Dekonstruksi Identitas Moral Petani Organik Pada Era Modernisasi Pertanian Di Kecamatan Bumiaji, Kota Batu – Jawa Timur

Hamyana, - and Prof. Dr. Ir. Kliwon Hidayat, M.S. and Prof. Dr. Ir. Keppi Sukesi, M.S. and Prof. Dr. Ir. Yayuk Yuliati, M.S. (2022) Dekonstruksi Identitas Moral Petani Organik Pada Era Modernisasi Pertanian Di Kecamatan Bumiaji, Kota Batu – Jawa Timur. Doktor thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

HAMYANA, 177040100111016, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Program Pasca Sarjana Ilmu Pertanian Peminatan Sosiologi Pedesaan, 2022. Dekonstruksi Identitas Moral Petani Organik di Era Modernisasi Pertanian (Studi pada Komunitas Petani Organik di Kecamatan Bumiaji, Kota Batu – Jawa Timur). Promotor: Prof. Kliwon Hidayat, M.S.; Ko – Promotor 1: Prof. Dr. ir. Keppi Sukesih, M.S.; Ko – Promotor 2: Prof. Dr. Ir. Yayuk Yuliati, M.S. Modernisasi pertanian di Kota Batu yang diaktualisasikan dalam corak ragam pola budidaya dan teknologi yang digunakan tidak hanya mampu meningkatkan efisiensi dan produktifitas usaha tani. Disisi lain, penggunaan input kimia sintetis dan teknologi sempalan juga telah berdampak pada semakin rusaknya lingkungan dan tenggelamnya potensi lokal dalam hegemoni dan dominasi modernitas. Atas keresahan akan semakin terkikisnya potensi lokal oleh modernisasi pertanian, mendorong munculnya sekelompok petani yang menamakan dirinya komunitas petani organik yang berupaya melakukan gerakan dekonstruktif atas hegemoni dan dominasi modernisasi pertanian. Spirit resistensi yang dilakukan oleh komunitas petani organik sebagai representasi unsur lokal dengan petani modern sebagai representasi unsur modernitas pada konteks perjumpaan antara unsur lokal dan global, masih sangat jarang dikaji oleh sebagian besar peneliti. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan mampu mengisi kekosongan diskusi teoritik tentang perlawanan komunitas lokal terhadap modernisasi pertanian dalam spirit gerakan dekonstruktif untuk mempertahankan eksistensi identitasnya. Penelitian ini memfokuskan pada tiga rumusan masalah penelitian yakni: pertama, bagaimana tipologi dan relasi kuasa aktor dalam implementasi pertanian organik di Kecamatan Bumiaji - Kota Batu; kedua, bagaimana reduksi sikap dan nilai petani dalam implementasi pertanian organik di Kecamatan Bumiaji - Kota Batu?; ketiga, bagaimana proses dekonstruksi identitas moral petani organik dalam mempertahankan eksistensi dirinya pada era modernisasi di Kecamatan Bumiaji - Kota Batu?. Penelitian ini bertujuan untuk; pertama, memahami tipologi dan relasi kuasa aktor dalam implementasi pertanian organik di Kecamatan Bumiaji - Kota Batu; kedua, menganalisis reduksi sikap dan nilai petani dalam implementasi pertanian organik di Kecamatan Bumiaji - Kota Batu; ketiga, menganalisis proses dekonstruksi identitas moral petani organik dalam mempertahankan eksistensi dirinya pada era modernisasi di Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Tiga fokus penelitian di atas, dijawab secara empiris dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan strategi hermeneutik radikal. Unit analisis penelitian ini adalah komunitas petani organik, sementara subjek xix penelitian meliputi informan kunci, pemerintah atau aparatur birokrasi, tokoh masyarakat pada lokus kajian, pengusaha pertanian atau pemilik modal, elit politik lokal, dan petani organik. Data primer yang bersumber dari informan kunci dan informan/subjek penelitian dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan ogservasi. