Implikasi Hukum Penggunaan Data Pribadi Pihak Ketiga Terhadap Keabsahan Perjanjian Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi ( Financial Technology Peer To Peer Lending)

Pardana, I Nyoman Adi and Dr. Sihabudin,, S.H., M.H and Dhiana Puspitawati,, S.H., L.LM., Ph.D (2019) Implikasi Hukum Penggunaan Data Pribadi Pihak Ketiga Terhadap Keabsahan Perjanjian Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi ( Financial Technology Peer To Peer Lending). Magister thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Salah satu Financial Technology dengan pertumbuhan yang sangat pesat di Indonesia adalah layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi ( Financial Technology Peer to Peer Lending) yang memberikan manfaat seperti alternatif pinjaman bagi debitur yang belum layak kredit serta alternatif investasi bagi investor. Namun dalam pelaksanaanya, timbul berbagai macam permasalahan seperti minimnya perlindungan data pribadi nasabah, bunga pinjaman yang sangat tinggi, serta penagihan yang dilakukan kepada pihak yang tidak memiliki hubungan dengan perjanjian. Kasus yang berhasil ditemukan penulis, bahwa terjadi perjanjian antara Tuan Akbar Fristimudia dan pihak perusahaan penyelenggara MudahUang. Sebelum memutuskan akan memberikan pinjaman, pihak perusahaan penyelenggara MudahUang menghubungi peminjam lewat telepon dan meminta persetujuan terkait 2 (dua) syarat tambahan, antara lain: 1. Perusahaan akan menggunakan jasa debt collector untuk melakukan penagihan pinjaman jika terjadi wanprestasi; dan 2. Perusahaan meminta akses terhadap data pribadi dari semua kontak telepon milik peminjam (pihak ketiga) untuk dapat diakses dan dihubungi jika terjadi wanprestasi. Kedua syarat tambahan tersebut adalah syarat yang sifatnya kumulatif dengan syarat wajib pengajuan pinjaman. Artinya, semua syarat tambahan dan syarat wajib pengajuan pinjaman dalam perjanjian ini harus terpenuhi dan disetujui oleh peminjam. Jika ada persyaratan baik syarat wajib maupun syarat tambahan yang tidak disetujui oleh peminjam, maka perusahaan tidak akan mencairkan uang pinjaman atau pengajuan pinjaman peminjam tersebut akan secara otomatis ditolak oleh perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, maka kesepakatan terhadap kedua syarat tambahan ini pun sangat penting karena akan menentukan terjadi tidaknya perjanjian tersebut. Namun dalam kasus ini, peminjam memberikan kesepakatan penggunaan data pribadi pihak ketiga tersebut secara sepihak kepada perusahaan atau peminjam tidak meminta persetujuan dari pihak ketiga yang data pribadinya akan diakses dan digunakan oleh perusahaan jika terjadi wanprestasi. Padahal setiap akses dan penggunaan data pribadi seseorang harus berdasarkan persetujuan dari v orang yang bersangkutan yang datanya akan diakses dan/atau akan digunakan untuk kegiatan perusahaan, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Pasal 31 ayat (3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Data Konsumen Jasa Keuangan. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis ingin menganalisis mengenai apa implikasi hukum penggunaan data pribadi pihak ketiga terhadap keabsahan perjanjian pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi ( Financial Technology Peer to Peer Lending) dan bagaimana pengembalian uang pinjaman kepada kreditur apabila debitur melakukan wanprestasi agar sesuai dengan keadilan distributif. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan Perundang-Undangan dan pendekatan kasus. Teknik analisis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif kualitatif dan menggunakan penafsiran sistematis. Hasil analisis yang diperoleh adalah implikasi hukum penggunaan data pribadi pihak ketiga terhadap keabsahan perjanjian pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi ( Financial Technology Peer to Peer Lending) adalah perjanjian itu menjadi batal demi hukum karena tidak terpenuhinya syarat objektif khususnya syarat sebab yang halal dari syarat sahnya suatu perjanjian. Para pihak dalam melaksanakan perjanjiannya tersebut tidak memperoleh persetujuan dari pihak ketiga, padahal setiap penggunaan data pribadi seseorang harus berdasarkan persetujuan dari orang yang bersangkutan. Tindakan yang dilakukan para pihak tersebut telah melanggar ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Pasal 31 ayat (3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Data Konsumen Jasa Keuangan. Sedangkan terkait dengan pengembalian uang pinjaman kepada kreditur apabila debitur melakukan wanprestasi agar sesuai dengan keadilan distributif adalah debitur diwajibkan membayar pinjaman pokok dan bunga disertai dengan tambahan denda keterlambatan setiap harinya, sebagaimana yang sudah diperjanjikan para pihak saat pembuatan perjanjian. Hal ini perlu dilakukan vi semata-mata agar porsi hak dan kewajiban para pihak menjadi layak dan patut sesuai dengan prestasinya masing-masing dan juga agar memberikan keadilan bagi kreditur karena sebelumnya sudah menanggung kerugian akibat dari wanprestasi yang dilakukan debitur tersebut

