Reformulasi Pengaturan Bantuan Hukum Bagi Tersangka / Terdakwa Yang Tidak Mampu ( Probono ) Dalam Sistem Peradilan Pidana Yang Berkeadilan

Riadi, Diankorona (2019) Reformulasi Pengaturan Bantuan Hukum Bagi Tersangka / Terdakwa Yang Tidak Mampu ( Probono ) Dalam Sistem Peradilan Pidana Yang Berkeadilan. Doktor thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Tujuan penulisan disertasi ini adalah : (1) Untuk mengidentifikasi, memahami dan menganalisis dasar filosofis kewajiban negara untuk menyediakan bantuan hukum bagi tersangka/terdakwa yang tidak mampu (probono). (2) Untuk mengidentifikasi, menemukan dan menganalisis ratio legis kewajiban bantuan hukum dari negara hanya bagi tersangka/terdakwa yang diancam hukuman mati atau 15 (lima belas) tahun penjara atau tersangka/terdakwa tidak mampu yang diancam 5 (lima) tahun atau lebih sebagaiman pasal 56 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Hukum Acara Pidana dan (3) Untuk mengidentifikasi, menemukan dan menganalisis formulasi bantuan hukum bagi tersangka/terdakwa (probono) yang tidak mampu dimasa yang akan datang dalam Sistem Peradilan Pidana yang berkeadilan. Issue Hukum dalam disertasi ini adanya suatu kekaburan norma (vacum of norm) norma yang mengatur tentang kewajiban bantuan hukum dari negara hanya bagi tersangka/terdakwa yang diancam hukuman mati atau 15 (lima belas) tahun penjara atau tersangka/terdakwa tidak mampu yang diancam hukuman 5 (lima) tahun atau lebih sebagaimana pasal 56 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana. Oleh karena hal tersebut ketentuan pasal 56 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana tidak memberikan keadilan dan melindungi setiap warga negara dalam memperoleh bantuan hukum yang harusnya disediakan oleh negara sebagai perwujudan suatu negara hukum pada prinsif persamaan di muaka hukum yang didalamnya sangat menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia. Metode yang dipergunakan untuk menjawab masalah pertama dan kedua adalah dengan melakukan studi normatif dengan pendekatan undang-undang, pendekatan historis. Hasil penelitian yang diperoleh adalah (1). Dasar filosofi kewajiban negara untuk menyediakan bantuan hukum bagi tersangka/terdakwa yang tidak mampu adalah keberadaan bangsa Indonesia yang kita cintai ini, yaitu keberadaan yang semakin jelas pada posisi perekonomian pada masyarakat pinggiran yaitu masyarakat lemah secara ekonomi/tidak mampu. Oleh karena itu, terdapat hak atas bantuan hukum bagi orang yang tidak mampu secara ekonomi, supaya ia mendapatkan keadilan. Hak tersebut tercantum dalam hukum nasional sebagai bentuk dari pemerintah dalam mewujudkan Hak Asasi Manusia dan perlindungan bagi negara. (2). Ratio Legis kewajiban bantuan hukum dari negara hanya bagi tersangka/terdakwa yang diancam hukuman mati atau 15 (lima belas tahun) penjara atau tersangka/terdakwa tidak mampu yang diancam hukuman 5 (lima) tahun atau lebih sebagaiman pasal 56 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana adalah dalam menjalani proses hukum, dalam hal ini proses hukum pidana, maka harus ada jaminan bahwa semua proses dilakukan sesuai dengan hukum acara yang benar, dan tidak boleh ada kekerasan, penyiksaan atau kesewenang-wenangan. Orang yang disangka melakukan pelanggaran pidana harus memberikan kesempatan membela diri, menggunakan viii segala upaya hukum yang tersedia demi mendapatan keadilan. Negara