Rekonstruksi Kebijakan Izin Pemanfaatan Perairan Pesisir (IP-3) Berbasis Kearifan Lokal Awig-Awig (Studi Pada Masyarakat Hukum Adat Lombok Utara)

Hilmawan, Arif and Prof. Ir. Marsoedi,, Ph.D and Dr. Ir. Edi Susilo,, M.S and Dr. Ir. H. Rudianto,, M.A (2018) Rekonstruksi Kebijakan Izin Pemanfaatan Perairan Pesisir (IP-3) Berbasis Kearifan Lokal Awig-Awig (Studi Pada Masyarakat Hukum Adat Lombok Utara). Doktor thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir pada dasarnya memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat (social-well-being) secara berkelanjutan, terutama komunitas masyarakat lokal yang bermukim di wilayah pesisir (coastal zone). Untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan keberlanjutan sumberdaya yang ada di wilayah pesisir, kearifan lokal yang tumbuh dan berkembang di wilayah pesisir harus dimaksimalkan peranannya sebagai landasan utama dalam pengelolaan ekosistem dan sumberdaya pesisir disamping adanya hukum formal. Kearifan Lokal atau yang lebih dikenal dengan Hak Ulayat di Indonesia dalam hal ini hak ulayat atas lahan atau perairan untuk pengelolaan sumber daya alam perairan (akuatik) masih ada yang bertahan dan dipraktekkan oleh sekelompok anggota masyarakat walaupun terdapat tekanan dari konfigurasi sistem pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan modern. Di sisi lain, terdapat pengakuan bahwa eksistensi hukum adat di Indonesia terutama yang berkaitan dengan sistem pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan merupakan modal nasional yang memiliki nilai strategis dan penting dalam menunjang pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan secara berkelanjutan. Salah satu kearifan lokal yang masih terus dipertahankan sampai dengan saat ini adalah Awig-Awig di wilayah Lombok Utara. Awig-Awig merupakan pranata yang mengatur hubungan manusia dengan alam khususnya di wilayah pesisir dan laut. Lahirnya Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 sebagai pengganti dari undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil merupakan bukti nyata bahwa Pemerintah mengakui eksistensi Hak Ulayat Masyarakat Adat/Kearifan Lokal dalam rangka pengembangan wilayah pesisir dengan tetap menjaga kelestarian kawasan pesisir. Namun disisi lain, UU ini mendapat pertentangan dari berbagai pihak mengenai konsep Izin Pemanfaatan Perairan Pesisir (IP3), karena ada kekhawatiran dapat menghilangkan nilai kearifan lokal yang berkembang di suatu daerah khususnya nilai kearifan lokal awig-awig. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. a). Menganalisis dan menjelaskan secara menyeluruh mengenai Izin Pemanfaatan Perairan Pesisir (IP-3) dalam Undang-Undang No.1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil mengabaikan eksistensi Awig-Awig. b). Menganalisis dan menjelaskan impilikasi kebijakan Izin Pemanfaatan Perairan Pesisir (IP-3) yang mengabaikan eksistensi Awig-Awig.c). Menggambarkan dan menjelaskan rekonstruksi kebijakan perizinan dalam Izin Pemanfaatan Perairan Pesisir (IP-3) yang akomodatif terhadap sistem Kearifan Lokal Awig-Awig. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus (Yin, 2011) dengan analisis kualitatif. Pendekatan dilakukan dengan teknik etnografi karena membahas masalah budaya yaitu nilai kearifan lokal, selain itu juga menggunakan pendekatan normatif karena berkaitan dengan Undang-Undang dan hukum adat yang berlaku di wilayah Lombok UtaraTeknik pengambilan sampel secara purposive kepada tokoh-tokoh kunci Hasil penelitian menunjukkan a.). pasal-pasal dalam Izin Pemanfaatan Perairan Peisisir tersebut melemahkan dan berpotensi menghilangkan keberadaan masyarakat adat beserta hukum adat yang ada yaitu pasal 16,17,20 dan 22. Pasal tersebut berpotensi menutup akses masyarakat adat dan nelayan tradisional di wilayah pesisir, selain itu pasal-pasal tersebut dianggap melemahkan dan meminggirkan keberadaan masyarakat adat serta berpotensi menggusur masyarakat tersebut dari wilayah yang telah didiami turun-temurun. Selanjutnya akan menghilangkan hak hidup dan kehidupan masyarakat karena adanya kebijakan untuk memiliki izin dalam kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan wilayah khusunya di pesisir. b). Impilikasi Kebijakan Izin Pemanfaatan Perairan Pesisir (IP-3) yang mengabaikan eksistensi Awig-Awig di wilayah pesisir akan membuka peluang terjadinya eksploitasi yang dilakukan oleh pihak pengelola dalam hal ini orang perorang atau badan usaha secara massif.c). Dalam rangka merekonstruksi kebijakan dalam konteks Izin Pemanfaatan Perairan Pesisir (IP- 3) yang akomodatif terhadap hukum adat, Pemerintah harus menggandeng lembaga adat berserta kearifan lokal, tradisi dan hukum adat untuk dimanfaatkan dalam upaya pembinaan terhadap masyarakat adat dan nelayan tradisional.