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi dokumen pada naskah – naskah yang relevan seperti monografi, laporan kegiatan, jurnal, peraturan perundangan, notulensi, dan surat kabar/koran. Data yang telah dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi dan studi dokumen dianalisis dengan menggunakan model analisis spiral (Creswell, 2015). Pertama, manajemen data. Pada tahap ini, yang dilakukan adalah Mengidentifikasi oposisi biner pada teks. Kedua, membaca dan membuat memo. Pada tahap ini yang dilakukan adalah Membaca teks dengantujuan melawan teks itu sendiri sebagai ketidak sadaran tekstual. Ketiga, menderkripsikan, mengklasifkasikan, dan menafsirkan data menjadi kode dan tema. Pada tahap ini yang dilakukan adalah memilih ciri-ciri permukaan dari kata-kata persamaan bunyi, akar makna kata, dan metafora. Keempat, menafsirkan data. Penafsiran data dalam penelitian kualitatif adalah keluar dari kode dan tema menuju makna yang lebih luas. Pada konteks penelitian hermeneutik radikal, yang dilakukan pada tahap ini adalah mengidentifikasi cerita atau rangkaian pengalaman, mengidentifikasi ephiphanies (titik balik), mengidentifikasi bahan kontekstual. Kelima, menyajikan dan memvisualisaikan data. Pada konteks penelitian hermenetik radikal, yang dilakukan pada tahap ini adalah menafsirkan makna yang lebih luas dari cerita tersebut, dan menyajikan narasi dengan berfokus pada proses, teori, dan ciri unik dan umum dari kehidupan tersebut. Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: pertama, tipologi aktor dalam implementasi pertanian organik terdiri 4 (empat) tipe yaitu: aktor tipe A, aktor tipe B, aktor tipe C dan aktor tipe D. Aktor tipe A, merupakan aktor yang beroriantasi pada nilai – nilai spiritual sehingga praksis pertanian organik diimplementasikan sebagai wujud ibadah dan perwujudan rasa syukur atas karunia Allah SWT. Aktor tipe B adalah aktor yang berorientasi pada nilai-nilai moralitas, sehingga praksis pertanian organik diaktualisasikan sebagai wujud kearifan, dan tanggung jawab moral akan kelestarian nilai – nilai luhur dalam mengelola lahan dan sumberdaya lainnya. Aktor tipe C adalah aktor yang berorientasi pada nilai-nilai ekonomi, sehingga praksis pertanian organik diimplementasikan sebagai upaya untuk mengakumulasi keuntungan rupiah berdasarkan kalkulasi untung – rugi dari pilihan-pilihan yang mereka miliki. Aktor tipe D merupakan aktor yang berorientasi pada nilai-nilai politik, sehingga praksis pertanian organik dilakukan dalam rangka memelihara dan meraik kekuasaan atau legitimasi. Kedua, relasi kuasa aktor dalam implementasi pertanian organik dianalisis berdasarkan pergulatan kuasa wacana yang melibatkan berbagai aktor. Kontestasi aktor satu dengan aktor lainnya memunculkan aktor dominan yang terdiri dari unsur agen kapitalis, elit politik dan apparatus negara. Agen kapitalis terdiri dari para pemilik modal, pengusaha pertanian baik hulu, onfarm maupun hilir. Elit politik terdiri dari para elit desa yang terafiliasi dengan jaringan politik seperti partai politik tertentu. Aparatus negara terdiri xx dari aktor yang merupakan perangkat ASN baik pada level daerah maupun level pusat. Para aktor dominan melakukan tindakan melalui serangkan symbolic violence untuk memaksakan wacana dan retorika berupa kehadiran pemeritah yang berpihak pada petani, pemerintah yang hadir untuk menjaga kelestarian lingkungan, dan pemerintah yang hadir untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Aktor dominan yang didukung oleh berbagai perangkat dan fasilitas menjelma sebagai aktor yang tak terbendung dalam menancapkan kuasanya atas aktor