Yakup, Muh. and Dr. Sujarwo, and Dr. Fahriyah, (2022) Analisis Kelayakan Finansial Dan Livelihood Asset Usahatani Cengkeh Di Kecamatan Latambaga Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara. Magister thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Cengkeh merupakan komoditas perkebunan yang memiliki prospek pengembangan yang menjanjikan dengan peluang ekspor yang besar. Cengkeh di Indonesia banyak dibudidayakan dengan sistem perkebunan rakyat (98,74 persen) yang memanfaatkan sumberdaya petani dan termasuk salah satu komoditas sumber penghidupan petani. Cengkeh mendapatkan posisi penting dalam konfigurasi perkebunan di Provinsi Sulawesi Tenggara. Perkembangan Cengkeh di Sulawesi Tenggara dalam beberapa tahun ini menunjukkan tren positif pada rentan waktu tahun 2018 hingga 2020 terus mengalami peningkatan produksi sebesar 2,32 persen per tahunnya. Sementara Kabupaten yang paling besar memberikan kontribusi dalam pengembangan cengkeh di Sulawesi Tenggara adalah Kabupaten Kolaka. Tahun 2020 Kabupaten Kolaka memberikan sumbangsi sebesar 47,77 persen terhadap produksi cengkeh di Provinsi Sulawesi Tenggara. Perkembangan produksi cengkeh di Kabupaten Kolaka terus meningkat, di tahun 2017 produksi cengkeh sebesar 5.947 ton, kemudian tahun 2020 meningkat 10,78 persen menjadi 6.588 ton. Data produksi ini berbanding terbalik dengan perkembangan harga cengkeh yang cenderung mengalami penurunan, harga cengkeh yang sebelumnya pada tahun 2017 senilai Rp 94.407 menjadi Rp 65.810 di tahun 2020 atau menurun sebesar 30,29 persen. Terjadinya penurunan harga cengkeh tentu akan berdampak negatif terhadap pendapatan yang diperoleh petani. Analisi kelayakan finansial usahatani cengkeh menggunakan pendekatan kriteria investasi yaitu berupa Net Benefit/Cost Ratio (Net B/C Ratio), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Payback Period (PP) Perhitungan yang dilakukan untuk memastikan bahwa usahatani yang dilakukan memiliki equitas yang baik sehingga usahatani tersebut memang layak untuk dijalankan. Analisis sensitivitas adalah suatu analisis kembali untuk dapat melihat pengaruh- pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah misalnya kenaikan harga, penurunan jumlah output dan kenaikan harga input. Sementara analisis aset penghidupan petani menggunakan pendekatan analisis deskriktif kuantitatif dengan menggunakan skala likert. Hasil analisis kelayakan finansial usahatani cengkeh di Kecamatan Latambaga menggunkanan kreteria investasi didapatkan nilai Net B/C Ratio sebesar 2,26, artinya setiap pengeluaran sebesar Rp 1 akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2,26. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa usahatani cengkeh layak untuk dijalankan karena telah memenuhi kriteria kelayakan rasio penerimaan bersih terhadap biaya yang dikeluarkan, yaitu nilai net B/C ratio lebih dari satu. Hasil perhitungan NPV didapatkan nilai sebesar Rp38.463.992. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa usahatani cengkeh layak untuk dijalankan karena nilai NPV lebih besar daripada nol. Hasil analisis IRR usahatani cengkeh didapatkan nilai sebesar 24,07 persen. Usahatani tersebut layak untuk dilaksanakan karena nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku yaitu 14 persen. Sedangkan hasil perhitungan Payback Period, usahatani cengkeh dapat mengembalikan biaya investasi selama 6 tahun 1 bulan. Hasil perhitungan tersebut dapat menunjukkan bahwa ix usahatani cengkeh layak untuk diusahakan karena masa pengembalian invesasi lebih cepat dari umur ekonomis tanaman cengkeh. Analisis sensitivitas usahatani cengkeh di Kecamtana Latambaga menggunakan empat skenario. Skenario pertama yaitu penurunan jumlah produksi sebesar 20 persen. Skenario kedua yaitu terjadi penurunan harga jual output sebesar 15 persen dan 36 persen. Skenario ketiga yaitu terjadi penurunan jumlah produksi 20 persen dan penurunan harga jual output 15 persen. Sedangkan skenario keempat yaitu terjadinya kenaikan harga input seperti harga pupuk. Hasil analisis sensitivitas pada skenario kedua menunjukkan bahwa ketika harga cengkeh mengalami penurunan sebesar 15 persen usahatani cengkeh masih layak untuk dijalankan karena semua kriteria penilaian investasi terpenuhi, namun ketika harga cengkeh menurun sebesar 36 persen maka usahatani cengkeh sudah tidak layak lagi dijalankan karena kriteria investasi tidak terpenuhi dimana didapatkan nilai Net B/C Ratio sebesar 0,98 lebih kecil dari 1, nilai NPV sebesar (-) Rp457.213 lebih kecil dari nol dan nilai IRR sebesar 13.83 persen lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku. Hasil analisis pentagon aset penghidupan petani menunjukkan bahwa dalam mengelola usahatani cengkeh, petani di Kecamatan Latambaga lebih dominan menggunakan modal sumberdaya manusia. Hal tersebut dapat diketahui dari nilai persentase modal manusia (74,17 persen) paling tinggi dibandingkan dengan aset penghidupan lainnya dengan interpretasi baik. Keberadaan modal manusia sangat penting karena manusia yang akan mengelola aset untuk digunakan dan dilestarikan kelanjutannya. Modal tertinggi selanjutnya yaitu modal alam dengan nilai persentase sebesar 70,92 persen. Sedangkan modal sosial dan modal fisik berada diurutan selanjutnya dengan skor masing-masing 69,42 persen dan 67,41 persen. Sementara modal finansial adalah aset penghidupan yang paling sedikit digunakan petani dengan persentase indeks sebesar 51,08 persen dengan interpretasi cukup baik. Jika petani memanfaatkan modal finansial secara maksimal bisa membantu dalam membiayai usahataninya. Modal finansial yang bisa diakses oleh petani diantaranya adalah kredit usaha rakyat (KUR) program bantuan yang telah disediakan oleh pemerintah
English Abstract
