Larantika, A.A. Ayu Dewi (2019) Kolaborasi Aktor Dalam Penanggulangan Kemiskinan Di Kabupaten Badung Provinsi Bali. Doctor thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Fenomena kemiskinan menjadi problem sosial yang selalu diperbincangkan, tidak hanya di negara miskin bahkan di negara kaya sekalipun. Mulai dari faktor penyebab, anggaran, program kegiatan dan aktor pelaksana program tersebut. Demikian halnya di Kabupaten Badung Provinsi Bali. Berbagai kebijakan terkait penanggulangan kemiskinan telah dibuat dan dilaksanakan melalui koordinasi antar anggota TKPK, namun penduduk miskin masih ada. Sejak ditetapkan TKPK pada tahun 2010 dengan program kerja, aktor yang terlibat dan jumlah anggaran yang terus bertambah, ternyata secara signifikan tidak berpengaruh pada penurunan angka kemiskinan di Kabupaten Badung. Berawal dari kondisi tersebut peneliti merumuskan kajian tentang proses kolaborasi aktor dalam penanggulangan Kemiskinan, faktor yang mempengaruhi proses kolaborasi serta model kolaborasi aktor yang ideal dalam penanggulangan kemiskinan. Proses kolaborasi dalam penelitian ini mengacu pada teori Ring dan Van de Ven tentang kerangka proses kolaborasi yang menekankan pada aspek negosiasi, komitmen, implementasi dan asesmen. Dalam proses kolaborasi ditemukan faktor-faktor yang mempengaruhi berupa faktor pendukung dan faktor penghambat. Model kolaborasi yang ideal disarankan menggunakan perspektif Penta Helix. Penelitian deskriptif kualitatif ini dilakukan di Kabupaten Badung Provinsi Bali. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan informan sebagai nara sumber adalah anggota Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPK) yaitu Organisasi Perangkat Daerah (OPD), swasta dan perguruan tinggi (Lembaga Pengabdian Masyarakat/LPM) yang termasuk dalam TKPK Badung. Sedangkan data sekunder berasal dari dokumen yang terkait dengan tujuan penelitian berupa hasil kajian, peraturan perundangan, laporan kinerja, dokumen kerjasama maupun beberapa situs internet. Data tersebut dianalisis dengan metode analisis data model Mac Nabb. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa proses kolaborasi aktor dalam penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Badung belum terjadi. Hal tersebut dilihat dari aspek negosiasi yang terjadi hanya antar OPD dalam pemerintahan, sedangkan negosiasi antar aktor lain tidak terjadi. Komitmen tiap aktor nampak dalam program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan sebagai implementasi dari keputusan bersama dalam proses kolaborasi namun belum maksimal. Demikian pula dengan asesmen sebagai penilaian keseluruhan proses kolaborasi dilakukan bersama hanya pada akhir implementasi program. Faktor pendukung proses kolaborasi adalah terbitnya SK Bupati tentang pembentukan TKPK dan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan; penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas penyelenggaraan pemerintahan; dukungan anggaran, sarana prasarana dan sumber daya manusia semua aktor yang berkolaborasi; dan partisipasi swasta/bisnis dalam penanggulangan kemiskinan. Sedangkan faktor penghambat dalam proses kolaborasi adalah kendala administrasi; kelambatan xi berkoordinasi antar OPD dan tidak adanya jadwal rutin untuk rapat koordinasi TKPK; kelambatan proses diseminasi informasi; belum melibatkan seluruh unsur TKPK dalam penyusunan dan pelaksanaan program; dominasi aktor pemerintah terhadap aktor lain; serta belum melibatkan masyarakat dan media secara formal dalam TKPK. Faktor-faktor tersebut menunjukan model kerjasama yang terjadi bersifat koordinatif antar aktor dalam TKPK dengan dominasi koordinasi ada pada aktor pemerintah (OPD). Tahapan proses kolaborasi antar aktor belum terjadi, sehingga penanggulangan kemiskinan belum maksimal. Untuk dapat mencapai tujuan penurunan angka kemiskinan, dibutuhkan kerjasama yang kolaboratif antar aktor. Kolaborasi yang memenuhi tahapan proses kolaborasi, bersinergi dan berkontribusi sesuai dengan peran masing masing dalam posisi yang sejajar antar aktor. Oleh karenanya model kerjasama yang direkomendasikan adalah model kolaborasi dengan perspektif helix. Model kolaborasi helix adalah model kolaborasi yang bersinergi satu sama lain melibatkan semua aktor sesuai peran masing-masing dan dalam posisi yang sejajar dan sebangun. Oleh karena kebijakan penanggulangan kemiskinan di kabupaten Badung melibatkan lima aktor, yaitu pemerintah, Swasta, Akademisi, Masyarakat dan Media, maka model kolaborasi helix yang direkomendasikan tersebut dinamakan kolaborasi Penta Helix.
