Suprapto, - (2019) Penerapan Prinsip Fiktif Positif Dalam Permohonan Keputusan Dan/Atau Tindakan Aparatur Pemerintahan Yang Menjamin Kepastian Hukum. Doctor thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan tujuan Negara Republik Indonesia untuk “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa”. Fungsi memajukan kesejahteraan umum dalam konsep negara kesejahteraan (welfare state), mensyaratkan kepada penyelenggara negara yang melaksanakan fungsi pemerintahan, berperan aktif dalam bidang-bidang kehidupan masyarakat. Penggunaan kekuasaan negara terhadap warga masyarakat, harus berdasarkan prinsip kedaulatan rakyat dan prinsip negara hukum, serta ada jaminan hak konstitusional pada Pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945 menyatakan “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Fungsi pemerintahan dalam memberikan pelayanan publik harus ditunjang dengan perwujudan pemerintahan yang baik (good Bestuur), berlandaskan asas-asas umum pemerintahan yang baik (algemene beginselen van behoorlijk bestuur) dan prinsip tata kepemerintahan yang baik (good governance). Otoritas administrasi yang menyelenggarakan pelayanan publik harus melayani setiap permohonan yang diajukan masyarakat. Apabila aparatur administrasi pemerintahan tidak melayani sebagaimana mestinya, mengabaikan, atau terlambat melaksanakan kewajibannya maka dalam hukum administrasi dipersamakan dengan “diam berarti setuju” atau dikenal sebagai prinsip fiktif positif. Hakikat prinsip fiktif positif di bidang administrasi pemerintahan adalah menjamin kepastian hukum. Permohonan keputusan dan/atau tindakan Aparatur Pemerintahan yang telah diterima secara lengkap oleh Aparatur Pemerintahan yang berwenang dan diabaikan dalam waktu tertentu atau 10 hari kerja, masih memerlukan putusan PTUN yang memberikan ketidakpastian hukum. Hal ini terdapat dalam pengaturan Pasal 53 UU RI No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Penelitian disertasi ini berjudul “Penerapan Prinsip Fiktif Positif dalam Permohonan Keputusan dan/atau Tindakan Aparatur Pemerintahan yang Menjamin Kepastian Hukum”. Fokus pada tiga masalah yaitu: 1) Apa ratio legis prinsip fiktif positif pada pengaturan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang mensyaratkan permohonan keputusan dan/atau tindakan Aparatur Pemerintahan yang telah diterima secara lengkap dan diabaikan dalam waktu tertentu atau 10 hari kerja masih memerlukan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara? 2) Bagaimana implikasi hukum yang bisa timbul dari penerapan prinsip fiktif positif yang masih memerlukan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara terhadap asas pembagian kewenangan, asas peradilan bebas dan mandiri, serta akses perlindungan hukum bagi pihak ketiga? 3) Bagaimana pengaturan ke depan penerapan prinsip fiktif v positif dalam permohonan keputusan dan/atau tindakan Aparatur Pemerintahan yang menjamin kepastian hukum? Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan disertasi ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian ini cenderung pada penelitian terhadap asas-asas hukum mengkaji penerapan prinsip fiktif positif dalam permohonan keputusan dan/atau tindakan aparatur pemerintahan yang telah diterima secara lengkap namun diabaikan dalam waktu tertentu atau 10 hari kerja, masih memerlukan putusan pengadilan tata usaha negara. Pendekatan penelitian yang digunakan meliputi pendekatan perundang-undangan, konseptual, perbandingan, dan pendekatan kasus. Langkah awal yang dilakukan adalah menghimpun bahan-bahan hukum yang dikategorikan sebagai bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tertier. Bahan-bahan hukum tersebut ditelusuri melalui studi kepustakaan, lalu dikaji secara sistematis dan dianalisis secara mendalam kemudian disinkronisasi pokok-pokok permasalahan. Kajian atau analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan berlandaskan pada teori perlindungan hukum, teori kewenangan, teori kepastian hukum, dan teori perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ratio legis prinsip fiktif positif pada pengaturan Pasal 53 UUAP adalah bahwa fiktif positif merupakan kebalikan dari fiktif negatif, sebagai upaya hukum untuk memperoleh putusan PTUN, agar mendapat kepastian hukum dan menghindari penyalahgunaan wewenang, berkaitan prinsip good governance serta dalam rangka checks and balances sesuai asas kehati-hatian. Implikasi hukum penerapan prinsip fiktif positif dengan melibatkan putusan PTUN terhadap asas pembagian kewenangan, asas peradilan bebas dan mandiri, serta akses perlindungan hukum bagi pihak ketiga yaitu menimbulkan ketidakpastian hukum, berupa: Ketidaksesuaian norma Pasal 53 UUAP terhadap asas hukum dan Ketiadaan akses perlindungan hukum bagi pihak ketiga yang merasa berkepentingan terhadap permohonan keputusan fiktif positif. Pengaturan ke depan penerapan prinsip fiktif positif dalam permohonan keputusan dan/atau tindakan aparatur pemerintahan yang menjamin kepastian hukum dengan keterlibatan PTUN melalui produk hukum berupa penetapan pengadilan, diperlukan guna memastikan suatu permohonan memenuhi kriteria fiktif positif atau tidak, untuk mengonkretkan asumsi hukum “permohonan dianggap dikabulkan secara hukum” dan guna memberikan daya paksa terhadap aparatur pemerintahan agar melaksanakan kewajibannya. Penelitian ini merekomendasikan: Disarankan kepada Hakim PTUN, dalam menilai suatu permohonan keputusan fiktif positif memenuhi atau tidak berdasarkan ketentuan Pasal 53 ayat (1), (2) dan (3) UUAP. DPR dan Presiden, hendaknya mengubah ketentuan yang berkaitan putusan dengan penetapan PTUN. Rumusan baru Pasal 53 ayat (4), (5) dan (6) UUAP sepanjang putusan diubah dengan penetapan PTUN.