dalam hal ini tidak boleh sewenang-wenang menggunakan kekuasaan dan kewajibannya dalam melakukan suatu penegakan hukum. Jika hukum dilakukan dengan sewenang-wenang maka negara tersebut tidak lagi menjadi negera hukum melainkan negara dengan otoriter. Penegakan hukum ini harus dibatasi dengan prosudur berupa hukum acara dan prinsif-prinsif hukum dan mendasari hukum acara tersebut, dengan demikian dalam proses hukum khususnya hukum pidana tetap terjaga hak-haknya. Oleh karena hal tersebut pada keadaan ini tentu saja negara tidak boleh membatasi bantuan hukum dengan kualifikasi tertentu seperti yang tertera dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, namun harus memberikan kebebasan dan akses yang luas terhap hukum dan bantuan hukum sesuai dengan tujuan dari Hukum Acara Pidana. (3). Formulasi Bantuan Hukum bagi tersangka/terdakwa (probono) yang tidak mampu dimasa yang akan datang dalam sistem peradilan pidana yang berkeadilan adalah dimasa yang akan datang ketentuan yang ada dalam rumusan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana telah berlaku lebih dari seperempat abad, dalam kurun waktu itu banyak perubahan yang terjadi pada kondisi umum baik diluar maupun didalam negeri yang membawa perubahan kondisi dan cara pandang masyarakat Indonesia. Perubahan itu banyak yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan di bidang demokrasi, hak asasi manusia serta dalam hal ini juga perkembangan tekhnologi informasi dan juga komunikasi. Seiring dengan terjadinya perubahan tersebut maka perlu untuk menyempurnakan beberapa ketentuan terkait. Untuk alasan-alasan tersebut maka perlu dilakukan penyesuain-penyesuaian ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana nantinya, dimana beberapa hal tentang perkembangan baru. Rekomendasi dari hasil penelitian ini adalah (1). Bantuan hukum sebagaimana yang diamanatkan di dalam Pancasila yang terdapat dalam UUD 1945 merupakan hak setiap warga negara yang bersifat imperatif tanpa ada kualifikasi sebagaimana yang terdapat di dalam pasal 56 ayat (1) KUHAP sekarang ini. Oleh karena hal tersebut demi melaksanakan tugasnya sebagai negara hukum,maka negara harus memberikan suatu ruang lebih luas terhadap akses bantuan hukum dengan menghilangkan kualifikasi seperti yang terdapat pada ketentuan pasal 56 ayat (1) KUHAP. (2). Sebuah pendampingan hukum dalam hal bantuan hukum bagi tersangka/terdakwa adalah suatu bentuk untuk melengkapi perlindungan hak asasi manusia untuk mewujudkan kepentingan – kepentingan hukum bagi warga yang tidak mampu dalam proses peradilan pidana. Sehingga sangatlah penting secara hukum untuk bantuan hukum kepada tersangka/terdakwa sebagai representasi warga negaranya menjadi wajib, kewajiban ini ini tentunya harus memberikan memberikan sangksi kepada penegak hukum yang tidak menjalankan hak seorang tersangka atau maupun terdakwa yang tidak tidak memperoleh bantuan hukum dengan akibat kebatalan atas berita acara yang dibuatnya. (3). Undang-Undang Hukum Acara Pidana Kedepannya perlu diperbaharui bantuan hukum tidak merupakan limitasi atau pembatasan tapi merupakan suatu kewajiban bagi negara yang harus disediakan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali dengan kalimat. “ dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib ix batal demi menunjuk penasihat hukum bagi mereka, apabila tidak menyediakan penasihat hukum maka pemeriksaan tersebut hukum.

