Hak Imunitas Bagi Ahli Dalam Memberikan Keterangan Di Dalam Sistem Peradilan Pidana

Mansyah, Muh Sutri and Prof. Dr. I Nyoman Nurjaya,, S.H.,M.H and Prof. Masruchin Ruba’i,, S.H, M.S. (2020) Hak Imunitas Bagi Ahli Dalam Memberikan Keterangan Di Dalam Sistem Peradilan Pidana. Magister thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Pada tesis ini dilatar belakangi berawal dari Nur Alam selaku terdakwa tindak pidana korupsi menggugat ahli karena dipersidanganya ahli memberikan keterangan tidak sesuai dengan laporannya secara tertulis, Padahal menurut Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Ibu Lili memiliki pendapat bahwa ahli tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dan ditambah oleh beberapa penelitian yang menyatakan bahwa ahli tidak dapat dituntut berdasarkan Pasal 10 ayat (1) UU No 31 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban; Namun setelah penulis membaca dengan cermat dalam Pasal 10 ayat (1) ternyata ahli tidak memiliki hak imunitas dan merupakan kekosongan hukum. Sehingga penulis mengangkat rumusan masalah yaitu: apakah fungsi ahli dalam sistem peradilan pidana; bagaimana urgensi pengaturan hak imunitas terhadap ahli; bagaimana konsep pengaturan hak imunitas terhadap ahli. Metode Penelitian ini menggunakan yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus dan pendekatan konsetual. Bahan hukum primer maupun sekunder, serta teknik analisis bahan hukum menggunakan interpretasi sistematis dan interpretasi gramatikal, Adapun teori yang digunakan ialah teori perlindungan hukum, teori kepastian hukum, teori sistem peradilan pidana, teori kebijakan hukum pidana. Hasil penelitian menunjukan bahwa Fungsi ahli dalam memberikan keterangan di dalam sistem peradilan pidana ialah sebagai alat bukti yang dapat membuat terang suatu tindak pidana dan keberadaan ahli sangat penting karena dapat membantu aparat penegak hukum yang memiliki keterbatasan keahlian yang disebabkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; Urgensi pengaturan hak imunitas bagi ahli berdasarkan dua aspek yaitu: Pertama, aspek sosiologis: adanya Putusan Perdata Nomor 47/Pdt.G/2018/PN.Cbi. dalam pertimbangan hakim bahwa “ahli tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana”, dari pertimbanganya tersebut. hakim tidak berdasarkan pada perundang-undangan sehingga hakim telah melakukan terobosan hukum. Kedua, aspek yuridis: Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, adanya bentuk perlindungan hukum terhadap ahli seperti memberikan nasehat hukum dan pendampingan hukum oleh penasehat hukum tentunya akan berimplikasi pada kasus hukum yang dihadapi oleh ahli dikemudian hari nantinya, Sehingga seharusnya lebih lanjut diberikan hak imunitas terhadap ahli dan tidak hanya saksi, korban, saksi pelaku, dan/atau pelapor yang diberikan hak imunitas; Adapun konsep pengaturan hak imunitas terhadap “ahli yang tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana”, maka akan dimasukkan dalam Pasal 10 ayat (1) dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Saran, Legislatif bersama Eksekutif hendaknya mengatur hak imunitas terhadap ahli yang dimasukkan kedalam Pasal 10 ayat (1) Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban pada masa mendatang, sehingga diharapkan tidak terjadi kekosongan norma

English Abstract

Pada tesis ini dilatar belakangi berawal dari Nur Alam selaku terdakwa tindak pidana korupsi menggugat ahli karena dipersidanganya ahli memberikan keterangan tidak sesuai dengan laporannya secara tertulis, Padahal menurut Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Ibu Lili memiliki pendapat bahwa ahli tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dan ditambah oleh beberapa penelitian yang menyatakan bahwa ahli tidak dapat dituntut berdasarkan Pasal 10 ayat (1) UU No 31 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban; Namun setelah penulis membaca dengan cermat dalam Pasal 10 ayat (1) ternyata ahli tidak memiliki hak imunitas dan merupakan kekosongan hukum. Sehingga penulis mengangkat rumusan masalah yaitu: apakah fungsi ahli dalam sistem peradilan pidana; bagaimana urgensi pengaturan hak imunitas terhadap ahli; bagaimana konsep pengaturan hak imunitas terhadap ahli. Metode Penelitian ini menggunakan yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus dan pendekatan konsetual. Bahan hukum primer maupun sekunder, serta teknik analisis bahan hukum menggunakan interpretasi sistematis dan interpretasi gramatikal, Adapun teori yang digunakan ialah teori perlindungan hukum, teori kepastian hukum, teori sistem peradilan pidana, teori kebijakan hukum pidana. Hasil penelitian menunjukan bahwa Fungsi ahli dalam memberikan keterangan di dalam sistem peradilan pidana ialah sebagai alat bukti yang dapat membuat terang suatu tindak pidana dan keberadaan ahli sangat penting karena dapat membantu aparat penegak hukum yang memiliki keterbatasan keahlian yang disebabkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; Urgensi pengaturan hak imunitas bagi ahli berdasarkan dua aspek yaitu: Pertama, aspek sosiologis: adanya Putusan Perdata Nomor 47/Pdt.G/2018/PN.Cbi. dalam pertimbangan hakim bahwa “ahli tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana”, dari pertimbanganya tersebut. hakim tidak berdasarkan pada perundang-undangan sehingga hakim telah melakukan terobosan hukum. Kedua, aspek yuridis: Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, adanya bentuk perlindungan hukum terhadap ahli seperti memberikan nasehat hukum dan pendampingan hukum oleh penasehat hukum tentunya akan berimplikasi pada kasus hukum yang dihadapi oleh ahli dikemudian hari nantinya, Sehingga seharusnya lebih lanjut diberikan hak imunitas terhadap ahli dan tidak hanya saksi, korban, saksi pelaku, dan/atau pelapor yang diberikan hak imunitas; Adapun konsep pengaturan hak imunitas terhadap “ahli yang tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana”, maka akan dimasukkan dalam Pasal 10 ayat (1) dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Saran, Legislatif bersama Eksekutif hendaknya mengatur hak imunitas terhadap ahli yang dimasukkan kedalam Pasal 10 ayat (1) Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban pada masa mendatang, sehingga diharapkan tidak terjadi kekosongan norma

Other obstract

-

Item Type: Thesis (Magister)
Identification Number: TES/345.05/FHhI/2020/042002029
Subjects: 300 Social sciences > 345 Criminal law > 345.05 Criminal procedure
Divisions: S2/S3 > Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Depositing User: Nur Cholis
Date Deposited: 29 Aug 2022 01:32
Last Modified: 29 Aug 2022 01:32
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/193657
[thumbnail of DALAM MASA EMBARGO] Text (DALAM MASA EMBARGO)
MUHSUT~1.PDF
Restricted to Registered users only until 31 December 2023.

Download (4MB)

Actions (login required)

View Item View Item