Kajian Pasang Surut terhadap Kondisi Hormonal Terkait Molting Kepiting Bakau Scylla serrata

Nurcahyono, Eddy and Dr. Ir. Maheno Sri Widodo,, M.S. and Dr. Ir. Arning Wilujeng Ekawati,, M.S. (2021) Kajian Pasang Surut terhadap Kondisi Hormonal Terkait Molting Kepiting Bakau Scylla serrata. Magister thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Pengelolaan dan penyediaan induk unggul kepiting bakau sangat tergantung pada pemahaman strategi reproduksinya. Perilaku kawin merupakan strategi reproduksi yang meliputi beberapa tahapan yaitu tahap prakopulasi, tahap molting, tahap kopulasi dan tahap pascakopulasi. Kepiting bakau dewasa melakukan perkawinan di daerah intertidal hutan mangrove yang dipengaruhi siklus pasang surut air laut. Siklus pasang sururt menyebabkan terjadinya perubahan kondisi lingkungan yaitu periode waktu pasang surut dan kedalaman air. Oleh sebab itu, analisis pengaruh pasang surut terhadap kondisi hormonal molting terkait perilaku kawin diperlukan untuk merekayasa media perkawinan induk kepiting bakau di hatchery dalam rangka peningkatan teknologi dan pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis pengaruh lama waktu pasang surut dan/atau kedalaman media perkawinan terhadap kondisi hormonal terkait molting pada perilaku kawin dan masa laten molting kepiting bakau S. serrata. Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan informasi bagi pembudidaya dalam menyiapkan dan merekayasa lingkungan pemeliharaan yang optimal terkait perilaku kawin serta bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang rekayasa benih dan reproduksi kepiting bakau. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan bulan November 2021 di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara Jawa Tengah. Kepiting bakau uji dipelihara dalam wadah fiber glass dengan tinggi 100 cm dengan diameter 100 cm yang dilengkapi dengan aerasi dan subtrat pasir pada bagian dasar wadah. Kepadatan kepiting setiap wadah 3 ekor dengan perbandingan jantan dan betina adalah 1 : 2. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah lamanya waktu pasang dan surut yang terdiri atas 3 taraf perlakuan yaitu tidak ada perlakuan waktu pasang surut (P1), waktu pasang 12 jam dan surut 1 jam (P2), waktu pasang 24 jam dan surut 1 jam (P3). Faktor kedua adalah kedalaman air yang terdiri dari 3 taraf perlakuan yaitu kedalaman 30 cm (K1), kedalaman 60 cm (K2), kedalaman 90 cm (K3). Perlakuan dalam penelitian ini adalah hasil kombinasi antar faktor dari seluruh taraf perlakuan, sehingga terdapat 9 kombinasi dengan tiga ulangan. Variabel yang diteliti terdiri dari variabel bebas meliputi lama waktu pasang surut dan variabel terikat meliputi respon fisiologis yang terdiri dari titer ekdisteroid dan titer MIH, masa laten molting, lebar karapaks mutlak, intensitas cahaya dan parameter kualitas air. Pengujian sampel ekdisteroid dan MIH menggunakan metode ELISA. Data yang diperoleh dari hasil penelitian diuji normalitas dan dianalisis secara statistik dengan menggunakan analisis keragaman Two Way ANOVA menggunakan perangkat lunak analisis statistik untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Apabila perlakuan berpengaruh nyata maka analisis dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan nilai konsentrasi ekdisteroid tertinggi pada perlakuan P3K3 sebesar 1.573.12 ± 20,85 ngmL-1 yang berbeda nyata (sig.<0,05) dengan perlakuan lainnya. Nilai titer MIH terendah diperoleh pada perlakuan P3K3 sebesar 590.17 ± 19,09 ngmL-1 yang tidak berbeda nyata ix (sig.>0,05) dengan perlakuan P3K2 sebesar 600.23±22,43 ngmL-1 dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (sig.<0,05). Masa laten molting kepiting bakau terpendek yaitu 14,17 ± 1,04 hari pada perlakuan P3K3 tidak berbeda nyata (sig.>0,05) dengan perlakuan P3K2 dengan masa laten molting 14,50 ± 1,32 hari. Lebar karapaks mutlak pada semua perlakuan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (sig.>0,05) berkisar 15,33 ± 1,61 mm - 16,83 ± 0,76 mm. Hasil pengukuran parameter kualitas air diperoleh hasil yang secara umum masih mendukung untuk media pemeliharaan kepiting bakau dalam kisaran yang optimal. Nilai suhu pada pagi dan sore hari berada pada kisaran 27,44 - 28,72 ºC pagi dan 29,24 - 30,58 ºC sore, pH berkisar antara 8,09 - 8,19 pagi dan 8,16 - 8,23 sore, Oksige terlarut memiliki kisaran antara 4,16 - 4,30 mgL-1 pagi dan 4,36 – 4,52 mgL-1 sore, sedangkan untuk alkalinitas berada pada kisaran 104,12 - 142,30 mgL-1 CaCO3. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa lama waktu pasang 24 jam surut 1 jam dan kedalaman media perkawinan 90 cm berpengaruh tehadap kondisi hormonal dan masa laten molting kepiting bakau S. serrata. Disarankan untuk penelitian selanjutnya dapat melakukan kajian pengaruh faktor intensitas cahaya terhadap perkembangan molting kepiting bakau S. serrata.

