Syahruddin, Erwin and Prof. Dr. Moh. Fadli. and Prof. Dr. Rachmad Safa’at, and Dr. Istislam (2022) Model Alternatif Penyelesaian Sengketa Lingkungan Di Luar Pengadilan Antara Korporasi Dengan Masyarakat Lokal Di Kawasan Hutan Dalam Perspektif Pergerakan Samin (Studi Kasus PT.Semen Gresik di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah). Doktor thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
PT Semen Gresik (Persero) Tbk. berencana membangun industri semen di Pegunungan Kendeng, Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah akan tetapi mendapatkan perlawanan pada warga sekitar bersama WALHI dan LBH Semarang. Gugatan ke Gubernur Jawa Tengah berakhir dengan batalnya Keputusan Nomor 660.1/17 tahun 2012 tentang Izin lingkungan kegiatan Pertambangan oleh PT. Semen Gresik (Persero) Tbk, di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah. Akan tetapi Gubernur Jawa Tengah tidak mengindahkan putusan Pengadilan dan malah mengeluarkan izin baru. Isu hukum yang dapat disampaikan ialah efektivitas implementasi alternatif penyelesaian sengketa lingkungan (APSL) di luar pengadilan. Permasalahan aspek ontologis dalam permasalahan ini adalah ketidakadaannya APSL di luar pengadilan yang efektif membuat permasalahan antara PT Semen Gresik dengan masyarakat lokal tidak kunjung selesai sampai saat ini. Kemudian permasalahan aspek epistimologi yaitu Prosedur pelaksanaan APSL harusnya dibuat dengan pedoman tehnis yang jelas dan mengakomodasi nilai yang hidup di masyarakat. Sedangkan permasalahan aksiologinya adalah tidak terimplementasinya regulasi dalam APSL dapat menghilangkan nilai kemanfaatan pada penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Terdapat juga problematika teoritis saat ini yaitu penerapan alternatif penyelesaian sengketa lingkungan yang terpisah, untuk itu perlu di integrasikan dengan mengakomodasi nilai-nilai yang berkembang di masyarakat agar lebih efektif. Kemudian terdapat problematika ekologis berupa potensi berdampak besar mengakibatkan pemanasan global, kelangkaan air, terganggunya satwa dan longsor dikarenakan pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Sedangkan pada lingkungan sosiologis berdampak besar pada keresahan warga sekitar dan konflik yang tak kunjung selesai serta stigma buruk di masyarakat untuk mengabaikan menggunakan APSL karena buang-buang waktu dan tidak memberikan solusi konkret. Kemudian terdapat problematika yuridis yaitu terjadi ketidakefektifan dan vi disharmonisasi APSL yang termuat pada Pasal 85 dan Pasal 86 Undang-Undang 32 tahun 2009 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup jis Pasal 1, 2 dan 5 Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Pasal 1, 10, 14, 19 Peraturan Pemerintah (PP) No. 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Di Luar Pengadilan. Rumusan Pertama: Apakah penerapan penyelesaian sengketa lingkungan di luar pengadilan antara masyarakat lokal dengan PT. Semen Gresik di kawasan hutan berjalan efektif?; Kedua: Bagaimanakah dampak penerapan penyelesaian sengketa lingkungan luar pengadilan yang tidak efektif antara masyarakat lokal dengan PT. Semen Gresik?; Ketiga: Bagaimanakah model Penyelesaian Sengketa Lingkungan di luar pengadilan yang efektif antara masyarakat lokal dengan PT. Semen Gresik di kawasan hutan dalam perspektif pergerakan Samin? Jenis penelitian disertasi ini adalah socio-legal dengan pendekatan sosiologi hukum dan antropologi hukum. Teori yang digunakan adalah teori penyelesaian sengketa, teori sistem hukum, teori tujuan hukum dan teori perilaku hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang mempengaruhi tidak efektifnya penyelesaian sengketa lingkungan di luar pengadilan antara masyarakat lokal dengan PT Semen Indonesia di kawasan hutan Kecamatan Gunem, Kabupaten rembang adalah dikarenakan kesenjangan hukum dan sosial karena tidak terakomodasinya aspirasi masyarakat. Hal ini juga mengakibatkan dampak besar terhadap lingkungan berupa kekeringan, longsor, suhu yang semakin panas serta migrasi satwa. Selain itu juga berdampak pada lingkungan sosial, yaitu adanya guncangan budaya yang ditandai dengan terpecahnya masyarakat pro pembangunan dan kontra pembangunan yang mengakibatkan masyarakat resah. Untuk mengatasi ketidakefektifan implementasi APSL dibutuhkan Model Alternatif Penyelesaian Sengketa Lingkungan Prismatik (APSLP) dengan pendekatan lintas disiplin ilmu dan penerapan campuran APS yang integralistik (hybrid system). Untuk itu pemerintah harus segera membuat PP terbaru APSL yang di dalamnya terlampir model APSLP agar penerapan APSL lebih efektif.
