Chauf, Kusnindar Abd and Prof. Dr. Ir. Sri Murni Dewi,, MS and Prof. Dr. Ir. Agoes Soehardjono,, MS and Dr. Ir. Wisnumurti,, MT (2019) Balok Kayu Laminasi Kombinasi Sengon Dan Gelugu Dengan Perkuatan Lilitan Nilon. Doktor thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Pengembangan pemanfaatan kayu sengon dan gelugu sebagai bahan konstruksi sangat diperlukan untuk mengurangi eksploitasi hutan alam sebagai sumber bahan baku kayu gergajian. Namun, keduanya memiliki kekurangan dari segi nilai sifat mekanik dan capaian dimensi maksimum. Sifat mekanik kayu sengon relatif rendah, sehingga tidak memenuhi syarat sebagai elemen struktural, sedangkan gelugu hanya dapat menghasilkan dimensi yang kecil, meskipun memiliki sifat mekanik yang memenuhi syarat struktural. Oleh sebab itu, sistem mix-glulam dapat diterapkan untuk mengatasi dua permasalahan itu, Dengan sistem mix-glulam dapat dihasilkan elemen struktural yang relatif ringan dengan kinerja yang memadai. Sistem ini telah dikembangkan secara luas, bahkan sampai pada tahap penerapan perkuatan eksternal, untuk meningkatkan kinerja balok kayu laminasi struktural. Umumnya digunakan bahan nonkayu berkinerja tinggi sebagai lapis tambahan, atau penempatan compressed wood block pada titiktitik tertentu di sepanjang balok. Prinsipnya adalah, bahwa kinerja balok laminasi sangat ditentukan oleh sifat mekanik bahan lamina terluar. Atas dasar itu, maka penelitian ini ditujukan untuk mengetahui kinerja balok laminasi kombinasi sengon – gelugu. Selain itu, juga untuk mengetahui pengaruh aplikasi perkuatan lilitan nilon pada kinerja balok laminasi seragam (sengon- sengon) atau BS dan balok laminasi kombinasi (sengon-gelugu) atau BK. Sistem perkuatan ini berbeda dengan sebelumnya, karena didasarkan pada prinsip bahwa kekangan terhadap regangan tekan lateral dapat meningkatkan kinerja bahan lamina. Dalam rangka mencapai tujuan itu maka dilakukan pengujian terhadap balok laminasi dengan metode four point bending test. Pengujian dilakukan terhadap dua kategori balok yaitu: bentang panjang (L = 2750 mm) untuk pengamatan kinerja lentur, dan bentang pendek (L = 900 mm) untuk pengamatan kinerja geser. Setiap kategori terdiri dari BS dan BK, yang dibagi dalam empat kelompok yaitu: tanpa perkuatan (BS-L-0, BS-G-0, BK-L-0 dan BK-G-0), jarak lilitan 2 mm (BS-L-2, BS-G-2, BK-L-2 dan BK-G-2), jarak lilitan 4 mm (BS-L-4, BS-G-4, BK-L-4 dan BK-G-4) dan jarak lilitan 6 mm (BS-L-6, BS- G-6, BK-L-6 dan BK-G-6). Setiap kelompok terdiri dari lima ulangan, sehingga dibutuhkan total 40 buah benda uji balok laminasi dengan lebar 55 mm dan tinggi 155 mm. BS-L dan BS-G terdiri dari enam lapis kayu sengon dengan kerapatan 0,3 gr/cm3, sedangkan BK-L dan BK-G terdiri empat lapis kayu sengon di bagian inti dan satu lapis gelugu dengan kerapatan 0,69 gr/cm3 masing-masing di sisi atas dan bawah. Ketebalan setiap lapisan adalah 26 mm dan direkatkan dengan resin urea folmaldehyde setting dingin. Pelaburan perekat dua sisi sebanyak 350 gr/m2 pada gaya kempa 2 MPa. Adapun bahan perkuatan yang digunakan adalah benang nilon tipe.6.6 berdiameter 1,2 mm yang diaplikasikan secara manual dengan perekat epoxy. Hasil analisis menunjukkan, bahwa kuat lentur BK adalah 3,4 kali lebih tinggi daripada BS, kuat geser BK adalah 1,32 kali lebih tinggi daripada BS, kekakuan lentur BK adalah 1,18 kali lebih tinggi daripada BS. Namun, daktilitas kedua tipe balok laminasi tidak berbeda dan keduanya mengalami keruntuhan lentur-tarik yang getas, meskipun pada BK tidak terjadi densifikasi di daerah tekan, sebagaimana pada BS. Selain itu, aplikasi perkuatan pada BS menghasilkan peningkatan fb, fv, EI dan secara signifikan. Perkuatan dengan lilitan 2 mm, 4 mm dan 6 mm, masing-masing menghasilkan