KONTRUKSI KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA (MKRI) ATAS PERTANYAAN KONSTITUSIONAL (CONSTITUTIONAL QUESTION) DALAM PERSPEKTIF NEGARA HUKUM

Parulian Sihombing, Uli (2021) KONTRUKSI KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA (MKRI) ATAS PERTANYAAN KONSTITUSIONAL (CONSTITUTIONAL QUESTION) DALAM PERSPEKTIF NEGARA HUKUM. Doctor thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

" Pada saat pembahasan rancangan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 di Badan Persiapan Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Mohammad Yamin, salah satu pendiri negara ini (the founding father), mengusulkan agar UUD 1945 mengakomodir constitutional review dengan memberikan kewenangan tersebut kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI). Tetapi Soepomo, juga salah satu pendiri negara ini (the founding father), menolak usulan dari Mohammad Yamin tersebut karena Indonesia tidak mengenal pemisahan kekuasaan (the separation of power), dan belum adanya sumber daya manusia di bidang hukum konstitusi. Kemudian, Perubahan Ketiga UUD 1945 dan UU Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) telah mengakomodir constitutional review, yang bertujuan untuk perlindungan hak-hak constitutional warga negara, dan berfungsi sebagai implementasi prinsip pengawasan dan keseimbangan (checks and balances) terhadap UU yang dihasilkan oleh eksekutif dan legislatif yang berpotensi melanggar UUD 1945. Di dalam perkembangannya, UU Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) belum mengakomodir pertanyaan konstitusional. Di sini lain, hak-hak konstitusional warga negara perlu dilindungi ketika sedang berperkara di pengadilan. Hak-hak warga negara yang sedang berperkara di pengadilan berpotensi dilanggar oleh adanya UU yang diduga melanggar UUD 1945.Peneliti meneliti pertanyaan konstitusional bertujuan; Pertama, peneliti meneliti pertanyaan konstitusional bertujuan untuk menganalisis ratio legis atas pembahasan constitutional review termasuk di dalamnya pertanyaan konstitusional di dalam UU MKRI. Kedua, untuk merumuskan jawaban mengapa pertanyaan konstitusional perlu diatur di dalam UU MKRI. Ketiga, untuk merumuskan kontruksi pertanyaan konstitusional di dalam UU MKRI. Metode penelitian di dalam menyusun disertasi ini adalah penelitian hukum normatif. Kemudian, peneliti menggunakan pendekatan perundang-undangan,pendekatan kajian kasus-kasus, pendekatan perbandingan dan konsep. Peneliti mengkaji UU MKRI dan Peraturan MKRI Nomor 06/PMK/2005 tentang hukum acara di dalam UU MKRI, dan berdasarkan pendekatan perundang-undangan tersebut diharapkan adanya kejalasan makna constitutional review apakah pertanyaan konstitusional masuk dalam makna dari constitutional review. Kemudian, peneliti menggunakan pendekatan kasus-kasus untuk mengkaji putusan-putusan pengadilan khususnya pertimbangan hukumnya untuk menilai apakah ada kebutuhan adanya pertanyaan konstitusional. Selanjutnya, peneliti menggunakan pendekatan perbandingan hukum dengan mengkaji UU MK di Jerman, Austria dan Korea Selatan untuk menganalisis pertanyaan konstitusional dan pertimbangan hukum di dalam putusan-putusannya. Kemudian, peneliti menggunakan pendekatan konsep untuk mengkaji konsep constitutional review, dan apakah pertanyaan konstitutional termasuk constitutional review. Peneliti menggunakan teori fair trial sebagai salah satu bagian prinsip negara hukum demokratis untuk menganalisis isu-isu hukum. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti merumuskan jawaban atas isu-isu hukum di atas yaitu; Pertama, terdapat urgensi pertanyaan konstitusional untuk menjamin prinsip checks and balances di mana MKRI berfungsi untuk mengawasi dan mengimbangi eksekutif dan legislatif untuk mencegah pelayahgunaan kekuasaan. Kedua, perlindungan hak-hak konstitusional warga negara, yang berpotensi dilanggar hak-hak konstitusionalnya di pengadilan karena norma di dalam UU/UU diduga bertentangan dengan UUD 1945. Ketiga, penulis mengkontruksikan pertanyaan konstitusional di dalam UU MKRI di masa depan yaitu;a. obyek pertanyaan konstitusional adalah UU atau bagian dari UU yang dijadikan dasar hukum perkara di pengadilan, b. Kualifikasi pemohon; peneliti merekomendasikan model pertanyaan konstitusional di MK Korea Selatan, Jerman dan Austria di mana hakim mempunyai legal standing untuk mengajukan pertanyaan konstitusional, dan pihak dalam perkara yaitu warga negara mengajukan pertanyaan melalui hakim. c. Untuk lamanya persidangan pertanyaan konstitusional, peneliti menilai perlu waktu yang layak untuk mencegah terjadinya penundaan persidangan yang berlarut-larut (undue delay). d.Proses persidangan pertanyaan konstitusional harus mempertimbangkan prinsip fair trial (peradilan yang adil) yaitu para pihak diberikan kesempatan yang sama untuk mengajukan alat-alat bukti,persidangan bersifat terbuka, putusan dapat diakses oleh publik dalam waktu yang layak, dan putusan mempunyai kekuatan hukum tetap yang mengikat secara vertikal dan horizontal (prinsip erga omnes). "

Item Type: Thesis (Doctor)
Subjects: 300 Social sciences > 340 Law
Divisions: S2/S3 > Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Depositing User: Unnamed user with username verry
Date Deposited: 20 Oct 2021 08:27
Last Modified: 04 Oct 2024 01:44
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/184355
[thumbnail of ULI PARULIAN SIHOMBING.pdf] Text
ULI PARULIAN SIHOMBING.pdf

Download (4MB)

Actions (login required)

View Item View Item