lainnya. Ketiga, bermula dari inisiasi program “Batu Go organik” yang sarat dengan berbagai kepentingan, menempatkan implementasi pengembangan pertanian organik pada persimpangan antara proyek dan gerakan komunitas. Sebagai sebuah proyek, nilai – nilai pertanian organik tereduksi dalam makna yang melenceng jauh dari hakikat dan filosofi organis yang sesungguhnya. Pertanian organik tidak lebih dari sebuah pendekatan developmentalisme yang menjebak petani dalam berbagai ketergantungan, ketiada berdayaan dan eksploitasi dalam bentuk yang lain. Namun demikian, peristiwa reduksi sikap dan nilai pertanian organik pada satu sisi juga telah melahirkan keresahan bagi beberapa aktor yang prihatin akan semakin jatuhnya moralitas petani dalam memperlakukan tanah, air, dan sumberdaya lainnya. Keprihatinan dan keresahan ini kemudian diaktualisasikan dalam gerakan resistensi yang berupaya untuk menolak kemapanan, memelihara keberlanjutan ekosistem dan reorientasi nilai dan identitas lokal. Keempat, Perjumpaan antara unsur global dan unsur lokal telah melahirkan agensi moral yang berjuang untuk mempertahankan eksistensinya. Pergulatan modernitas dan lokalitas/tradisionalitas adalah sebuah keniscayaan, namun dibalik itu semua, oposisi biner antara “the other”, “orang asing”, “mereka” sebagai manifestasi identitas modern dengan “self”, “diri”, “kami” sebagai identitas lokalitas/tradisionalitas, harus dibongkar atau didekonstruksi. Gerakan dekonstruktif sebagai bentuk anarkis untuk menunda atau mendestabilisasi kekakuan cara berfikir modernitas diaktualisasikan dalam gerakan kampung biogas dan gerakan agens hayati. Gerakan kampung biogas dan agens hayati yang terlahir karena dominasi the other dalam bentuk pupuk kimia, bahan bakar gas dan pestisida kimia dibongkar dan dihancurkan melalui gerakan pemanfaatan kotoran hewan yang diolah menjadi biogas dan pupuk organik serta agens hayati sebagai bentuk eksistensi self. Dalam konteks ini kampung biogas dan agens hayati sebagai bentuk “Differance” sekaligus spectral bagi the other, orang asing atau mereka. Dengan demikian maka identitas modernitas ditunda, sekaligus ditangguhkan melalui gerakan kampung biogas dan agens hayati sebagai bentuk indentitas lokalitas atau tradisionalitas. Berdasarkan empat kesimpulan diatas, dapat dikembangkan proposisi sebagai berikut : Dekonstruksi identitas moral petani dilakukan melalui gerakan membedakan (spesialisasi) sekaligus menangguhkan (temporalisasi) yang tereksternalisasi dalam gerakan kampung biogas dan agens hayati. xxi Gerakan kampung biogas dan agens hayati adalah identitas yang merupakan perjumpaan mentalitas ke”kami”an (self) dan mentalitas ke”mereka”an (the other) yang tereksternalisasi dalam mentalitas ke”kita”an (“we-ness”). Tindakan petani dalam pemanfaatan agens hayati dan biogas merupakan manifestasi dari interaksi agensi dan struktur yang bersifat dualitas dan dinamis. Rekomendasi akademis yang ditawarkan oleh penelitian ini adalah: hasil penelitian ini bisa dijadikan refferensi sebagai titik awal dalam melanjutkan penelitian lanjutan yang sejenis atau bisa juga dijadikan objek sanggahan dalam memunculkan gambaran, definisi, maupun proposisi baru dari yang sudah dihasilkan dalam disertasi ini. Sedangkan rekomendasi praktis yang ditawarkan oleh penelitian ini adalah: hasil penelitian ini bisa dijadikan bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan dan program pembangunan pertanian khususnya pengembangan pertanian organik yang lebih memperhatikan dan berorientas pada kearifan lokal dan potensi lokal yang dimiliki oleh sebuah wilayah.

