Kadar Epidermal Growth Factor (EGF) Pada Air Susu Ibu Neonatus Prematur dan Aterm

Rahayu, Nindy Resti and dr. Anik Puryatni,, Sp. A (K) (2019) Kadar Epidermal Growth Factor (EGF) Pada Air Susu Ibu Neonatus Prematur dan Aterm. Magister thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Kelahiran prematur adalah isu global yang signifikan, yang mempengaruhi kira-kira satu dari sepuluh kelahiran hidup di seluruh dunia (Castellote et al., 2011). Organisasi kesehatan dunia (WHO) melaporkan bahwa 6,6 juta anak di bawah usia lima tahun meninggal pada tahun 2012, 44% kematian tersebut terjadi selama masa neonatal (Bericelli et al., 2015). Sepsis neonatal banyak terjadi pada neonatus prematur, prevalensi sepsis neonatal meningkat dari 2% pada neonatus dengan usia gestasi 32 sampai <37 minggu (moderately preterm infants), sampai 10-20% pada neonatus dengan usia gestasi 28 sampai 32 minggu (very preterm infants), dan 30-40% pada neonatus dengan usia gestasi <28 minggu (extremely preterm infants) (Choi, 2014). Prematuritas masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia termasuk di Indonesia. Air susu ibu (ASI) adalah makanan terbaik bagi bayi yang baru lahir untuk bayi yang dilahirkan dengan usia kehamilan prematur (kurang bulan) maupun matur (cukup bulan). Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ASI memberikan banyak keuntungan fisiologis maupun emosional (Suradi et al., 2010). Hal yang membedakan terletak pada kandungan ASI, yaitu pada ASI bayi prematur mengandung lebih banyak sistein, taurin, lipase yang meningkatkan absorbsi lemak tak jenuh rantai panjang, nukleotida, dan gangliosida. Komponen utama protein whey ASI adalah alfa-laktabumin; Laktoferin, lisozim, dan sIgA merupakan bagian dari protein whey yang berperan dalam pertahanan tubuh (Suradi et al., 2010). Konsep pemberian asupan ASI secara enteral pada neonatus prematur dan atau berat badan lahir rendah/ sangat rendah (berat badan lahir 1.500-2.500 gram atau <1.500 gram) dapat menurunkan angka kejadian infeksi neonatal (Denning & Maheshwari, 2013). Pada ASI mengandung sejumlah peptida biologis aktif termasuk epidermal growth factors (EGF) dalam jumlah bermakna, yang memilki efek biologis terhadap saluran pencernaan, pembuluh darah, susunan saraf, dan sistim endokrin (Torazza et al., 2013). Penelitian yang membandingkan kadar EGF pada ASI bayi prematur dan aterm masih terbatas. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar EGF ASI sebagai biomarker yang dapat mencegah terjadinya EKN. Penelitian juga akan membandingkan kadar EGF ASI kolostrum dan transisi di usia kehamilan yang berbeda. v Delapan belas neonatus prematur dan enam neonatus aterm yang sesuai dengan kriteria inklusi dikumpulkan pada bulan Juli 2019 sampai dengan Agustus 2019 di ruang neonatologi RSUD Dr.Saiful Anwar Malang dan dikelompokkan menjadi empat kelompok sampel penelitian (kelompok neonatus aterm, kelompok neonatus prematur mild preterm, kelompok neonatus prematur very preterm dan kelompok neonatus extremely preterm). Karakteristik dasar sampel penelitian yang diamati adalah karakteristik dasar neonatus (jenis kelamin, cara persalinan, dan berat badan lahir). Kadar EGF pada ASI diambil pada usia neonatus 3 hari (72 jam) untuk ASI kolostrum dan 10 hari untuk ASI transisi dari neonatus prematur dan aterm serta diukur dengan metode ELISA. Uji komparatif perbedaan mean kadar EGF dari setiap kelompok sampel dilakukan dengan uji ANOVA dan uji independent t-test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mean EGF ASI transisi (470,45 ± 165) lebih tinggi dibandingkan dengan ASI kolostrum (470,45 ± 165) (p = 0.49). Sedangkan kadar mean EGF ASI kolostrum (776,25 ± 166; p = 0,001) dan ASI transisi (645,48 ± 176; p = 0,004) pada neonatus aterm lebih tinggi dibandingkan dengan neonatus prematur. Dari uji ANOVA kadar EGF ASI kolostrum serta EGF ASI transisi terhadap usia kehamilan didapatkan hasil mean EGF ASI kolostrum neonatus aterm lebih tinggi (776,25 ± 877; p = 0,0013) dibandingkan neonatus prematur, begitu pula pada mean EGF ASI transisi neonatus aterm lebih tinggi (645,48 ± 296; p = 0,0001) dibandingkan neonatus prematur. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedan mean kadar EGF ASI kolostrum dengan ASI transisi pada neonatus prematur dan aterm namun tidak bermakna secara statistik. Sedangkan perbedaan yang bermakna terdapat pada kadar EGF ASI kolostrum serta ASI transisi pada neonatus aterm yang lebih tinggi dibandingkan dengan neonatus prematur.