English Abstract
The phenomenon of poverty is a social problem that is always discussed, not only in poor countries even in rich countries. Starting from the causes, budget, activity programs and implementing actors of the program. Like wise in Badung Regency, Bali Province. Various policies related to poverty reduction have been made and implemented through coordination between TKPK members, but the poor still exist. Since the establishment of TKPK in 2010 with a work program, the actors involved and the number of budgets that continue to grow, it turned out that it did not significantly affect the decline in poverty in Badung Regency. Starting from these conditions the researchers formulated a study of the process of collaborating actors in poverty alleviation, factors that influence the collaboration process and the ideal collaboration model of actors in poverty reduction. The collaboration process in this study refers to the Ring and Van de Ven theory of the collaborative process framework that emphasizes aspects of negotiation, commitment, implementation and assessment. In the collaboration process found factors that influence in the form of supporting factors and inhibiting factors. The ideal collaboration model is suggested using the Penta Helix perspective. This qualitative descriptive study was conducted in Badung Regency, Bali Province. Primary data is obtained through interviews with informants as resource persons who are members of the Regional Poverty Coordination Team (TKPK), namely Regional Organization (OPD), private sector and universities (Community Service Institutions / LPM) which are included in the Badung TKPK. While secondary data comes from documents related to the research objectives in the form of study results, legislation, performance reports, cooperation documents and several internet sites. The data was analyzed by Mac Nabb model data analysis method. The results of the study revealed that the process of collaborating actors in poverty reduction in Badung Regency had not yet occurred. This can be seen from the aspect of negotiations that occur only between OPDs in government, while negotiations between other actors do not occur. The commitment of each actor appears in the poverty reduction program implemented as an implementation of joint decisions in the collaborative process but not yet maximized. Similarly, the assessment as an overall assessment of the collaboration process is carried out together only at the end of the program implementation. Supporting factors for the collaborative process are the issuance of the Bupati's Decree on the establishment of TKPK and Regional Regulations and Regents' Regulations on Corporate Social Responsibility; poverty reduction as a priority for government administration; budget support, infrastructure and human resources for all collaborating actors; and private / business participation in poverty reduction. While the inhibiting factors in the collaboration process are administrative constraints; delay in coordination between DPOs and the absence of a regular schedule for TKPK coordination meetings; delay in the process of xiii information dissemination; has not involved all TKPK elements in the preparation and implementation of the program; domination of government actors against other actors; and has not formally involved the public and the media in the TKPK. These factors indicate that the model of cooperation that occurs is coordinative among actors in the TKPK with the dominance of coordination being with government actors (OPD). The stages of the process of collaboration between actors have not yet taken place, so that poverty reduction has not been maximized. To be able to achieve the maximum goal of reducing poverty, collaborative collaboration between actors is needed. Collaboration that fulfills the stages of the collaborative process, synergizes and contributes according to the role of each in an equal position between actors. Therefore the recommended collaboration model is a collaboration model with a helix perspective. The helix collaboration model is a collaboration model that synergizes with each other involving all actors according to their respective roles and in an equal position. Because the poverty reduction policy in Badung regency involves five actors, namely the government, private sector, academics, society and media, the recommended helix collaboration model is called the Penta Helix collaboration.
Other obstract
-
| Item Type: | Thesis (Doctor) |
|---|---|
| Identification Number: | DIS/362.5/LAR/k/2019/061903355 |
| Uncontrolled Keywords: | Kolaborasi, Aktor, Kemiskinan, Penta Helix,-Collaboration, Actors, Poverty, Penta Helix |
| Subjects: | 300 Social sciences > 362 Social problems of and services to groups of people > 362.5 Poor people |
| Divisions: | S2/S3 > Doktor Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Administrasi |
| Depositing User: | Endang Susworini |
| Date Deposited: | 07 Feb 2022 06:42 |
| Last Modified: | 07 Feb 2022 06:42 |
| URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/189456 |
Preview |
Text
A.A. AYU DEWI LARANTIKA.pdf Download (17MB) | Preview |
Actions (login required)
 |
View Item |