Sihombing, Yoan (2021) Analisis Resolusi Konflik Tanah Adat (Studi Kasus: Sengketa Lahan Oleh Warga Desa Sigapiton Terhadap Program Badan Pelaksana Otorita Danau Toba). Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
"Masalah konflik tanah adat antara masyarakat adat sigapiton yaitu Raja Bius Naopat dengan BPODT memuncak ketika masyarakat mengetahui bahwa tanah adat mereka seluas 120 Hektar disebutkan sebagai zona otoritatif BPODT. Rasa tidak terima masyarakat melahirkan aksi pada 9 September 2019 ketika BPODT secara sepihak melakukan permbangunan fisik di hutan/tanah adat tersebut. Adanya konflik ini pun melahirkan upaya-upaya resolusi konflik baik secara litigasi maupun non-litigasi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif untuk dapat melihat kondisi nyata dari upaya resolusi konflik yang dilakukan serta pengumpulan data dengan cara wawancara, observasi dan pengumpulan dokumen. Adapun lokasi penelitian dilakukan di Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba Samosir. Penelitian ini menyimpulkan bahwa upaya non-litigasi yang dilakukan diawal ternyata tidak menyelesaikan keseluruhan masalah, sehingga salah satu dari empat kelompok marga memilih untuk melanjutkan sengketa ke pokok perkara atau secara litigasi. Adapun kendala-kendala dalam penyelesaian masalah yang terjadi menurut penulis adalah kurangnya pemahaman konflik secara hukum oleh masyarakat adat Sigapiton, administrasi dari kepemilikan tanah yang dimiliki keduanya bertimpa, perbedaan pola pikir antara masyarakat adat dengan BPODT dalam melaksanakan penyelesaian konflik, penyelesaian sengketa yang lambat sehingga menimbulkan biaya yang tinggi, lemahnya pengakuan hukum tanah adat di Indonesia dan kurangnya BPODT mengikutsertakan masyarakat adat Sigapiton dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pembangunan tempat wisata The Nomadic Kaldera Escape. Kata Kunci : tanah adat, resolusi konflik, litigasi, non-litigasi"
English Abstract
Land problems betweet the custom society of Sigapiton, namely Raja Bius Naopat, with BPODT peaked when the community learned that their 120 hectares of customary land was mentioned as he BPODT authoritative zone. The community’s disapproval in an action on 9 September 2019 when BPODT unilaterally carried out physical development in the forest/customary land. The existence of this conflict also makes conflict resolution efforts both litigation and non-litigation. This study uses a qualitative descriptive method to be able to see the real conditions of the conflict resolution efforts carried out as well as data collection by means of interviews, observations and document collection. The research location is in Sigapiton Village, Ajibata District, Toba Samosir Regency. This study concludes that the initial non-litigation efforts did not solve the whole problem, so one of the four clan groups chose to continue the dispute to the main case or litigation way. The obstacles in solving the problems that occur according to the author are the lack of understanding of legal conflicts by the Sigapiton indigenous people, the administration of land ownership owned by both of them overlaps, differences in mindset between indigenous peoples and BPODT in carrying out conflict resolution, slow dispute resolution resulting in high costs, weak recognition of customary land laws in Indonesia and the lack of BPODT involving the Sigapiton indigenous peoples in decision making related to the construction of The Nomadic Kaldera Escape tourist spot.
Other obstract
-
Item Type: | Thesis (Sarjana) |
---|---|
Identification Number: | 052111 |
Subjects: | 300 Social sciences > 320 Political science (Politics and government) |
Divisions: | Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik > Ilmu Politik |
Depositing User: | Unnamed user with username rizky |
Date Deposited: | 22 Oct 2021 06:42 |
Last Modified: | 01 Oct 2024 06:51 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/184512 |
Text
YOAN SIHOMBING.pdf Download (3MB) |
Actions (login required)
View Item |