Nugroho, Jati and Prof. Dr. I Nyoman Nurjaya,, S.H.,M.H. and Dr. Istislam,, S.H., M.Hum. and Dr. Rachmad Safa’at,, S.H.,M.Si. (2018) Perubahan Paradigma Hukum Pengelolaan Sumber Daya Air Berdasarkan Prinsip Keadilan Sosial (Studi Bekerjanya Hukum Pada Masyarakat Petani Pemakai Air Di Kabupaten Lumajang). Doktor thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Disertasi ini berjudul “Perubahan Paradigma Hukum Pengelolaan Sumber Daya Air Berdasarkan Prinsip Keadilan Sosial (Studi Bekerjanya Hukum pada Masyarakat Petani Pemakai Air di Kabupaten Lumajang)”, dengan fokus pada 3 (tiga) masalah, yakitu : (1) Mengapa terjadi perubahan paradigma hukum pengelolaan sumber daya air Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi pada masyarakat petani pemakai air di Kabupaten Lumajang yang mengabaikan prinsip keadilan sosial?; (2) Bagaimana implikasi perubahan paradigma hukum pengelolaan sumber daya air Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi pada masyarakat petani pemakai air di Kabupaten Lumajang?; dan (3) Bagaimana paradigma pengelolaan sumber daya air pada masyarakat petani pemakai air yang seharusnya yang akan datang berdasarkan prinsip keadilan sosial? Karakteritik penelitian ini termasuk tipe penelitian hukum empirik dengan pendekatan etno metodologi dengan dilengkapi konfirmasi data lapangan menggunakan instrumen wawancara. Pendekatan penelitian berupa pendekatan etno metodologi dan PAR (Participatory Action Research), ditunjang dengan pendekatan historis, pendekatan konseptual, dan pendekatan filsafat, dan pendekatan perbandingan. Pisau analisis penelitian menggunakan Paradigma Hukum, Teori Negara Hukum Prismatik, Teori Negara Kesejahteraan, Teori Keadilan, Teori Efektivitas Bekerjanya Hukum dan Teori Pluralisme Hukum. Sedangkan untuk konsep yang digunakan Hak Konstitusional Rakyat atas Sumber Daya Air, Fungsi Hukum dalam Pengaturan Pengelolaan Sumber Daya Air, Pengelolaan sumber daya air Terpadu dan Berkelanjutan dan Keadilan Sosial Berdasarkan Nilai-Nilai Pancasila. Analisis dilakukan secara kualitatif. Adapun hasil dan temuan penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, Perubahan Paradigma Hukum Pengelolaan Sumber Daya Air terjadi karena sangat dipengaruhi budaya hukum pada masyarakat petani pemakai air di Kabupaten Lumajang secara turun-temurun (living law) yang dilakukan ulu-ulu dalam mengelola irigasi di desa. Perubahan paradigma dalam peraturan perundang-undangan yang tercermin dari politik hukum melalui pengakuan parsial yang dianut masing-masing orde tidak serta merta membawa perubahan paradigma hukum dalam perilaku masyarakat petani pemakai air terkait pengelolaan irigasi: a)Orde Lama, paradigma pengelolaan sumber daya air berbasis komunitas (Commmunity Based Resources Management), dipengaruhi politik hukum dari Algemeene Water Reglement (AWR) dan UU No. 19 Tahun 1965. Nilai-nilai hubungan manusia dengan sesamanya sebagai cermin perilaku masih terjaga terbukti adanya budaya gotong royong, struktur kelembagaan pengelolaan irigasi memberi ruang kepada kelembagaan lokal (ulu-ulu) mengelola irigasi dengan pembagian air berdasar keadilan distributif dan dalam menangani konflik antar petani ditangani sepenuhnya oleh ulu-ulu, b) Orde Baru, paradigma pengelolaan sumber daya alam berbasis negara (State Based Resources Management) dipengaruhi politik hukum menekankan pertumbuhan ekonomi sehingga hukum negara menjadi otoritas negara dan mengabaikan kemajemukan hukum serta budaya hukum masyarakat yang turun-temurun. Melalui wadah tunggal organasasi formal melalui HIPPA, maka hukum negara dan kearifan lokal berinteraksi di dalam lokal sosial sama justru dalam perilaku di masyarakat petani pemakai air menyebabkan konflik. Akibatnya daya laku UU No. 11 Tahun 1974 dan peraturan pelaksananya serta UU No. 5 Tahun 1979 yang diperankan HIPPA tidak efektif. Budaya hukum dalam pengelolaan