nilai fb sebesar 1,31, 1,20 dan 1,18 kali lebih tinggi daripada BS tanpa perkuatan (BS-L-0); Perkuatan dengan lilitan 4 mm dan 6 mm masing-masing menghasilkan fv sebesar 1,21 dan 1,14 kali lebih tinggi daripada BS tanpa perkuatan (BS-G-0); Perkuatan dengan lilitan 2 mm dan 4 mm masing-masing menghasilkan EI sebesar 1,08 kali lebih tinggi daripada BS tanpa perkuatan (BS-L-0); Perkuatan dengan lilitan 2 mm dan 4 mm masing-masing menghasilkan sebesar 1,79 dan 1,13 kali lebih tinggi daripada BS tanpa perkuatan ( BS- L-0). Perkuatan juga menghasilkan peningkatan densifikasi di daerah tekan BS, sehingga terjadi perubahan posisi garis netral penampang, dari semula 0,45h menjadi 0,39h (h = tinggi balok) dengan pola keruntuhan daktil. Lain halnya dengan pengaruh perkuatan terhadap BK, dimana hanya perkuatan dengan lilitan 4 mm yang menghasilkan peningkatan nilai fb dan EI secara signifikan, yakni sebesar 1,28 dan 1,14 kali lebih tinggi daripada BK tanpa perkuatan (BK-L-0). Di sisi lain, peningkatan fv yang signifikan hanya dihasilkan oleh perkuatan dengan lilitan 2 mm, yaitu sebesar 1,11 kali lebih tinggi daripada BK tanpa perkuatan (BK-G-0). Perkuatan pada BK menghasilkan pola keruntuhan getas yang didahului oleh initial fracture tarik, dengan perubahan posisi garis netral dari 0,42h menjadi 0,36h. Kuat lentur dan pola keruntuhan kedua tipe balok laminasi yaitu BS dan BK, dapat dianalisis dengan pendekatan model distribusi tegangan dan regangan penampang pada kondisi beban maksimum. Model distribusi tegangan dan regangan tersebut merujuk pada kurva tegangan-regangan bilinear kayu sengon dan gelugu akibat beban aksial. Dalam hal ini, penentuan kuat lentur kedua tipe balok laminasi dapat dilakukan berdasarkan nilai kuat tarik sejajar (ft,0) dan kuat tekan sejajar (f,c,0) kayu sengon dan gelugu
English Abstract
The use of sengon and coconut wood as a result of plantations for building materials is very necessary since it will contribute to reducing the exploitation of forests as a source of raw materials for sawn timber. However, the mechanical properties of sengon wood do not qualify as structural elements. Meanwhile, coconut wood can only produce a limited dimensions, although its have a mechanical properties that meet structural requirements. Therefore, the mixed-glulam system can be applied to overcome these two problems, as well as to produce lightweight structural elements with adequate performance. This system has been developed extensively, even in the external reinforcement application stage, to improve the performance of structural laminated timber beams. Generally, high-strength materials are used as additional layers or the placement of compressed wood blocks at certain points along the beam. The principle is that the performance of laminated beams is determined to a large extent by the mechanical properties of the outermost zone. On this basis, this study aimed to determine the performance of the mixed-glulam beams compose of sengon and coconut wood. In addition, it is also to determine the effect of nylon-straps as reinforced on the performance of uniform laminated beams (sengon-sengon) or BS and mixed-glulam beams (sengon- coconut wood) or BK. This reinforcement system is different from the previous one since it is based on the principle that restrictions on the lateral strain effort can improve the performance of the materials. In order to achieve that goal, a laminated beam was tested using the four point bending test method. Tests were carried out on two categories of beams, namely: long span beams (L = 2750 mm) for bending performance, and short span beams (L = 900 mm) for shear performance. Each category consists of BS and BK, which are divided into four