English Abstract

HAMYANA, 177040100111016, Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya, Postgraduate Program in Agricultural Science, Specializing in Rural Sociology, 2022. Deconstruction of Moral Identity of Organic Farmers in the Era of Agricultural Modernization (Study on Organic Farmer Community in Bumiaji District, Batu City – East Java). Promoter: Prof. Kliwon Hidayat, M.S.; Co-Promoter 1: Prof. Dr. ir. Keppi Sukesih, M.S.; Co- Promoter 2: Prof. Dr. Ir. Yayuk Yuliati, M.S. Agricultural modernization in Batu City, which is actualized in the various patterns of cultivation and the technology used, is not only able to increase the efficiency and productivity of farming. On the other hand, the use of synthetic chemical inputs and splinter technology has also resulted in the destruction of the environment and the sinking of local potential in the hegemony and domination of modernity. Concerns about the erosion of local potential by agricultural modernization have prompted the emergence of a group of farmers calling themselves organic farming communities who are trying to carry out a deconstructive movement over the hegemony and domination of agricultural modernization. The spirit of resistance carried out by the organic farming community as a representation of local elements with modern farmers as a representation of elements of modernity in the context of the encounter between local and global elements, is still very rarely studied by most researchers. Therefore, this research is expected to be able to fill the void in theoretical discussions about the resistance of local communities to agricultural modernization in the spirit of a deconstructive movement to maintain the existence of their identity. This study focuses on three research problem formulations, namely: first, how is the typology and power relations of actors in the implementation of organic agriculture in Bumiaji District - Batu City; second, how is the reduction of farmers' attitudes and values in the implementation of organic farming in Bumiaji District - Batu City?; third, how is the process of deconstructing the moral identity of organic farmers in maintaining their existence in the modernization era in Bumiaji District - Batu City?. This research aims to; first, understand the typology and power relations of actors in the implementation of organic agriculture in Bumiaji District - Batu City; second, analyzing the reduction of farmers' attitudes and values in the implementation of organic farming in Bumiaji District - Batu City; third, analyzing the process of deconstructing the moral identity of organic farmers in maintaining their existence in the modernization era in Bumiaji District, Batu City. The three research focuses above are answered empirically by using qualitative research methods with a radical hermeneutic strategy. The unit of analysis of this research is the community of organic farmers, while the research subjects include key informants, government or bureaucratic apparatus, community leaders at the study locus, agricultural entrepreneurs or capital owners, local political elites, and organic farmers. Primary data sourced from key informants and informants/research subjects were collected through in-depth interviews and observation. While secondary xxiii data is obtained through the study of documents on relevant texts such as monographs, activity reports, journals, laws and regulations, minutes, and newspapers/newspapers. Data that has been collected through in-depth interviews, observations and document studies were analyzed using a spiral analysis model (Creswell, 2015). First, data management. At this stage, what is done is to identify the binary opposition in the text. Second, read and make memos. At this stage what is done is reading the text with the aim of fighting the text itself as a textual unconscious. Third, describe, classify, and interpret the data into codes and themes. At this stage, what is done is to choose the surface characteristics of the similar sound words, the root meaning of the word, and the metaphor. Fourth, interpret the data. Interpretation of data in qualitative research is out of codes and themes towards a broader meaning. In the context of radical hermeneutic research, what is done at this stage is to identify stories or series of experiences, identify ephiphanies (turning points), identify contextual materials. Fifth, present and visualize the data. In the context of radical hermenetic research, what is done at this stage is to interpret the broader meaning of the story, and present a narrative by focusing on processes, theories, and the unique and general characteristics of that life. This study produces several conclusions as follows: first, the typology of actors in the implementation of organic agriculture consists of 4 (four) types, namely: type A actors, type B actors, type C actors and type D actors. Type A actors are value-oriented actors. - spiritual values so that the practice of organic farming is implemented as a form of worship and an embodiment of gratitude for the grace of Allah SWT. Type B actors are actors who are oriented to moral values, so that the practice of organic agriculture is actualized as a form of wisdom and moral responsibility for the preservation of noble values in managing land and other resources. Type C actors are actors who are oriented towards economic values, so the practice of organic farming is implemented as an effort to accumulate rupiah profits based on the