English Abstract

Kelahiran prematur adalah isu global yang signifikan, yang mempengaruhi kira-kira satu dari sepuluh kelahiran hidup di seluruh dunia (Castellote et al., 2011). Organisasi kesehatan dunia (WHO) melaporkan bahwa 6,6 juta anak di bawah usia lima tahun meninggal pada tahun 2012, 44% kematian tersebut terjadi selama masa neonatal (Bericelli et al., 2015). Sepsis neonatal banyak terjadi pada neonatus prematur, prevalensi sepsis neonatal meningkat dari 2% pada neonatus dengan usia gestasi 32 sampai <37 minggu (moderately preterm infants), sampai 10-20% pada neonatus dengan usia gestasi 28 sampai 32 minggu (very preterm infants), dan 30-40% pada neonatus dengan usia gestasi <28 minggu (extremely preterm infants) (Choi, 2014). Prematuritas masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia termasuk di Indonesia. Air susu ibu (ASI) adalah makanan terbaik bagi bayi yang baru lahir untuk bayi yang dilahirkan dengan usia kehamilan prematur (kurang bulan) maupun matur (cukup bulan). Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ASI memberikan banyak keuntungan fisiologis maupun emosional (Suradi et al., 2010). Hal yang membedakan terletak pada kandungan ASI, yaitu pada ASI bayi prematur mengandung lebih banyak sistein, taurin, lipase yang meningkatkan absorbsi lemak tak jenuh rantai panjang, nukleotida, dan gangliosida. Komponen utama protein whey ASI adalah alfa-laktabumin; Laktoferin, lisozim, dan sIgA merupakan bagian dari protein whey yang berperan dalam pertahanan tubuh (Suradi et al., 2010). Konsep pemberian asupan ASI secara enteral pada neonatus prematur dan atau berat badan lahir rendah/ sangat rendah (berat badan lahir 1.500-2.500 gram atau <1.500 gram) dapat menurunkan angka kejadian infeksi neonatal (Denning & Maheshwari, 2013). Pada ASI mengandung sejumlah peptida biologis aktif termasuk epidermal growth factors (EGF) dalam jumlah bermakna, yang memilki efek biologis terhadap saluran pencernaan, pembuluh darah, susunan saraf, dan sistim endokrin (Torazza et al., 2013). Penelitian yang membandingkan kadar EGF pada ASI bayi prematur dan aterm masih terbatas. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar EGF ASI sebagai biomarker yang dapat mencegah terjadinya EKN. Penelitian juga akan membandingkan kadar EGF ASI kolostrum dan transisi di usia kehamilan yang berbeda. v Delapan belas neonatus prematur dan enam neonatus aterm yang sesuai dengan kriteria inklusi dikumpulkan pada bulan Juli 2019 sampai dengan Agustus 2019 di ruang neonatologi RSUD Dr.Saiful Anwar Malang dan dikelompokkan menjadi empat kelompok sampel penelitian (kelompok neonatus aterm, kelompok neonatus prematur mild preterm, kelompok neonatus prematur very preterm dan kelompok neonatus extremely preterm). Karakteristik dasar sampel penelitian yang diamati adalah karakteristik dasar neonatus (jenis kelamin, cara persalinan, dan berat badan lahir). Kadar EGF pada ASI diambil pada usia neonatus 3 hari (72 jam) untuk ASI kolostrum dan 10 hari untuk ASI transisi dari neonatus prematur dan aterm serta diukur dengan metode ELISA. Uji komparatif perbedaan mean kadar EGF dari setiap kelompok sampel dilakukan dengan uji ANOVA dan uji independent t-test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mean EGF ASI transisi (470,45 ± 165) lebih tinggi dibandingkan dengan ASI kolostrum (470,45 ± 165) (p = 0.49). Sedangkan kadar mean EGF ASI kolostrum (776,25 ± 166; p = 0,001) dan ASI transisi (645,48 ± 176; p = 0,004) pada neonatus aterm lebih tinggi dibandingkan dengan neonatus prematur. Dari uji ANOVA kadar EGF ASI kolostrum serta EGF ASI transisi terhadap usia kehamilan didapatkan hasil mean EGF ASI kolostrum neonatus aterm lebih tinggi (776,25 ± 877; p = 0,0013) dibandingkan neonatus prematur, begitu pula pada mean EGF ASI transisi neonatus aterm lebih tinggi (645,48 ± 296; p = 0,0001) dibandingkan neonatus prematur. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedan mean kadar EGF ASI kolostrum dengan ASI transisi pada neonatus prematur dan aterm namun tidak bermakna secara statistik. Sedangkan perbedaan yang bermakna terdapat pada kadar EGF ASI kolostrum serta ASI transisi pada neonatus aterm yang lebih tinggi dibandingkan dengan neonatus prematur.

Other obstract

-

Item Type: Thesis (Magister)
Identification Number: TES/649.33/FK/k/2019/041910550
Uncontrolled Keywords: EGF, Epidermal growth factor, preterm neonate, aterm neonate, EGF, Epidermal growth factor, neonatus prematur, neonatus aterm
Subjects: 600 Technology (Applied sciences) > 649 Child rearing; home care of people with disabilities and illnesses > 649.3 Feeding children > 649.33 Breast feeding
Divisions: Profesi Kedokteran > Spesialis Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran
Depositing User: Nur Cholis
Date Deposited: 16 Aug 2022 07:41
Last Modified: 16 Aug 2022 07:41
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/193269
[thumbnail of Nindy Resti Rahayu.pdf] Text
Nindy Resti Rahayu.pdf

Download (20MB)

Actions (login required)

View Item View Item