Iryani, Dewi and Prof. Dr. Suhariningsih,, S.H., SU and Hanif Nur Widhiyanti,, SH., M.Hum., Ph.D, and Dr. Bambang Winarno,, S.H., MS. (2018) Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Dalam Penyelesaian Utang Piutang Yang Berkeadilan. Doktor thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Pada Disertasi ini, penulis mengangkat Problema Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang berkeadilan pada Undang-Undang Kepailitan dan PKPU masih memuat tidak adanya keadilan baagi debitor dan kreditor terutama pada permohonan PKPU yang sangat mudah karena pemohon PKPU cukup membuktikan adanya minimal dua kreditor dan salah satu utang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Hal itu berakibat bahwa debitor yang mempunyai asset lebih banyak daripada utang namun harta dapat dengan mudahnya menjadi pailit. Apabila debitor dalam keadaan pailit tentu saja hal tersebut akan merugikan debitor dan kreditor karena debitor sudah tidak dapat lagi mengurus perusahaannya demikian juga dengan nasib kreditor terutama kreditor konkuren tidak akan mendapatkan pelunasan sesuai tagihan piutangnya. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu,Apakah hakekat pengaturan insolven pada debitor sebagai dasar permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang?, Bagaimana kedudukan debitor dan kreditor dalam perjanjian utang piutang pada proses PKPU dan jika terjadi Pailit?Bagaimana seharusnya Penundaaan Kewajiban Pembayaran Utang dalam penyelesaian utang piutang yang mencerminkan rasa keadilan?Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan mengkaji beberapa peraturan perundang-undangan sebagai pelengkap. Adapun teori dalam penelitian ini adalah kepastian hukum, teori Hukum Pembangunan oleh Mochtar Kusumaatmadja dan teori keadilan oleh John Rawls. Adapun kesimpulan dalam penelitian ini adalah Insolven pada Debitor sebagai dasar permohonan Penundaaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Permohonan pailit tidak dikenal dalam sistem hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di Indonesia, Penundaaan Kewajiban Pembayaran Utang dan dan kepailitan dalam penyelesaian Utang piutang yang mencerminkan rasa keadilan di mulai dengan adanya Insolvensi tes terlebih dahulu, kemudian bila terjadi Kepailitan peletakan sita terbatas pada Asset yang relevan tidak terhadap seluruh asset Debitor., PKPU bertujuan memperbaiki keadaan ekonomis dan kemampuan debitor untuk membuat laba. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa PKPU bertujuan menjaga jangan sampai debitor, yang karena suatu keadaan semisal keadaan tidak likuid dan sulit mendapatkan kredit, dinyatakan pailit, sedangkan kalau debitor tersebut diberikan waktu dan kesempatan, besar harapan ia akan dapat membayar utangnya. Putusan pailit dalam keadaan tersebut di atas akan berakibat pengurangan nilai perusahaan dan ini akan merugikan kreditor. Jelas kiranya bahwa PKPU bukan dimaksudkan untuk kepentingan debitor saja, melainkan juga untuk kepentingan kreditor konkure,.Bahwa PKPU bukanlah hanya berfungsi sebagai pranata hukum untuk mengajukan rencana perdamaian meliputi pembayaran sebagian atau seluruh utang, lebih dari itu PKPU juga berfungsi sebagai pranata untuk mengatasi pembayaran utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih bagi debitor dalam kondisi insolvensi secara teknis (technically insolvent), sepanjang debitor tersebut masih memiliki kelayakan usaha yang prospektif, beriktikad baik (kejujuran dan kepatutan) dari pihak pengurus debitor maupun pemegang sahamnya, transparan serta akuntabel, tidak adanya keseimbangan kepentingan kreditor dan debitor dalam PKPU ditemukan baik dalam penelitian maupun dalam beberapa ketentuan kepailitan. Tes insolvensi (insolvency test) yang terdiri dari balance-sheet test; cash flow test/equity test dan analisis transaksional yang dilakukan oleh konsultan independen merupakan strategi hukum untuk mengatasi hal ini dengan tujuan agar kreditor memahami kondisi keuangan debitor yang sebenarnya, sehingga baik kreditor maupun debitor merasa memiliki kepentingan dan risiko yang sama sesuai prinsip creditors' bargain., Kreditor merasa terjamin atas pembayaran piutangnya dan debitor akan merasa terlindungi jika para kreditor menyetujui untuk diberikan kesempatan melanjutkan usahanya. Kedudukan Debitor dalam perikatan pada umumnya masih mempunyai kekuasaan terhadap seluruh asset tersebut dalam artian debitor masih bisa menjual atau mengalihakan asset tersebut dengan leluasa, dikecualikan adalah asset yang dibebani hak tanggungan, sedang dalam perikatan utang piutang yang dipailitkan maka Debitor kehilangan hak tersebut, karena prinsip dari kepalititan adalah sita umum umum terhadap seluruh asset Debitor, dengan demikian Debitor kehilangan hak untuk menggurus dan mengelola asset tersebut. Kewenangan Pengelolaan asset tersebut berada dibawah kekuasaan kurator yang ditunjuk oleh Putusan pegadilan, yang dan dalam Pengawasan hakim pengawas, sampai dengan pemberesan boedel pailit selesai. Sedangkan Posisi Kreditor tetap cakap melakukan perbuatan hukum. Dan kreditor berkedudukan sesuai dengan posisinya artinya ada kreditor Separatis, Kreditor Preferen dan Kreditor Konkuren, Untuk mencapai hal itu prinsip kepailitan tanpa melalui proses PKPU terlebih dahulu merupakan prinsip yang tidak tepat. PKPU dapat meningkatkan nilai perusahaan khususnya dalam hal keuangan dan laba perusahaan, sebaliknya tidak terjadi penjualan harta-harta debitor. Kepailitan merupakan sarana pamungkas setelah debitor gagal melakukan PKPU. Proses selama berlangsungnya PKPU tanpa ada ahli keuangan yang bisa membantu keadaan debitor makn memperburuk karena debitor dapat dengan mudahnya menjadi pailit. Perusahaan yang sehat kembali karena PKPU akan terhindar dari pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawannya. Laba usaha yang didapat akan menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran bagi debitor, kreditor, karyawan serta stakeholders. Hal ini berarti, hukum yang mengatur PKPU telah berfungsi sebagai alat perubahan dan pembaharuan masyarakat, setidaknya masyarakat ekonomi atau pelaku ekonomi yang sangat berperan dalam pembangunan hokum.
