280 |
![]() |
Text (DALAM MASA EMBARGO)
Ivo Junia Imako Haris.pdf Restricted to Registered users only until 31 December 2024. Download (1MB) |
Actions (login required)
![]() |
View Item |