Sundarianingsih, Pera and Prof. Dr. Khusnul Ashar,, SE., MA and Putu Mahardika Adi Saputra, SE.,M.Si., Ph.D., (2018) Eksistensi Modal Sosial Sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan Di Pedesaan(Studi pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Pekutatan Kecamatan Pekutatan Kabupaten Jembrana-Bali). Magister thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Pembangunan ekonomi suatu negara tidak terlepas dari permasalahan mengenai kemiskinan. Di Bali, pengentasan kemiskinan tidak hanya dilakukan melalui peran-peran pemangku kebijakan (pemerintah), tetapi juga keterlibatan masyarakat Bali yang terjalin dalam komunitas sosial. Provinsi Bali memiliki 2 (dua) pemerintahan desa yang berjalan dan beriringan saling melengkapi yaitu desa dinas sebagai wujud dari perpanjangan tangan pemerintah terhadap administratif penduduknya, dan desa adat (desa pakraman) yang merupakan kelompok masyarakat adat Hindu Bali dimana tatanan kehidupan masyarakat (krama) diatur dalam peraturan adat (awig-awgi). Tujuan keterlibatan desa adat merupakan suatu cara desa adat dalam menggali sumber pendapatan berdasarkan potensi yang dimiliki untuk dapat di kembangkan secara mandiri. Wujud keterlibatan desa adat dalam bidang ekonomi salah satunya adalah melalui pendirian Lembaga Perkreditan Desa (LPD). LPD merupakan lembaga keuangan tingkat desa yang kepemilikannya sangat erat terhadap kehidupan sosial dan budaya masyarakat hindu di Bali. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan keberadaan modal sosial didalam masyarakat melalui Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat pekutatan sebagai upaya pengentasan kemiskinan. Hasil dari penelitian ini adalah melalui aktivitas kegiatan LPD, Modal sosial dapat berkembang dan dimanfaatkan secara positif oleh masyarakat. Melalui unsur modal sosial yang terbangun antara LPD dan nasabah maka akan mampu meningkatkan aset/ekonomi nasabah, hal ini diterapkan ke dalam tiga unsur modal sosial norm, trust, network. Modal sosial sosial norm (norma) berupa awig-awig merupakan seperangkat peraturan yang diharapkan dapat dipatuh bersama oleh nasabah sehingga berimplikasi bahwa mampu meningkatkan kedisiplinan nasabah dalam memenuhi kewajiban bayar (kredit), dengan demikian kedisiplinan tersebut dapat memacu nasabah untuk lebih produktif dalam mengelola pinjamannya. Modal sosial kepercayaan juga mampu meminimalisir biaya dalam melakukan kontrak pinjaman sedangkan jejaring sosial dilandasi dari sikap saling mempercayai antara LPD dengan nasabah sehingga memudahkan masyarakat khususnya nasabah dalam menjangkau lembaga keuangan yaitu LPD. Tipe modal sosial bonding, bridging dan lingking memiliki interaksi tidak hanya secara horisontal tetapi juga vertikal. Modal sosial bonding berlandaskan prinsip menyamabraya (kekeluargaan) yaitu dengan menerapkan aturan main dalam setiap peminjaman kredit di LPD, bahwa harus mengikutsertakan anggota kelompok masyarakat lokal (adat) sebagai penjamin dalam transaksi kreditnya sehingga hubungan interaksi ini direfleksikan dalam fleksibilitas kontrak pinjaman LPD. Modal sosial bridging dapat dilihat dari interaksi yang terjalin antara LPD dengan desa adat melalui kegiatan kontribusi yang diberikan berupa 20% dana pembangunan desa adat dan 5% dana sosial. Sedangkan modal sosial linking sebagai hubungan vertikal yang terlihat dalam lingkungan kelembagaan yaitu keberadaan dari institusi formal (pemerintah) dan institusi informal (desa adat) bekerjasama dalam menjaga dan mengatur keajegan dan kearifan lokal dalam komunitas masyarakat hindu bali (krama desa pakraman) melalui Lembaga Perkreditan Desa (LPD).
English Abstract
Economic development of a country is inseparable from the problem of poverty. In Bali, poverty alleviation is not only done through the role of policy (government), but also the involvement of the Balinese community in the social community. Bali Province has 2 (two) village administrations that run and complement each other, namely the official village as a form of government extension to the administrative of the people, and the customary village (pakraman village) which is the indigenous group of Balinese Hindu where the life order of society (krama) is regulated in customary regulations (awig-awigi). The purpose of customary village involvement is a way of custom villages in exploring sources of income based on their potential to be developed independently. The form of customary village involvement in the economic field is one of them is through the establishment of Village Credit Institution (LPD). LPD is a village-level financial institution whose ownership is very close to the social and cultural life of Hindu communities in Bali. Based on the explanation, the purpose of this research is to describe the existence of social capital in society through Lembaga Perkreditan Desa (LPD) of Pekutatan Traditional Village as an effort to eradicate poverty. The result of this research is through activity of LPD activity, Social capital can be developed and used positively by society. Through the elements of social capital built between the LPD and the customer, it will be able to increase the customer's assets / economy, this is applied to the three elements of social capital norm, trust, network. Social norm norms (norms) in the form of awig-awig is a set of rules that are expected to be collapsed together by customers so that it implies that it can improve the discipline of customers in fulfilling the obligation to pay (credit), thus discipline can spur customers to be more productive in managing the loan. The social capital of trust is also able to minimize the cost of contracting loans while the social networking is based on mutual trust between LPD and customers so as to facilitate the society, especially the customers in reaching the financial institution that is LPD. Type of social capital bonding, bridging and scope has interaction not only horizontally but also vertically. The social bonding capital is based on the principle of mutualing (kinship) by applying the rules of play in each loan lending in the LPD, that must include members of local community groups as guarantor in their credit transactions so that this interaction relationship is reflected in the flexibility of the LPD loan contract. Bridging social capital can be seen from the interaction between LPD and adat village through the contribution activities given in the form of 20% of customary village development fund and 5% social fund. While social capital linking as vertical relation seen in institutional environment that is existence of formal institution (government) and informal institution (adat village) cooperate in maintaining and arranging local wisdom and wisdom in community of hindu bali (krama desa pakraman) through Lembaga Perkreditan Desa (LPD).
Item Type: | Thesis (Magister) |
---|---|
Identification Number: | TES/339.46/SUN/e/2018/041803768 |
Uncontrolled Keywords: | Modal Sosial, Kemiskinan, Lembaga Perkerditan Desa, Masyarakat Desa Adat.,Social Capital, Poverty, Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Customary Village |
Subjects: | 300 Social sciences > 339 Macroeconomics and related topics > 339.4 Factors affecting income and wealth > 339.46 Poverty |
Divisions: | S2/S3 > Magister Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis |
Depositing User: | soegeng sugeng |
Date Deposited: | 20 May 2022 08:27 |
Last Modified: | 14 Sep 2022 08:44 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/190696 |
Text
Pera Sundarianingsih.pdf Download (6MB) |
Actions (login required)
View Item |