Clove is a plantation commodity that has promising development prospects with large export opportunities. Cloves in Indonesia are widely cultivated with the community plantation system (98.74 percent) which utilizes farmers' resources and is one of the livelihood commodities of farmers. Cloves have an important position in the configuration of plantations in Southeast Sulawesi Province. The development of cloves in Southeast Sulawesi in recent years has shown a positive trend in the period from 2018 to 2020, which continues to increase production by 2.32 percent per year. Meanwhile, the district with the largest contribution to clove development in Southeast Sulawesi is Kolaka. In 2020 Kolaka Regency contributed 47.77 percent of clove production in Southeast Sulawesi Province. The development of clove production in Kolaka Regency continues to increase, in 2017 clove production was 5,947 tons, then in 2020, it increased by 10.78 percent to 6,588 tons. This production data is inversely proportional to the development of clove prices which tend to decrease, the price of cloves which previously amounted to Rp 94,407 in 2017 to Rp 65,810 in 2020 or decreased by 30.29 percent. The decline in clove prices will certainly harm the income obtained by farmers. 407 to Rp 65,810 in 2020 or a decrease of 30.29 percent. The decline in clove prices will certainly harm the income obtained by farmers. 407 to Rp 65,810 in 2020 or a decrease of 30.29 percent. The decline in clove prices will certainly harm the income obtained by farmers. The analysis of the financial feasibility of clove farming uses an investment criteria approach, namely in the form of Net Benefit/Cost Ratio (Net B/C Ratio), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), and Payback Period (PP). The farming carried out has good equity so that the farming is indeed feasible to run. Sensitivity analysis is a re-analysis to be able to see the effects that will occur due to changing conditions such as price increases, decreases in the amount of output, and increases in input prices. Meanwhile, the analysis of farmers' livelihood assets uses a quantitative descriptive analysis approach using a Likert scale. The results of the analysis of the financial feasibility of clove farming in Latambaga District using investment criteria obtained a Net B/C Ratio value of 2,26, meaning that every expenditure of Rp. 1 will produce reception IDR 2,26. The results of these calculations indicate that clove farming is feasible because it has met the eligibility criteria for the ratio of net income to costs incurred, namely the value of the net B/C ratio is more than one. The results of the NPV calculation obtained a value of Rp 38.463.992. The results of these calculations indicate that clove farming is feasible because the NPV value is greater than zero. The results of the IRR analysis of clove farming obtained a value of 24,07 percent. This farming is feasible because the IRR value is greater than the prevailing interest rate, which is 14 percent. While the results of the Payback Period calculation, clove farming can return investment costs for as long as 6 year 1 month. The results of these calculations can show that Clove farming is feasible because the return on investment is faster than the economic life of the clove plant. xi The sensitivity analysis of clove farming in Latambaga sub-district uses four scenarios. The first scenario is a 20 percent decrease in production. The second scenario is a decrease in the selling price of output by 15 percent and 36 percent. The third scenario is a 20 percent decrease in the amount of production and a decrease in the selling price of output by 15 percent. While the fourth scenario is an increase in input prices such as fertilizer prices. The results of the sensitivity analysis showed that when the price of cloves decreased by 15 percent, clove farming was still feasible because all investment assessment criteria were met, but when the price of cloves decreased by 36 percent, clove farming was no longer feasible because the investment criteria were not met. The Net B/C Ratio of 0.98 is smaller than 1, the NPV value of (-) Rp457,213 is smaller than zero and the IRR value is 13.83 percent less than the prevailing interest rate. Livelihood asset pentagon analysis results farmer shows that in managing clove farming, farmers in Latambaga District are more dominant in using human capital. This can be seen from the percentage value of human capital (74.17 percent) which is the highest compared to other livelihood assets with a good interpretation. The existence of human capital is very important because it is humans who will manage assets for their continued use and preservation. The next highest capital is natural capital with a percentage value of 70.92 percent. Meanwhile, social capital and physical capital are next in line with scores of 69.42 percent and 67.41 percent, respectively. Meanwhile, financial capital is the least used livelihood asset by farmers with an indexed percentage of 51.08 percent with a fairly good interpretation. If farmers make maximum use of financial capital, it can help in financing their farming. The financial capital that can be accessed by farmers is the people's business credit (KUR) assistance program that has been provided by the government.
Other obstract
-
Item Type: | Thesis (Magister) |
---|---|
Identification Number: | 0422040035 |
Uncontrolled Keywords: | Feasibility, Financial, Clove, Sensitivity, Livelihood Assets,Kelayakan, Finansial, Cengkeh, Sensitivitas, Aset Penghidupan |
Subjects: | 300 Social sciences > 338 Production > 338.1 Agriculture |
Divisions: | S2/S3 > Magister Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian |
Depositing User: | Nur Cholis |
Date Deposited: | 02 Jan 2023 07:24 |
Last Modified: | 02 Jan 2023 07:24 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/196501 |
Text (DALAM MASA EMBARGO)
Muh. Yakup.pdf Restricted to Registered users only until 31 December 2024. Download (4MB) |
Actions (login required)
View Item |