Reformulasi Kewenangan Polri Dalam Sistem Peradilan Pidana Pemilihan Kepala Daerah.

Simarmata, Leonardus H. (2019) Reformulasi Kewenangan Polri Dalam Sistem Peradilan Pidana Pemilihan Kepala Daerah. Doktor thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Judul Disertasi ini adalah: REFORMULASI KEWENANGAN POLRI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA PEMILIHAN KEPALA DAERAH. Judul tersebut merupakan representasi dari tiga rumusan masalah yang dibahas dalam disertasi ini, yakni: (1) ratio legis dari pengaturan pembatasan kewenangan Polri sebagai salah satu unsur/elemen Sentra Penegakan Hukum Terpadu pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati Dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang; (2). Impilikasi hukum yang dapat ditimbulkan dari pengaturan kewewenang Polri pada penanganan tindak pidana pemilu pemilihan Gubenur, Bupati dan Walikota melalui Sentra Penegakan Hukum Terpadu; (3). Reformulasi pengaturan wewenang Polri pada penanganan tindak pidana pemilu kepala daerah. Latar belakang dari penelitian ini adalah keberadaan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakumdu) dalam pemilihan kepala daerah yang dibentuk untuk menerima laporan, aduan tindak pidana pemilihan kepala daerah hingga proses penuntutan, yang dimana keberadaa Sentra Gakumdu terdiri dari Panitia Pengawas Pemilu, Kepolisian, dan Kejaksaan yang ada pada tiap tingkatan, propinsi, kabupaten/kota. Keberadaan Sentra Gakumdu merupakan amanat dari undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati Dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang. keberadaan Sentra Gakumdu dalam menangani tindak pidana pemilihan kepala daerah mempunyai batasan waktu atau limitatif, dan sifatnya laporan, sehingga jika terjadi tindak pidana pemilihan kepala daerah tetapi tidak ada yang melaporkan, maka tidak dapat diproses. Laporan yang diterima oleh Sentra Gakumdu sebelum diproses memerlukan musyawarah dari elemen yang ada di Sentra Gakumdu untuk disepakati bentuk laporan tersebut merupakan tergolong dalam tindak pidana pemilihan kepala daerah atau tidak, sehingga harus mendapat persetujuan bersama, jika mendapat persetujuan dari sentra Gakumdu masih memerlukan klarifikasi. Demikian ini membuat proses penegakan hukum pada tindak pidana kepala daerah memerlukan waktu, sedangkan prosesnya terdapat limitatif waktu dalam menyelesaikan, maka akan menghambat penegakan hukumnya. Penegak hukum jika tidak menerima laporan dari masyarakat, meski masyarakat atau penegak hukum mengetahui, maka perbuatan pidana pemilihan kepala daerah tidak diproses. Sehingga yang menjadi latar belakang tersebut menjadikan penelitian disertasi ini, selain juga pembentukan sentra Gakumdu hanya berdasarkan Peraturan Bersama oleh Badan Pengawas Pemilu, Kapolri dan Jaksa Agung, sehingga dasar hukum tersebut masih dirasa kurang kuat dalam hierarki peraturan perundang-undangan. Penelitian disertasi ini menggunakan Metode penelitian hukum, yakni proses penelitian hukum yang dilakukan untuk menghasilkan argumentasi teori, konsep, preskripsi untuk menjawab isu hukum yang digunakan untuk mengkasi dan menganilisis ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan keberadaan Sentra Gakumdu. Penelitian hukum ini lebih memfokuskan pada kajian filsafat hukum dalam menggali, mengkaji dan menganalisis keberadaan Polri sebagai penegak hukum dalam melaksanakan penegakan hukum pada penanganan tindak pidana pemilihan kepala daerah. Guna memujudkan penelitian tersebut, maka dalam penelitian disertasi ini menggunakan penelitian ini menggunakan 3 (tiga) pendekatan, yakni pendekatan perundang-undangan, pendekatan filsafat, dan pendekatan konseptual. Dari penelitian ini, untuk menjawab rasio legis pembentukan sentra gakumdu adalah untuk mengalisis mengapa pembentuk undang-undangan mengamanatkan pembentukan sentra gakumdu dalam menangani tindak pidana pemilihan kepala daerah, yang dalam penelitian ini tujuan dari pembetuk undang-undangan membentuk Sentra Gakumdu adalah untuk menangani tindak pidana pemilihan kepala daerah dengan proses yang cepat, tanpa mengganggu tahapan waktu pemilihan kepala daerah dan tetap tercapainya rasa keadailan, sehingga penegakan hukum dapat ditegakan. Keberadaan sentra gakumdu yang merupakan gabungan dari penegakan hukum, mempunyai implikasi tersendiri dari keberadaan Polri dalam sentra gakumdu, Implikasi hukum yang ditimbul dari pengaturan kewenangan Polri pada penanganan tindak pidana pilkada melalui Sentra Gakkumdu mengalami hambatan dalam penegakan hukum tindak pidana pilkada, yang salah satunya adalah keberadaan laporan yang kadaluarsa karena limitatif dan tindak pidana yang tidak dilaporkan karena proses tidak dilakukan oleh Polri. Keberdaan Polri sebagai penyidik, terbatasi oleh aturan yang ada pada sentra gakumdu dan UU No 10 Tahun 2016 dan bertentangan dengan keberadaan Polri pada UU 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana dan UU 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia terkait fungsi dan kewenangan Polri dalam proses penegakan hukum. Perlunya reformulasi keberadaan Sentra Gakkumdu yang berangkat dari kondisi eksisting saat ini, yakni diperlukan pengaturan ulang terhadap Sentra Gakkumdu terkait untuk memberikan kewenangan kepada Polri dalam menangani tindak pidana pemilihan di luar pelanggaran administrasi, serta memberikan tenggang waktu yang lebih panjang dalam penanganan tindak pidana pemilihan, selain itu penempatan pembentukan dan pengaturan sentra gakumdu tidak dalam suatu peraturan bersama, melainkan dengan menempatkan dalam tingkat undang-undang, sehingga kedudukannya lebih kuat, selain itu penempatan Polri dalam fungsinya perlu dikembalikan sesuai dengan KUHAP dan UU No 2 Tahun 2002 agar memberikan kewenangan Polri dalam melaksanakan tugasnya sebagai penegak hukum, khususnya dalam penegakkan hukum tindak pidana pemilihan kepala daerah.

