Setiawan, I Gusti Ngurah Oka Putra and Prof. Dr. I. Nyoman Nurjaya,, S.H and Dr. Prija Djatmika,, S.H, M.S (2018) Tindak Pidana Pencurian Benda Sakral Dalam Putusan Pengadilan Di Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Bali. Magister thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Ada satu kasus menarik yang terjadi di Bali dalam hal kasus pencurian, para pelaku mencuri benda yang disakralkan oleh umat hindu yang mayoritas bertempat tinggal di pulau Bali. Di Bali benda sakral tersebut bisa berupa keris, uang logam (pes kepeng), dan pratima (simbol Dewa/Bhatara yang dipergunakan sebagai alat untuk memuja Sanghyang Widhi Wasa), salah satu benda sakral yang sering dicuri tersebut adalah pratima. Sementara ini kasus pencurian tersebut menggunakan Pasal 362 sebagai acuan sedagakan Pasal 363 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencurian dengan ancaman maksimal 7 tahun penjara digunakan sebagai sanksi terhadap pelaku yang melakukan perbuatan pencurian tersebut. Dari beberapa putusan pengadilan yang telah dikemukakan di atas, sebagaian besar tidak memuaskan masyarakat adat di Bali, karena hanya menjatuhkan sanksi pidana berdasarkan stelsel pidana dan pemidanaan yang diatur di dalam Pasal 10 KUHP saja. Putusan yang demikian ini tidak memuaskan, sangat merugikan dan tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat adat di Bali, Sebaiknya penjatuhan sanksi adat harus diberlakukan agar masyarakat adat di Bali merasa puas akan putusan pengadilan yang mau mempertimbangkan sanksi adat sebagai pejatuhan putusan, sifat dari putusan ini adalah berupa upaya pengembalian keseimbangan atau pengembalian rasa kepatutan akibat dari perbuatan si pelaku yang mengakibatkan terganggunya keharmonisan kehidupan masyarakat di desa pakraman. Kepada Pemerintah RI dan Dewan Perwakilan Rakyat RI agar merevisi dan mempertimbangkan hukum adat sebagai penjatuhan pidananya untuk memuaskan keadilan kepada masyarakat adat bila terjadi pencurian terhadap benda sakral dikemudian hari.
English Abstract
Theft of Sacred Object is worrying to most people in Bali. Pratima is usually represented in the form of Keris, coin (pes kepeng), and Pratima (the symbol of the God/Bhatara commonly used to worship Sang Hyang Widhi Wasa). Pratima is the object that has commonly been gone due to stealing. To settle this case, the Judges use Article 362 as a reference, while Article 363 of Criminal Code concerning Theft with a minimum of 7 year sentence is used as to give sanction to the thief. In some decisions made in the case, Balinese people mostly perceive that the sanction is not efficient when it is only based on Article 10 of Criminal Code. Balinese calls for more measure that also considers Adat law, as Adat law is seen as to bring back the balance that is ruined due to the theft, and it is also aimed to bring back the obedience that has been gone from the theft, recalling that this conduct has ruined the balance and harmony of life of the people living in Pakraman village. It is suggested that the Indonesian Government and the House of Representative of the Republic of Indonesia consider Adat law as the reference to give verdict to the theft in case of any possibility that it many happen in the future for the sake of justice in Adat community
Item Type: | Thesis (Magister) |
---|---|
Identification Number: | TES/346.02FH/t/2018/0419233 |
Subjects: | 300 Social sciences > 346 Private law > 346.02 Juristic acts, contracts, agency |
Divisions: | S2/S3 > Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum |
Depositing User: | Nur Cholis |
Date Deposited: | 24 Aug 2022 01:19 |
Last Modified: | 24 Aug 2022 01:19 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/193467 |
![]() |
Text
I GUSTI NGURAH OKA PUTRA SETIAWAN.pdf Download (5MB) |
Actions (login required)
![]() |
View Item |