English Abstract

The management and provision of mud crab broodstock are highly dependent on understanding their reproductive strategies. Mating behaviour is a reproductive strategy that includes several stages: the pre-copulation stage, the molting stage, the copulation stage, and the post-copulation stage. Adult mud crabs mate in intertidal areas of mangrove forests that are affected by tidal cycles. The tidal cycle causes changes in environmental conditions, namely the tidal period and water depth. Therefore, analysis of the effect of tides on molting hormonal conditions related to mating behaviour under controlled laboratory conditions is needed to engineer the mating media for mud crab broodstock in hatcheries to improve technology and sustainable development resource management. The purpose of this study was to analyze the effect of tidal length and/or depth of mating media on hormonal conditions related to molting on mating behaviour and the molting latency of S. Serrata mud crabs. The benefit of the research is that it can provide information for cultivators in preparing and engineering an optimal rearing environment related to mating behaviour and helps develop science, especially in the field of seed engineering and reproduction of mud crabs. The research will be conducted from February to November 2021 at the Center for Brackish Water Aquaculture Fisheries (BBPBAP) Jepara, Central Java. The tested mud crabs were kept in a glass fibre container with a height of 100 cm and a diameter of 100 cm, equipped with aeration and a sand substrate at the bottom of the container. The density of crabs in each container of 3 with a ratio of male and female is 1: 2. This study used a factorial completely randomized design with two factors. The first factor is the length of the high and low tide, which consists of 3 levels of treatment, namely no treatment for high and low tides (P1), 12 hours of high tide and 1-hour low tide (P2), 24 hours of high tide and 1-hour low tide (P3). The second factor is the water depth which consists of 3 treatment levels, namely a depth of 30 cm (K1), a depth of 60 cm (K2), and a depth of 90 cm (K3). The treatment in this study resulted from a combination of factors from all levels of treatment, so there were nine combinations with three replications. The variables studied consisted of independent variables covering the length of the tide and the dependent variable including physiological responses consisting of ecdysteroid and MIH titers, molting latency period, absolute carapace width, light intensity and water quality parameters. Ecdysteroid and MIH samples were tested using the ELISA method. The data obtained from the study results were tested for normality and statistically analyzed using the Two Way ANOVA analysis of diversity using statistical analysis software to determine the effect of treatment. If the treatment has a significant effect, the analysis is continued with Duncan's test. The results showed that the highest ecdysteroid concentration value in the P3K3 treatment was 1.573,12 ± 20,85 ngmL-1 which was significantly different (sig. <0,05) from other treatments. The lowest MIH titer value was obtained in the P3K3 treatment of 590,17 ± 19,09 ngmL-1, which was not significantly different (sig.>0,05) from the P3K2 treatment of 600,23±22,43 ngmL-1 and significantly xi different from other treatments (sig. <0,05). The shortest mud crab molting latency period was 14,17 ± 1,04 days in the P3K3 treatment, not significantly different (sig.>0,05) with the P3K2 treatment with a molting latency period of 14,50 ± 1,32 days. The absolute carapace width in all treatments showed no significant difference (sig.>0,.05), ranging from 15,33 ± 1,61 mm – 16,83 ± 0,76 mm. The measurement of water quality parameters obtained results that, in general, are still supportive for mud crab maintenance media in the optimal range. Temperature values in the morning and evening were in the range of 27,44 – 28,72º C in the morning and 29,24 – 30,58º C in the afternoon, and pH ranged from 8,09 – 8,19 in the morning and 8,16 – 8,23 in the afternoon. , Dissolved oxygen has a range between 4,16 – 4,30 mgL-1 in the morning and 4,36 – 4,52 mgL-1 in the afternoon, while for alkalinity, it is in the range of 104,12 – 142,30 mgL-1 CaCO3. Based on the results of this study, it can be concluded that the length of the tide, 24 hours and 1-hour low tide and the depth of the mating medium 90 cm affect hormonal conditions and the molting latency of the mud crab, S. Serrata. It is recommended for further research to study the influence of light intensity factors on the development of molting mud crab, S. Serrata.

Item Type: Thesis (Magister)
Identification Number: 0421080001
Subjects: 600 Technology (Applied sciences) > 639 Hunting, fishing & conservation > 639.3 Culture of cold-blooded vertebrates
Divisions: S2/S3 > Magister Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Depositing User: soegeng sugeng
Date Deposited: 12 Jan 2022 01:35
Last Modified: 24 Feb 2022 02:29
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/188175
[thumbnail of DALAM MASA EMBARGO] Text (DALAM MASA EMBARGO)
EDDY NURCAHYONO.pdf
Restricted to Registered users only until 31 December 2023.

Download (5MB)

Actions (login required)

View Item View Item