English Abstract

The title Reformulation of Authority of Indonesian National Police in Criminal Justice System in Local Government Heads Elections represents three research problems discussed in this research: (1) ratio legis of regulating restriction of the authority of Indonesian National police as one of the elements in Integrated Law Enforcement Centre in Law Number 10 of 2016 concerning Amendment of Government Regulation in Lieu of Law Number 1 of 2014 concerning Governors, Regents, and Mayors Elections to Law; (2) Legal Implication caused by the regulation of the authority of the Indonesian National Police in criminal conducts in governors, regents, and mayors general elections in Integrated Law Enforcement Centre; (3) Reformulation of the authority of Indonesian National Police in handling criminal conducts committed in government heads elections. This research embarks from the existence of Integrated Law Enforcement Centre (hereinafter Gakumdu) in the government heads elections where the centre is established to receive reports and complaints over any criminal acts in the elections and that may be extended to lawsuits. Gakumdu consists of supervisory committees, police, and prosecutors office of each level in the province and regency/municipality. The existence of Gakumdu is mandated by Law Number 10 of 2016 concerning the effectuation of Government Regulation in Lieu of Law Number 1 of 2014 concerning Governors, Regents, and Mayors into Law. However, in terms of handling the case, Gakumdu is restricted to certain time period and reports, meaning that when criminal conducts are committed but no one reports them, the case cannot be processed. The report has to be determined whether it is included in the crime committed in the elections, which requires the approval of all parties concerned, in case of the possibility that the approval of Gakumdu alone requires clarification. This procedure seems to be the reason why law enforcement in this case needs time and this rule will probably hamper the law enforcement per se, in addition to the fact that the process is limited to certain period of time. When no report is received from the members of public despite the fact that both the members and law enforcers witness certain criminal conducts, the crime will not go further for process. All the issues mentioned serve as the background of this research, in addition to the situation where Gakumdu is established only based on joint rules by General Election Supervisory Body, Head of Indonesian National Police and Attorney General. This base is deemed to be weak in legislation hierarchy. This research employed legal research method, where the research was conducted to generate argumentation of theory, concept, and prescription to give answer to the legal issues used to analyse the provisions of the legislation regarding the existence of Gakumdu. This legal research is mainly focused on legal philosophical study in order to discover, study, and analyse the existence of Indonesian National Police as a law enforcer to enforce the law over criminal conducts committed in local government heads elections. The approaches used in this research involved statute, philosophical, and conceptual. Giving answer concerning the ratio legis is aimed to find out why the law mandates the formation of Gakumdu to tackle criminal cases regarding the general elections, where it is expected that gakumdu could help with faster process without having to ruin the process of local government heads elections and justice, so that law can still be enforced. The existence of Gakumdu stemming from legal enforcement has its own implication over the presence of the Indonesian National Police in Gakumdu, where the regulation of the authority of Indonesian National Police over handling the case in local government heads election hampers the law enforcement for criminal cases in local government heads general elections, in which the reports submitted expire due to the time limit and the reported cases are not processed with enquiry by an enquirer due to restriction implemented by Gakumdu and Law Number 10 of 2016. This is irrelevant to the existence of Indonesian National Police as governed in Law Number 8 of 1981 concerning Criminal Code Procedure and Law Number 2 of 2002 concerning Indonesian National Police regarding its function and authorities to enforce law. Reformulation of the rule concerning the existence of Gakumdu over its right to authorise Indonesian National Police to handle criminal acts committed during the general elections other than administrative crime is required. Moreover, time limit also needs to be reformed where longer time needs to be given to process the criminal cases, and the formulation of the rules regarding gakumdu should not be given in joint rules, but it should be put in the law for stronger position, while Indonesian National Police in terms of its function has to be returned as based on Criminal Code Procedure and Law Number 2 of 2002 in order to give an authority to the police to perform its task as a law enforcer, especially in the criminal cases in local government heads general elections.

Other obstract

-

Item Type: Thesis (Doktor)
Identification Number: DIS/342.041 8/SIM/r/2019/062000772
Uncontrolled Keywords: POLICE POWER
Subjects: 300 Social sciences > 342 Constitutional and administrative law > 342.04 Structure, powers, functions of government > 342.041 Power and functions of government > 342.041 8 Police powers
Divisions: S2/S3 > Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Depositing User: Endang Susworini
Date Deposited: 18 May 2022 08:53
Last Modified: 18 May 2022 08:53
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/190591
[thumbnail of LEONARDUS H. SIMARMATA.pdf] Text
LEONARDUS H. SIMARMATA.pdf

Download (3MB)

Actions (login required)

View Item View Item