English Abstract

This research is aimed to (1) identify, understand, and analyse the philosophical fundamental of the state’s responsibility to provide pro bono legal aid for suspects/defendants who could not afford to pay for the aid, (2) identify, find out, and analysis the ratio legis of the responsibility to provide the legal aid from the state only for the defendants/suspects condemned to death or to 15 (fifteen) years’ imprisonment or those financially incapable and are punishable by 5 (five) years’ imprisonment or more as regulated in Article 56 of Law Number 8 of 1981 concerning Criminal Procedure, and (3) to identify, find out, and analyse the formulation of legal aid for suspects/defendants financially incapable in the future for fair justice system. The legal issue in this research is more focused on the vacuum of norm that regulates the responsibility concerning the legal aid from the state only for suspects/defendants condemned to death or to 15 (fifteen) years’ imprisonment or those financially incapable punishable by 5 years’ imprisonment or more as in Article 56 of Law Number 8 of 1981 concerning Criminal Procedure. Therefore, the provision of Article 56 of Law Number 8 of 1981 concerning Criminal Procedure does not imply justice nor does it provide protection for people deserving legal aid, which should be made available by the state as part of the state of law in terms of equity before law where human rights are given priority. The method used to answer the first and the second problem is based on normative study supported by statute and historical approaches. The research result learns that (1) the philosophical fundamental of the state’s responsibility to provide legal aid for suspects/defendants financially incapable reflects the existence of the state perse, where this identity is linked to poor economy, suburb life, and breadline. Therefore, they should have their right to legal aid on the ground for justice. This is stipulated in national law for government to guarantee human rights and provide protection for the state, (2) in terms of the ratio legis, as regulated in Article 56 of Law Number 8 of 1981 concerning Criminal Procedure, all the process should be performed based on appropriate law, and there must not be any violence, torture, and arbitrariness involved. Suspects have their rights to defend themselves by utilising what any legal remedies can allow to obtain justice. The state must not inappropriately use its power in enforcing law. When law is based on arbitrariness, the state can no longer be said as the state of law, but authoritarian state. Law enforcement should be within the corridor of procedural law and legal principles that serve as a basis of the procedural law. Therefore, along the legal process, especially in criminal law, the rights concerned will be well maintained. In such a situation, the xi state must not restrict legal aid with specific qualifications as mentioned in the provisions of Law Number 8 of 1981 concerning Criminal Procedure. On the contrary, freedom and unlimited access to law and legal aid must be given in accordance with the objective of criminal procedure, (3) the formulation of legal aid for suspects/defendants financially incapable that refers to the provisions of Law Number 8 of 1981 concerning Criminal Procedure will have been applied for more than a quarter of a century, and within this time period, some conditions will experience change either locally or abroad, which will also change the perspective of Indonesian people. Such change is mostly influenced by knowledge about democracy, human rights, and the development of technology and information. Along with the change, it is essential that several related provisions be reformulated. For those reasons, some adjustment needs to be done for the existing provisions of Law concerning Criminal Procedure later in the future. The recommendations proposed in this research involve the following: (1) legal aid as intended in Pancasila (Five Principles) of the 1945 Constitution is everyone’s right which is imperative without any qualifications as mentioned in Article 56 Paragraph (1) of Criminal Code Procedure at present time. Therefore, to execute its task as the state of law, the state has to provide wider space for access to legal aid by eliminating the qualifications as contained in the provisions of Article 56 Paragraph (1) of Criminal Code Procedure, (2) legal aid provided for suspects/defendants is aimed to give protection for the human rights for the sake of the legal interest for those who cannot afford to hire a lawyer in criminal justice. Providing legal aid is then deemed compulsory, meaning that not providing legal aid should impose sanction on law enforcers who fail to perform this compulsory task for the rights of the suspects/defendants which may cause cancellation of investigation report made, (3) the Law concerning Criminal Procedure requires reformulation for the future. Legal aid should not be restricted but providing it should be seen compulsory for the state with no exception based on the following sentence “for suspects/defendants who are involved in a crime and who do not provide themselves with a lawyer, authorities at the stage of investigation of justice process must appoint a lawyer for them. Otherwise, investigation is considered invalid from the outset.”

Other obstract

-

Item Type: Thesis (Doktor)
Identification Number: DIS/345.012 7/RIA/r/2019/061911243
Uncontrolled Keywords: LEGAL AID CRIMINAL LAW
Subjects: 300 Social sciences > 345 Criminal law > 345.01 Criminal courts > 345.012 General considerations, administration and personnel, legal aid
Divisions: S2/S3 > Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Depositing User: Endang Susworini
Date Deposited: 18 May 2022 04:34
Last Modified: 18 May 2022 04:34
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/190567
[thumbnail of DIANKORONA RIADI.pdf] Text
DIANKORONA RIADI.pdf

Download (6MB)

Actions (login required)

View Item View Item