irigasi tetap diperankan ulu-ulu dan nilai-nilai hubungan manusia dengan sesamanya masih terjaga terbukti adanya budaya gotong royong, meski struktur kelembagaan pengelolaan irigasi tidak memberi ruang kepada ulu-ulu untuk mengelola irigasi secara utuh, c) Orde Reformasi pengelolaan sumber daya alam berbasis pasar (Market Based Resources Management) dengan politik hukum lebih kepada profit oriented, komersialisasi, privatisasi sumber daya air dan petani harus membayar iuran pelayanan irigasi (Ipair). Akibatnya daya laku UU No. 7 Tahun 2004 tidak efektif dan wadah tuunggal HIPPA tidak mencerminkan keadilan sosial dan perilaku masyarakat petani pemakai tetap menggunakan uluulu dalam mengelola irigasi. Pasca Putusan MK yang kembali ke UU No. 11 Tahun 1974 dengan politik hukum mengabaikan kemajemukan hukum yang tumbuh dan berkembang, struktur kelembagaan HIPPA tidak mencerminkan keadilan sosial seperti amanat alinea ke-4 Pembukaan UUD NRI 1945 dan Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945. Kedua, Pengaruh perubahan paradigma hukum pengelolaan SDAi dan pengaruhnya terhadap bekerjanya hukum menyebabkan tidak efektif pada masa masing-masing orde karena dipengaruhi kelembagaan pengelolaan irigasi yaitu Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) di Kabupaten Lumajang berkaitan erat sejarah hukum dan budaya hukum petani. Hal itu membawa kewenangan pengelolaan irigasi yang telah eksis dilakukan kearifan lokal yang sudah turun-menurun, terbukti: a) Resistensi substansi, hukum pengelolaan irigasi melalui IGO (S. 1906 No. 83) dan IGOB (S. 1938 No. 490) terdapat pengakuan ulu-ulu merupakan bentuk mengakomodasi keberadaan hukum yang hidup (living law). Namun Jaman Orde Baru hingga sekarang terjadi penyeragaman nama, b) Resistensi struktur, pengelola irigasi dilaksanakan instansi pemerintah dari pusat sampai dengan daerah termasuk pada tingkat terbawah yaitu HIPPA dengan susunan pengurus (pengurus HIPPA, Pelaksana Teknis/ulu-ulu, ketua blok tersier/petak tersier) dan anggota. Keberadaan ulu-ulu ditempatkan sebagai HIPPA secara umum. Namun perilaku masyarakat petani pemakai air tetap memilih ulu-ulu sebagai pemeran utama dalam pengelolaan irigasi dalam mengatur pembagian air yang berkeadilan dan pemberian sanksi bagi pelanggaran, c) Resistensi kultur, keberadaan kelembagaan ulu-ulu sebagai manifestasi kearifan lokal yang sudah turuntemurun ketika berhadapan dengan hukum negara melalui HIPPA saat masa orde baru dan masa reformasi menunjukkan ketidakmampuan HIPPA dalam pengelolaan irigasi. Budaya hukum berupa gotong royong mewujudkan kewenangan pengelolaan irigasi yang memberi keadilan sosial bagi masyarakat petani pemakai air, sehingga mendorong munculnya solidaritas sosial antara uluulu, pembanyon, juru irigasi dan petugas pintu air. Ketiga, Paradigma hukum pengelolaan SDA yang akan datang berupa politik hukum yang mengakui keberadaan ulu-ulu secara penuh, artinya pengelolaan irigasi yang diperankan ulu-ulu bersama pembanyon melalui hukum yang bersifat responsif sistem irigasi berbasis masyarakat dan negara. Peraturan perundang-undangan berkaitan sumber daya air terutama irigasi harus mencerminkan prinsip keadilan sosial menuju kesejahteraan rakyat. Keadilan Sosial berparadigma Pancasila sebagai pilihan paradigma hukum pengelolaan alam yaitu Cooperative Management sehingga pengelolaan sumber daya air terpadu dan berkelanjutan.
Item Type: | Thesis (Doktor) |
---|---|
Identification Number: | DIS/340.115/NUG/p/2018/061809582 |
Subjects: | 300 Social sciences > 340 Law |
Divisions: | S2/S3 > Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum |
Depositing User: | Sugeng Moelyono |
Date Deposited: | 17 Oct 2022 08:29 |
Last Modified: | 17 Oct 2022 08:29 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/195761 |
![]() |
Text
Jati Nugroho.pdf Download (5MB) |
Actions (login required)
![]() |
View Item |