English Abstract
This research studies an issue over suspension of debt payment obligation (hereinafter PKPU) as in Act concerning Bankruptcy and PKPU where there seems to be no justice for debtors and creditors, while PKPU can be easily proposed by proving that there are at least two creditors and collectible due debt. This issue could bring to bankruptcy despite the fact that the value of asset outweighs the amount of debt. This situation can also cause financial losses for both debtor and creditor, where the former is at risk of losing his/her company while the latter may fail to receive full payment of the debt especially for concurrent creditors. Several questions are raised regarding the issue mentioned earlier: what is the principle of regulation regarding insolvent debtor as to propose PKPU?, what positions are held by debtors and creditors in the agreement of debts and receivables in the process of PKPU when bankruptcy takes place? How should PKPU take place in fair debt repayment? The research method used was normative juridical in which regulations and laws were studied. The theories involved were legal certainty, law of development by Mochtar Kusumaatmadja and the theory of justice by John Rawls. This research concludes that insolvent debtor is the requirement to propose PKPU, and proposing statement of bankruptcy is not recognised in legal system regulating bankruptcy and PKPU in Indonesia. Suspension of Debt Payment Obligation (PKPU) and Bankruptcy can be performed in a fair way starting from the existence of insolvency test. When bankruptcy is found, limited seizure can take place only in relevant asset, not all assets of the debtor. Suspension of Debt Payment Obligation is aimed to maintain the economic condition and the ability of debtors to gain profit. It can be concluded that PKPU is aimed to avoid any status of bankruptcy for a creditor just because of not being liquid and difficulty proposing loan. When there is a chance given, it is still possible for the debtor to pay back the loan. Statement of bankruptcy significantly results in decreasing values of the company and losses for the creditor. It is clear that PKPU is not only for the debtor, but it is also meant for concurrent creditor. Not only does PKPU function as dispute settlement where the debt can be partially or fully paid, but it also serves as to solve the dispute over collectible loan and it can be collected from the debtor that is technically insolvent as long as the debtor still has prospective business, is in good faith (regarding honesty and appropriateness) either for debtor or investors, is transparent, and accountable. However, the absence of balance between the interest of the creditor and that of debtor in PKPU was found either in the research or in several provisions of bankruptcy. Insolvency test consists of balance-sheet test, cash flow test/equity test, and transactional analysis performed by an independent consultant. Those are legal strategies performed to take care of the issue mentioned, which is aimed to make the creditor understand the real financial condition, so that both the creditor and debtor have equal interests and risk according to the principle of creditors’ bargain. The creditor will feel more secure in terms of the payment of the loan and the debtor will feel more protected when the creditor agrees to be given another chance to continue running his/her business. The position of the debtor in the contract or agreement generally holds the power of all the assets in which the debtor could still has more opportunities to sell or divert the assets, except for the asset with mortgage right. However, in the agreement of debts and receivables declared bankrupt, the debtor could lose his/her rights to manage the assets because the principle of bankruptcy is based on general seizure of the whole assets owned by the debtor. The authority to manage the asset is under the power of a receiver based on the decision made by court under the supervision of a Judge until the case of bankruptcy estate is done, but the position of the creditor is still regarded as appropriate to take any legal act. The creditor is still with his/her position as a secured creditor, preferential creditor, and concurrent creditor. Achieving the principle of bankruptcy without going through the process of PKPU is regarded inappropriate. The PKPU could help raising the values of the company especially in terms of finance and company profits, and selling debtor’s asset will not happen. Bankruptcy is a step taken when a debtor fails to execute PKPU. The process of PKPU taking place without any presence of a financial expert will only worsen the condition of a debtor which could result in bankruptcy. The company that manages to recover means that PKPU will no longer has to involve any employee termination. The profits gained by the company will create a welfare and prosperity for debtors, creditors, staff, and stakeholders. This means that the law regulating PKPU has served as something that changes and develops society, at least those economic people or economic actors that play an important role in the development of law.
Item Type: | Thesis (Doktor) |
---|---|
Identification Number: | DIS/346.077/IRY/p/2018/061801102 |
Uncontrolled Keywords: | Penundaan, Pembayaran, berkeadilan,suspension, payment, fair |
Subjects: | 300 Social sciences > 346 Private law > 346.07 Commercial law > 346.077 Debtor and creditor |
Divisions: | S2/S3 > Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum |
Depositing User: | soegeng sugeng |
Date Deposited: | 11 Oct 2022 07:19 |
Last Modified: | 11 Oct 2022 07:19 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/195563 |
Text
Dewi Iryani.pdf Download (3MB) |
Actions (login required)
View Item |