Wujud Perlindungan Hukum Terhadap Anak Hasil Perkawinan Yang Tidak Di Catatkan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/Puu-Viii/2010

Raharjo, Mohammad Dipo and Dr. Rachmi Sulisyorini, S.H.,M.H and Dr. Abdul Majid,, S.H.,M.Hum (2019) Wujud Perlindungan Hukum Terhadap Anak Hasil Perkawinan Yang Tidak Di Catatkan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/Puu-Viii/2010. Magister thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Perbedaan konsep terhadap pasal 2 ayat (2) dan pasal 43 ayat (1) Undang-undang Perkawinan dengan pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 adalah disebabkan perbedaan sudut pandang memaknai keberadaan pasal 2 ayat (1) dan pasal 2 ayat (2) yaitu menurut undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dua ayat tersebut merupakan satu kesatuan pengertian yang mendasarkan pada asas kepastian hukum demi ketertiban administrasi sedangkan konsep setelah putusan mahkamah kontitusi mendasarkan pada teori legalitas bahwa wewenang dalam bahasa hukum tidak sama dengan kekuasaan (macht). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Dalam hukum, wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban, hak mengandung pengertian kekuasaan untuk mengatur sendiri dan mengelola sendiri sedangkan kewajiban secara horizontal berarti kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan dalam satu tertib ikatan pemerintah secara keseluruhan sehingga memandang pasal 2 ayat (1) dan 2 ayat (2) tidak merupakan satu kesatuan atau 2 ayat (2) hanya sebagai administratif. Dan Wujud perlindungan hukum Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi yang terhadap anak hasil perkawinan yang tidak dicatatkan dalam perkawinan yang sah adalah perlindungan hukum preventif menurut teori perlindungan hukum Philipus M.Hadjon yaitu undang-undang perkawinan sebagai bentuk perlindungan preventif bagi hak keperdataan anak hasil perkawinan yang tidak dicatatkan belum mampu menyentuh rasa keadilan substansial, yang tertuangnya di dalam peraturan undang-undang hukum perkawinan.

English Abstract

Adultery is in essence one of the moral decisions closely related to the moral values of the institution of marriage. In an individualistic-liberalistic western view, the rights and freedoms of individuals (including in the field of sexual or moral) are so prominent and highly upheld as long as the sexual or moral rights are individual, free and non-coercive, such matters shall be regarded as fair and unreprehensible. In the social structure of society that is more familial, collectivistic, and monodualistic, the problem of adultery is not merely a matter of private and individual freedom but also the values and interests of the wider community, the interests of the family, the people and the environment. in an administrative perspective, legal synchronization must be created, in the case of those who are more likely than not to be allowed to have tenants in place. Act in the Law no. 12 Years 2011 The Formation of Permanent Values The percentage of players that may be made may not be the same with the parent stockholders in their business. In this connection, it is said that Law No.3 of Year 2009 concerning Mightage especially Article 45A Paragraph (2) letters is on or not with the Village 224 KUHADP

Other obstract

-

Item Type:	Thesis (Magister)
Identification Number:	TES/342.082 72/FH/w/2019/042002042
Uncontrolled Keywords:	Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU/VIII/2010, Undang- Undang Perlindungan Anak, Undang-Undang Perkawinan, KUHP, East Java High Court,
Subjects:	300 Social sciences > 342 Constitutional and administrative law > 342.08 Jurisdiction over persons > 342.082 Entrance to and exit from national domain
Divisions:	S2/S3 > Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum
Depositing User:	Nur Cholis
Date Deposited:	24 Aug 2022 04:22
Last Modified:	24 Aug 2022 04:22
URI:	http://repository.ub.ac.id/id/eprint/193500

Text MOHAMMAD DIPO RAHARJO.pdf Download (3MB)

Actions (login required)

View Item