English Abstract
PT Semen Gresik (Persero) Tbk. planned to build a cement industry in the Kendeng Mountains, Gunem District, Rembang Regency, Central Java Province, but met resistance from local residents together with WALHI and LBH Semarang. The lawsuit to the Governor of Central Java ended with the cancellation of Decree No. 660.1/17 of 2012 concerning environmental permits for mining activities by PT. Semen Gresik (Persero) Tbk, in Rembang Regency, Central Java Province. However, the Governor of Central Java did not heed the Court's decision and instead issued a new permit. The legal issue that can be raised is the effectiveness of the implementation of alternative environmental dispute resolution (APSL) outside the court. The problem with the ontological aspect of this problem is the absence of APSL outside the court, which effectively creates problems between with the local community has not finished until now. Then the problem of the epistemological aspect is that the regulation of APSL should be made in the form of a new Government Regulation (PP) and contains clear technical guidelines in its attachments. The absence of a new and clear APSL arrangement makes APSL ineffective in implementing it. Meanwhile, the axiological problem is that the non- implementation of regulations in the APSL can eliminate the value of benefits in resolving disputes out of court. There are also theoretical problems, namely Alternative Dispute Resolution (APS) is a dispute resolution concept whose implementation is separate between mediation, negotiation, conciliation, consultation, expert opinion and arbitration and expert opinion. The separation of APS types makes the settlement mechanism not optimal because each type has its own uniqueness. For this reason, in APSL there must be a combined application because environmental resolution requires a complex approach. Then there are ecological problems in the form of the potential for major impacts resulting in global warming, water scarcity, disturbance of animals and landslides due to development that is not environmentally sound and sustainable. Meanwhile, in the sociological environment, it has a major impact on local residents' unrest and unresolved conflicts as well as a bad stigma in the community for ignoring using APSL because it is a waste of time and does not provide concrete solutions. Then there are juridical problems, namely the ineffectiveness and disharmony of the APSL as contained in Article 85 and Article 86 of Law 32 of 2009 Environmental Protection and Manajement jis Article 1, 2 and 5 of the Law of the Republic of Indonesia Number 30 of 1999 concerning Arbitration and Alternative Settlement Disputes and Articles 1, 10, 14, 19 Government Regulation (PP) No. 54 of 2000 concerning Service Providers of Environmental Dispute Settlement Services Outside the Court. The first formulation: Is the implementation of out-of-court environmental dispute resolution between local communities and PT Semen Gresik in forest areas effective?; Second; What is the impact of the ineffective implementation of out-of- court environmental dispute resolution between local communities and PT Semen Gresik?; Third: What is an effective out-of-court Environmental Dispute Resolution model between local communities and PT Semen Gresik in forest areas from the perspective of the Samin movement? This type of dissertation research is socio-legal with the approach of legal sociology and legal anthropology. The theory used is the theory of dispute viii resolution, the theory of legal systems, the theory of legal objectives and the theory of legal behavior. The results of the study indicate that what affects the ineffectiveness of settlement of environmental disputes outside the court between local communities and PT Semen Indonesia in the forest area of Gunem District, Rembang Regency is due to legal and socio gaps because the aspirations of the community are not accommodated. This also has a major impact on the environment in the form of droughts, landslides, warmer temperatures and animal migration. Apart from that, it also has an impact on the social environment, namely the existence of a cultural shock which is marked by the division of the pro-development and contra- development society which causes the community to be restless. To overcome the ineffectiveness of APSL implementation, an Alternative Prismatic Environmental Dispute Resolution Model (APSLP) is needed with a cross-disciplinary approach and the application of a mixed APS (hybrid system). For this reason, the government must immediately make the latest PP APSL which includes the APSLP model so that the implementation of APSL is more
Other obstract
-
| Item Type: | Thesis (Doktor) |
|---|---|
| Identification Number: | 0621010001 |
| Subjects: | 300 Social sciences > 340 Law |
| Divisions: | Fakultas Hukum > Ilmu Hukum |
| Depositing User: | Budi Wahyono Wahyono |
| Date Deposited: | 17 Mar 2023 07:45 |
| Last Modified: | 02 May 2023 03:54 |
| URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/197659 |
![[thumbnail of DALAM MASA EMBARGO]](http://repository.ub.ac.id/style/images/fileicons/text.png) |
Text (DALAM MASA EMBARGO)
AGUS SUYANDI RONI.pdf Restricted to Registered users only until 31 December 2023. Download (3MB) |
Actions (login required)
 |
View Item |