Josephine, Angela (2022) Urgensi Legalisasi Ganja Medis Sebagai Obat Bagi Penderita Epilepsi. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Pada skripsi ini, penulis mengangkat permasalahan Urgensi Legalisasi Ganja Medis Sebagai Obat bagi Penderita Epilepsi. Pilihan tema tersebut dilatarbelakangi oleh adanya penderita epilepsi yang menggunakan ganja sebagai obat alternatif untuk mengobati penyakit epilepsi. Ganja dipilih sebagai obat alternatif dikarenakan obat epilepsi konvensional yang diresepkan oleh dokter tidak ampuh lagi untuk mengobati penyakit epilepsi sehingga para penderita epilepsi pun mengalami kegagalan pengobatan. Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) dan Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Indonesia tidak memperkenankan penggunaan narkotika golongan I seperti ganja dalam ranah pelayanan kesehatan dan atau terapi (pengobatan). Padahal, berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, salah satu tujuan dari dibentuknya regulasi narkotika Indonesia adalah hadirnya jaminan akan ketersediaan narkotika bagi pelayanan kesehatan. Selain itu, dalam ranah internasional, Konvensi Tunggal tentang Narkotika 1961 melalui World Health Organization (WHO) telah melegalkan penggunaan ganja untuk keperluan pengobatan bagi negara yang telah meratifikasi konvensi tersebut. Berdasarkan hal tersebut diatas, karya tulis ini mengangkat rumusan masalah: (1) Apakah yang menjadi urgensi dari legalisasi ganja medis sebagai obat bagi penderita epilepsi? (2) Bagaimana pengaturan hukum di masa yang akan datang terkait penggunaan ganja sebagai obat bagi penderita epilepsi? Kemudian penulisan karya tulis ini menggunakan metode yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan, pendekatan perbandingan, dan pendekatan konseptual. Bahan hukum yang diperoleh penulis akan dianalisis dengan menggunakan teknis analisis deskriptif dengan intepretasi sistematis, teleologis dan multidisipliner. Dari hasil penelitian dengan metode tersebut, jawaban atas rumusan masalah adalah ganja medis urgen atau penting untuk dilegalkan sebagai obat bagi penderita epilepsi sebab cannabidiol (CBD) yang terkandung dalam ganja dapat mengobati penyakit epilepsi. Cannabidiol (CBD) bermanfaat untuk dijadikan sebagai plihan pengobatan bagi penderita epilepsi yang mengalami kegagalan pengobatan dan mengurangi efek samping yang ditimbulkan akibat hasil konsumsi obat epilepsi konvensional. Di samping itu, ganja medis penting untuk dilegalkan sebagai obat bagi penderita epilepsi agar hak atas kesehatan penderita epilepsi menjadi terpenuhi. Hak atas kesehatan yang dimaksud adalah hak untuk memperoleh dan menggunakan obat-obatan epilepsi yang mengandung ganja. Untuk mengisi kekosongan hukum terkait penggunaan ganja bagi penderita epilepsi, perlu adanya pengaturan hukum di masa yang akan datang terkait penggunaan ganja. Pengaturan tersebut dilakukan dengan cara mengubah Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan rumusan “narkotika golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan, kecuali ganja untuk pengobatan epilepsi,” Pasal 102 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan rumusan “penggunaan sediaan farmasi berupa ganja yang tergolong dalam narkotika golongan I untuk pengobatan epilepsi hanya dapat dilakukan berdasarkan resep dokter dan dokter dari pasien yang bersangkutan memiliki otorisasi ganja medis” serta mengubah definisi tanaman ganja yang tertuang dalam Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2022 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika dengan rumusan “semua tanaman genus genus cannabis, turunan ganja berupa cannabidiol (CBD) dan semua bagian dari ix tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar dan hasis.”
English Abstract
People with epilepsy use cannabis as an alternative medicine to treat epilepsy. Cannabis was chosen as an alternative drug because conventional epilepsy drugs prescribed by doctors are no longer adequate for treating epilepsy, so epilepsy patients have a failure of epilepsy treatment called drug�resistant epilepsy. Based on Article 8 paragraph (1) and Commentary on Article 6 paragraph (1)(a) Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics, Indonesia does not allow the use of schedule I narcotics, such as cannabis, in the realm of health care or therapy (medications). Nevertheless, based on Article 4 Narcotics Law Number 35 of 2009, one of the purposes of the Indonesian narcotics regulation is to ensure the availability of narcotics for health services. Besides that, in the international scope, the Single Convention on Narcotics Drugs 1961 via World Health Organization (WHO) has legalized cannabis for medicinal purposes for countries that have ratified the convention. Based on that explanation, this research has some problems, and the issues are: (1) What is the urgency of medical cannabis legalization as the cure for epilepsy patients? (2) How are legal arrangements regarding the use of cannabis as medicine for epilepsy patients in the future? The writing of this research uses normative juridical methods with a statutory approach, comparative approach, and conceptual approach. Acquired legal materials are analyzed using descriptive analytical techniques with systematic, teleological, and multidisciplinary interpretation. By those methods, the results reveal that cannabis for medical purposes needs to be legalized for people with epilepsy, considering that cannabidiol (CBD) has a healing quality for those with the disease. Cannabidiol (CBD) is helpful for those failing to get healed by conventional medicine, which also helps reduce the side effects that conventional drug may give. Allowing sufferers to be cured with cannabis is also intended to fulfill their rights, in this case, the right to health by using cannabis for medication. To fill the legal vacuum regarding the use of cannabis for people with epilepsy, a particular law governing the use of cannabis as a medicine for epilepsy is required. Legal vacuum regarding the use of cannabis for people with epilepsy can do by adding this new provision to Article paragraph (1) of Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics that should state “class I narcotics banned for medical care, but cannabis is allowed use for epilepsy medication, Article 102 paragraph (1) of Law Number 36 of 2009 concerning Health that should state “the availability of the cannabis categorized as class I narcotics for epilepsy must be by a prescription issued by a physician and the physician should have the authority to administer the prescription of medical cannabis” and to change the definition of cannabis as plant outlined in the Annex of the Regulation of the Indonesian Minister of Health Number 9 of 2022 concerning Amended Categorization of Narcotics by adding this provision “all the plants under the genus cannabis, including cannabidiol (CBD) and all parts of plants including seeds, fruit, hay, processed cannabis or parts of the cannabis plant, including resin and hashish.”
Item Type: | Thesis (Sarjana) |
---|---|
Divisions: | Fakultas Hukum > Ilmu Hukum |
Depositing User: | Budi Wahyono Wahyono |
Date Deposited: | 20 Mar 2023 03:45 |
Last Modified: | 20 Mar 2023 03:45 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/197735 |
Text (DALAM MASA EMBARGO)
Angela Josephine.pdf Restricted to Registered users only until 31 December 2024. Download (2MB) |
Actions (login required)
View Item |