groups, namely: without reinforcement (BS-L-0, BS-G-0, BK-L-0 and BK-G-0), strapping space of 2 mm (BS- L-2, BS-G-2, BK-L-2 and BK-G-2), strapping space of 4 mm (BS-L-4, BS-G-4, BK-L-4 and BK-G- 4) and strapping space of 6 mm (BS-L-6, BS-G-6, BK-L-6 and BK-G-6). Each group consisted of five replications, so a total of 40 glulam beam specimens were needed with a width of 55 mm and a height of 155 mm. BS-L and BS-G consist of six layers of sengon wood with a density of 0,3 gr / cm3, while BK-L and BK-G consist of four layers of sengon wood in the core zone and one layer coconut wood with a density of 0,69 gr / cm3 each on outer zone of glulam. The thickness of each layer was 26 mm and glued with urea folmaldehyde resin in a cold setting. Two-sided adhesive spreading of 350 gr/m2 in the 2 MPa of pressure force. The reinforcement material used is type.6.6 of nylon thread with a diameter of 1,2 mm which is applied manually with epoxy adhesive. Result of the analysis showed that the flexural strength of BK was 3,4 times higher than BS, the shear strength of BK was 1,32 times higher than BS, the stiffness of BK was 1,18 times higher than BS. However, the ductility of the glulam beams is not different and both experience brittle tensile failure, although at BK-beams there is no densification in the compressed zone, as in BS. In addition, the reinforcement on the BS produces a significant increase in fb, fv, EI and . The strapping of 2 mm in space, 4 mm in space and 6 mm in space, was produced of fb value of 1,31, 1,20 and 1.18 times higher than BS-L-0; The strapping of 4 mm in space and 6 mm in space was produced of fv as 1,21 and 1,14 times higher than BS-G-0; The reinforcement of 2 mm and 4 mm in space was produced of EI of 1,08 times higher than BS-L-0; The reinforcement of 2 mm and 4 mm in space turns yields of 1,79 and 1,13 times higher than BS-L-0. The reinforcement also results an densification increased in the compression zone of BS, and caused a change of neutral axis distances, from 0,45h to 0,39h (h = height) with a ductile failure mode. It is different with the strengthening effect on BK, where only strapping of 4 mm in space was increased of fb and EI significantly, which is equal to 1,28 and 1,14 times higher than BK-L-0. On the other hand, a significant increase in fv is only generated by reinforcement of 2 mm strap in space, which is equal to 1,11 times higher than BK-G-0. The strengthening on the BK- beams was produced a brittle failure mode that is preceded by initial tension-fracture, with a change in the neutral axis distance from 0,42h to 0,36h. The flexural strength and failure mode of the two types of glulam beams, can be analyzed using the stress and strain distribution models of cross section beams at maximum load. The model was referred to the bilinear stress-strain curve of sengon and coconut wood due to axial stress. In this case, the determination of the flexural strength beams can be done based on the value of tensile strength (ft,0) and compressive strength (f,c,0) of sengon and coconut wood.
Other obstract
-
Item Type: | Thesis (Doktor) |
---|---|
Identification Number: | DIS/691.1/FT/b/2019/061904274 |
Uncontrolled Keywords: | balok laminasi, kayu sengon, gelugu, perkuatan nilo, glulam beams, sengon wood, coconut wood, nylon reinforcemen |
Subjects: | 600 Technology (Applied sciences) > 691 Building materials > 691.1 Timber |
Divisions: | S2/S3 > Doktor Teknik Sipil, Fakultas Teknik |
Depositing User: | Nur Cholis |
Date Deposited: | 18 Aug 2022 02:09 |
Last Modified: | 18 Aug 2022 02:09 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/193279 |
Text
18 Disertasi Kusnindar 147060100111006.pdf Download (19MB) |
Actions (login required)
View Item |