Eksistensi Biarawati Dan Tradisi Kematian Konghucu: Sebuah Kajian Perubahan Praktik Dan Kepercayaan Pada Komunitas Tionghoa Di Kota Malang

Evelinus, Boas Imanuel and Nindyo Budi Kumoro, M.A (2023) Eksistensi Biarawati Dan Tradisi Kematian Konghucu: Sebuah Kajian Perubahan Praktik Dan Kepercayaan Pada Komunitas Tionghoa Di Kota Malang. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Tulisan ini berfokus pada eksistensi biarawati Konghucu yang disebut dengan Cai Ci dalam bahasa sehari-hari di kalangan masyarakat Tionghoa Khek. Terminologi lain juga menyebut Cai Ci sebagai Caigu (菜姑), Zhai Ji (齋姐) yang berarti perempuan vegetarian. Penelitian ini akan mengambil studi kasus Kota Malang karena Kota Malang memiliki sejarah yang penting dalam migrasi penduduk Tionghoa ke Jawa Timur. Di Kota Malang juga ditemui pecinan yang dekat dengan Pasar Besar yang merupakan pusat ekonomi di Kota Malang. Sebuah Klenteng Eng An Kiong yang merupakan hasil karya Letnan Kwee Sam Hway merupakan titik awal masuknya etnis Tionghoa di Kota Malang. Klenteng yang masih berdiri dan beroperasi ini menjadi salah satu lokasi yang pencarian data yang strategis. Data Badan Pusat Statistik Kota Malang tahun 2017-2018 menunjukan sebanyak 256 jiwa yang beragama Konghucu. Pada tahun 2019 angka ini mengalami penurunan yang cukup drastis hingga menyentuh angka 164 jiwa, dan 251 jiwa pada tahun 2020, serta 243 jiwa di tahun 2021. Penelitian serta tulisan ini mencoba untuk menyajikan kenyataan yang ada di lingkungan sosial kita, dimana para wanita yang tadinya memilih untuk hidup selibat kini mengalami pengurangan peminat dari enam orang kini hanya menyisakan satu orang Cai Ci dan satu orang Pandita (orang yang mengajari Cai Ci) dan hanya melayani pelayanan doa saja. Penelitian ini akan mencari tahu tentang seberapa pentingnya Cai Ci, alasan hilangnya eksistensi Cai Ci dan tidak terjadinya regenerasi, dan melihat hubungan antara kebijakan Orde Baru dengan eksistensi Konghucu pada masa ini. Penelitian ini akan dilakukan dengan metode observasi lapangan, wawancara mendalam, dan studi pustaka. Untuk mendukung metode tersebut, penulis memperoleh data sekunder melalui cerita-cerita anggota keluarga yang pernah memakai jasa Cai Ci. Untuk pemilihan informan, peneliti memilih Pandita Cai Ci yang berada di Kota Malang. Selain itu, peneliti juga merujuk pada orang-orang yang memiliki kaitan dengan agama Konghucu, seperti: Bhante (pendeta untuk agama Konghucu) di Klenteng Eng An Kiong, yayasan rumah duka, dan masyarakat beretnis Tionghoa baik yang beragama Konghucu maupun yang bukan beragama Konghucu. Secara keseluruhan tulisan ini akan membantu pembaca dalam memahami alasan terancamnya eksistensi kebudayaan Tionghoa yakni ritual kematian dengan Cai Ci yang memiliki kaitan dengan politik Orde Baru.

English Abstract

This paper focuses on the existence of a Confucian nun who is called Cai Ci in everyday language among the Chinese Khek community. Other terminology also refers to Cai Ci as Caigu (菜姑), Zhai Ji (齋姐) which means vegetarian woman. This research will take the case study of Malang City because Malang City has an important history in the migration of Chinese population to East Java. In Malang City there are Chinatowns which are close to Pasar Besar which is the economic center in Malang City. An Eng An Kiong Temple which was the work of Lieutenant Kwee Sam Hway was the starting point for the entry of ethnic Chinese in Malang City. The temple, which is still standing and operating, is one of the strategic locations for searching data. Data from the Central Bureau of Statistics for the City of Malang for 2017-2018 shows that as many as 256 people are Confucianists. In 2019 this number has decreased quite drastically to reach 164 people, and 251 people in 2020, and 243 people in 2021. This research and writing try to present the reality that exists in our social environment, where women who were choosing to live a celibate life has now experienced a reduction in enthusiasts from six people now leaving only one Cai Ci person and one Pandita (person who teaches Cai Ci) and only serves prayer services. This research will find out how important Cai Ci is, the reasons for the loss of Cai Ci's existence and no regeneration occurring, and look at the relationship between New Order policies and the existence of Confucianism at this time. This research will be conducted using field observation methods, in-depth interviews, and literature study. To support this method, the authors obtained secondary data through stories of family members who had used Cai Ci's services. For the selection of informants, the researcher chose Pandita Cai Ci who was in Malang City. In addition, the researcher also refers to people who are related to the Confucian religion, such as: Bhante (a priest for the Confucian religion) at Eng An Kiong Temple, funeral home foundations, and ethnic Chinese people, both those who are Confucian and those who are not. Overall, this paper will help readers understand the reasons for the threat of the existence of Chinese culture, namely the death ritual with Cai Ci which has a connection with New Order politics.

Item Type: Thesis (Sarjana)
Identification Number: 0523120005
Uncontrolled Keywords: Eksistensi, Etnis Tionghoa, Konghucu, Cai Ci (zhaijie 齋姐), Orde Baru, Existence, Ethnic Chinese, Confucianism, Cai Ci (zhaijie 齋姐), New Order
Subjects: 300 Social sciences > 301 Sociology and anthropology
Divisions: Fakultas Ilmu Budaya > Antropologi Budaya
Depositing User: soegeng sugeng
Date Deposited: 08 May 2023 07:05
Last Modified: 08 May 2023 07:05
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/198943
[thumbnail of DALAM MASA EMBARGO] Text (DALAM MASA EMBARGO)
Boas Imanuel Evelinus.pdf
Restricted to Registered users only until 31 December 2025.

Download (2MB)

Actions (login required)

View Item View Item