calculation of profit and loss from the choices they have. Type D actors are actors oriented to political values, so that the practice of organic farming is carried out in order to maintain and gain power or legitimacy. Second, the power relations of actors in the implementation of organic agriculture are analyzed based on discourse power struggles involving various actors. The contestation of one actor with another gave rise to a dominant actor consisting of elements of capitalist agents, political elites and the state apparatus. Capitalist agents consist of capital owners, agricultural entrepreneurs both upstream, onfarm and downstream. Political elites consist of village elites affiliated with political networks such as certain political parties. The state apparatus consists of actors who are ASN apparatus both at the regional and central levels. The dominant actors take action by attacking symbolic violence to impose discourse and rhetoric in the form of the presence of the government that sided with the farmers, the government that was present to preserve the environment, and the government that was present to improve the welfare of the farmers. The dominant actor who is supported by various instruments and facilities is xxiv transformed into an unstoppable actor in establishing his power over other actors. Third, starting from the initiation of the “Batu Go organic” program which is full of various interests, placing the implementation of organic farming development at the intersection between the project and the community movement. As a project, the values of organic agriculture are reduced in a sense that strays far from the true nature and philosophy of organic farming. Organic farming is nothing more than an approach to developmentalism that traps farmers in various dependence, powerlessness and exploitation in other forms. However, the incident of reducing the attitudes and values of organic farming on the one hand has also created anxiety for several actors who are concerned about the decline in the morality of farmers in treating land, water and other resources. These concerns and concerns are then actualized in the resistance movement which seeks to reject the establishment, maintain ecosystem sustainability and reorient local values and identities. Fourth, the encounter between global elements and local elements has given birth to a moral agency that struggles to maintain its existence. The struggle for modernity and locality/traditionality is a necessity, but behind it all, there is a binary opposition between “the other”, “foreigners”, “them” as manifestations of modern identity and “self”, “self”, “us” as local identity. /traditionality, must be disassembled or deconstructed. The deconstructive movement as an anarchist form to delay or destabilize the rigidity of the modern way of thinking is actualized in the biogas village movement and the biological agency movement. The biogas village movement and biological agents that were born due to the dominance of the other in the form of chemical fertilizers, gas fuels and chemical pesticides were dismantled and destroyed through the movement to utilize animal dung which is processed into biogas and organic fertilizers as well as biological agents as a form of self-existence. In this context, biogas villages and biological agents serve as a form of “differance” as well as spectral for the other, foreigners or them. Thus, the identity of modernity is postponed, as well as suspended through the biogas village movement and biological agents as a form of locality or traditionality identity. Based on the four conclusions above, the following propositions can be developed: Deconstruction of the moral identity of farmers is carried out through the movement to differentiate (specialization) as well as suspend (temporalization) which is externalized in the biogas village movement and biological agency. The biogas village movement and the biological agency are identities which are an encounter between the “we” mentality (self) and the “them” mentality (the other) which is externalized in the “we-ness” mentality. Farmers' actions in the use of biological agents and biogas are a manifestation of the duality and dynamic interaction of agencies and structures. xxv The academic recommendations offered by this research are: the results of this research can be used as a reference as a starting point in continuing similar further research or can also be used as an object of refutation in bringing up new descriptions, definitions, and propositions from those that have been produced in this dissertation. While the practical recommendations offered by this research are: the results of this research can be used as material for consideration in formulating agricultural development policies and programs, especially the development of organic agriculture that pays more attention to and is oriented towards local wisdom and local potential possessed by a region.

Other obstract

-

Item Type: Thesis (Doktor)
Identification Number: 0622040003
Subjects: 300 Social sciences > 301 Sociology and anthropology
Divisions: S2/S3 > Doktor Ilmu Pertanian, Fakultas Pertanian
Depositing User: Nur Cholis
Date Deposited: 19 Jul 2022 03:49
Last Modified: 10 Mar 2023 02:28
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/192276
[thumbnail of DALAM MASA EMBARGO] Text (DALAM MASA EMBARGO)
Hamyana.pdf
Restricted to Registered users only until 31 December 2024.

Download (4MB)

Actions (login required)

View Item View Item