English Abstract
The preamble of the Indonesian Fundamental Constitution of 1945 mandated the objective of the Republic of Indonesia to "protect the entire Indonesian nation and all the bloodshed of Indonesia, promote public welfare, and educate the life of the nation". The function of promoting public welfare in the concept of the welfare state requires that state administrators who carry out government functions play an active role in the areas of people's lives. The use of state power against citizens must be based on the principle of popular sovereignty and the principle of the rule of law, and there is a guarantee of constitutional rights in Act 28D verse (1) of the Indonesian Fundamental Constitution of 1945 states "Everyone has the right to the recognition, guarantee, protection and fair legal certainty and equal treatment before the law". The government function in providing public services must be supported by the realization of good governance, based on general principles of good governance (algemene beginselen van behoorlijk bestuur) and the good governance principles. Administrative authorities that carry out public services must serve every request submitted by the public. If the government administration apparatus does not serve properly, ignores, or is late in carrying out its obligations, administrative law is equated with "silence means to agree" or otherwise known as a fictitious approval principle. The essence of a fictitious approval principle in the field of government administration is guaranteeing legal certainty. Requests for decisions and/or actions of governmental administration that have been received in full by the governmental administration authorized and ignored within a certain time or 10 working days, still require a court decision to cause legal uncertainty. This is found in the regulation of Act 53 the Law of Republic Indonesia Number 30 of 2014 on the Governmental Administration (UUAP). This dissertation research is entitled "Application of Fictitious Approval Principles in Requests for Decisions and/or Actions of Government Apparatus that Ensure Legal Certainty". Focusing on three problems, namely: 1) What are the ratios of fictitious approval principles in regulation Act 53 of Law Number 30 of 2014 on the Government Administration which requires a request for a decision and/or action by a governmental administrative that has been received completely and ignored within a certain time period or 10 working days still requires the decision of the State Administrative Court? 2) What legal implications can arise from the application of fictitious approval principles that still require the decision of the State Administrative Court on the principle of division of authority, independent and impartial judiciary principles, and access to legal protection for third parties? 3) How is the future arrangement of the application of fictitious approval principles in requests for decisions and/or actions of governmental administrative that guarantee legal certainty? vii The type of research used in writing this dissertation is normative legal research. This study tends to research the principles of law examining the application of fictitious approval principles in requests for decisions and/or actions of government officials that have been received in full but ignored within a certain time or 10 working days, still require the decision of the state administrative court. The research approach used includes the legal, conceptual, comparison and case approach. The initial step is to collect legal materials that are categorized as primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials. These legal materials are traced through library studies, then systematically reviewed and analyzed in depth and then synchronized with the subject matter. The study or analysis in this study is based on the theory of legal protection, the theory of authority, the theory of legal certainty, and the theory of legislation. The results showed that the ratio of a fictitious approval principle to the regulation of Article 53 UUAP was that positive fiction was the opposite of negative fiction, as a legal attempt to obtain a court decision, to obtain legal certainty and avoid abuse of authority, related to the principle of good governance and in the framework of checks and balances according to the principle of prudence. The legal implications of the application of fictitious approval principles involve the decision of the PTUN on the principle of division of authority, free and independent judicial principles, and access to legal protection for third parties, namely legal uncertainty, in the form of incompatibility of Article 53 of UUAP against legal principles and lack of access to legal protection for parties the third is concerned about the request for a positive fictitious decision. The future arrangement of the application of fictitious approval principles in requests for decisions and/or actions of government officials that guarantee legal certainty with the involvement of PTUN through legal products in the form of court decisions is needed to ensure that a request fulfills positive fictional criteria or not, to concretize legal assumptions legally "and to force force on government officials to carry out their obligations. This study recommends; Administrative Court Judges, in assessing a request for a positive fictitious decision fulfill or not based on the provisions of Act 53 verse (1), (2) and (3) UUAP. The DPR and the President, should change the provisions relating to the decision by stipulating the Administrative Court. The new formulation of Act 53 verse (4), (5) and (6) UUAP as long as the verdict is amended by the stipulation of PTUN.
Other obstract
-
Item Type: | Thesis (Doctor) |
---|---|
Identification Number: | DIS/342.068/SUP/p/2019/061906701 |
Uncontrolled Keywords: | PUBLIC ADMINISTRATOR LAW |
Subjects: | 300 Social sciences > 342 Constitutional and administrative law > 342.06 Executive branch of government > 342.068 Officials and employees |
Divisions: | S2/S3 > Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum |
Depositing User: | Endang Susworini |
Date Deposited: | 09 Feb 2022 02:14 |
Last Modified: | 09 Feb 2022 02:14 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/189598 |
Preview |
Text
Suprapto.pdf Download (6MB) | Preview |
Actions (login required)
View Item |