English Abstract

Management of marine and coastal resources basically have a goal to improve the welfare of the whole society (social-well-being) on an ongoing basis, especially the local community who live in coastal areas (coastal zone). To maintain the ecological balance and sustainability of the existing resources in coastal areas, local wisdom that grew and developed in coastal areas should be maximized its role as a major cornerstone in the management of coastal resources and ecosystems in addition to the formal law. Local Wisdom or better known as the Land Rights in Indonesia in this respect customary rights to the land or waters for the management of marine natural resources (aquatic) still survived and is practiced by a group of community members despite the pressure of the system configuration management of marine resources and fisheries modern. On the other hand, there is recognition that the existence of customary law in Indonesia, especially with regard to the system of fishery and marine resource management is a national capital that have strategic value and importance in supporting the management of fisheries and marine resources in a sustainable manner. One of the local wisdom that is still maintained to this day is Awig-Awig in North Lombok region. Awig awig an institution that regulates human relationship with nature, especially in coastal areas and the sea. The enactment of Act No. 1 2014 in lieu of Law No. 27 Year 2007 on the Management of Coastal Areas and Small Islands is clear evidence that the Government recognizes the existence of Land Rights of Indigenous Peoples / Local Wisdom for the development of coastal areas while maintaining the sustainability of coastal areas. On the other hand, the law is contested by various parties regarding the concept of Coastal Water Utilization Permit (IP3), because there are concerns can eliminate the value of local wisdom that develops in an area particularly the value of local wisdom awig awig. The purpose of this study is as follows. a). Analyze and explain thoroughly the Coastal Water Utilization Permit (IP-3) in Act 1 of 2014 Regarding the Management of Coastal Areas and Small Islands ignores the existence of Awig-Awig. b). Analyze and explain the policy impilikasi Coastal Water Utilization Permit (IP-3), which ignores the existence of Awig-Awig.c). Describe and explain the licensing policy of reconstruction in Coastal Water Utilization Permit (IP-3) that is accommodating to the system-Awig Awig Local Wisdom. This study uses the case study method (Yin, 2011) with qualitative analysis. The approach is done with ethnographic techniques for discussing the cultural issues that the value of local knowledge, while also using a normative approach as it relates to law and customary law in the area of Lombok UtaraTeknik purposive sampling to key figures The results showed a.). Articles in the Peisisir Water Utilization Permit debilitating and potentially eliminating the existence of indigenous peoples and customary laws, namely article 22. Article 16,17,20 and the potential to close the access of indigenous peoples and traditional fishing in coastal areas, in addition to the clauses are considered to weaken and marginalize the indigenous peoples as well as the potential to displace people from the region who have inhabited for generations. Furthermore, we will eliminate the right to life and the life of the community for their policy to have permission to use and management activities especially in the coastal region. b). Impilikasi Policy Coastal Water Utilization Permit (IP-3), which ignores the existence of Awig-Awig in coastal areas will open up opportunities for exploitation by the manager in this case an individual or business entity in massif.c). In order to reconstruct the policy in the context of Coastal Water Utilization Permit (IP-3) that is accommodating to the customary law, the Government should hold traditional institutions along with local knowledge, traditions and customary laws to be used in an effort to provide guidance to indigenous peoples and traditional fishing.

Item Type: Thesis (Doktor)
Identification Number: DIS/551.457/HIL/r/2018/061810698
Uncontrolled Keywords: Rekonstruksi Kebijakan, Izin Pemanfaatan Perairan Pesisir, Awig-Awig,Reconstruction Policy, Coastal Water Utilization Permit, Awig-Awig
Subjects: 500 Natural sciences and mathematics > 551 Geology, hydrology, meteorology > 551.4 Geomorphology and hydrosphere > 551.45 Plane and coastal regions > 551.457 Coastal regions
Divisions: S2/S3 > Doktor Ilmu Perikanan dan Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Depositing User: soegeng sugeng
Date Deposited: 14 Oct 2022 07:22
Last Modified: 14 Oct 2022 07:49
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/195708
[thumbnail of Arif Hilmawan.pdf] Text
Arif Hilmawan.pdf

Download (2MB)

Actions (login required)

View Item View Item