English Abstract

Peer-to-peer lending is one of financial technology-based lending practices rapidly developing in Indonesia. This lending system has offered alternative benefits for debtors even for those not considered creditworthy and also for investors in investment. However, there is still an issue regarding the lack of protection for clients’ personal data, too high interest rate, and the billing sent to the person not involved in the agreement. This research studies the case of Mr. Akbar Fristimudia and a lending service company MudahUang. Before deciding to provide the loan, MudahUang has reached the debtor on the phone over agreement concerning two additional requirements: 1. The company will hire debt collectors to bill the debtor in case of breach of contract by the debtor; and 2. The company is to be given access to all phone numbers of the debtor and third party in case of breach of contract by the debtor Those two points of requirement are considered additional to the main requirement of the loan proposal, meaning that the debtor must fulfil either the addition or the main requirement. When the client fails to agree one of the points of requirement, the company will not provide any cash or the loan proposal will automatically be rejected by the company. Therefore, the existence of all points of the requirement is deemed essential since it is determining in whether the loan proposal is approved. In this case, the debtor allows access for the lending company to the third party’s phone numbers in case of breach of contract without consent of the third party. This should not happen as it is regulated in the provision of Article 26 Paragraph (1) of Act Number 19 of 2016 concerning Amendment to Act Number 11 of 2008 concerning Electronic Information and Transactions and Article 31 Paragraph (3) of Regulation of Financial Services Authority Number 1/POJK.07/2013 concerning Protection of Financial Services Consumers’ Data. The issue has brought to the idea of analysing the legal implication of the third party’s personal data in relation to the validity of financial technology-based peer-to-peer lending and how the money is returned in case of breach of contract according to distributive justice principle. This research employed normative-juridical method, viii statute and case approaches. The data of the research was analysed based on descriptive-qualitative method with systematic interpretation. The legal implication implies that the access to the third party’s personal data given to the lending company without consent of the party is considered invalid from the outset since it fails to meet objective requirement, especially the halal requirement, as the acceptable requirement in an agreement. The third party decided not to give his approval for all parties in the agreement, against the fact that an agreement must cover the approval of all parties involved. This situation has violated the provision in Article 26 Paragraph (1) of Act Number 19 of 2016 concerning Amendment to Act Number 11 of 2008 concerning Electronic Information and Transactions and Article 31 Paragraph (3) of Regulation of Financial Services Authority Number 1/POJK.07/2013 concerning Protection of Financial Services Customers’ Data. In terms of returning the money by debtor to the lending company to meet distributive justice, the debtor must return the main amount of money along with its interest and fine calculated on a daily basis, as agreed by all parties in the agreement. This procedure is implemented for appropriate portion of rights and obligations of each party based on what he/she has performed. It is also aimed to provide justice for the creditor since the creditor is disadvantaged by the breach of contract by the debto

Other obstract

-

Item Type: Thesis (Magister)
Identification Number: TES/346.077/FH/i/2019/041904857
Subjects: 300 Social sciences > 346 Private law > 346.07 Commercial law > 346.077 Debtor and creditor
Divisions: S2/S3 > Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum
Depositing User: Nur Cholis
Date Deposited: 24 Aug 2022 02:26
Last Modified: 24 Aug 2022 02:26
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/193488
[thumbnail of INYOMA~1.PDF] Text
INYOMA~1.PDF

Download (2MB)

Actions (login required)

View Item View Item