REKONSTRUKSI NORMA DERADIKALISASI ORANG YANG SUDAH TERPAPAR PAHAM RADIKAL TERORISME DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

Aditya, Tatu (2021) REKONSTRUKSI NORMA DERADIKALISASI ORANG YANG SUDAH TERPAPAR PAHAM RADIKAL TERORISME DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA. Doctor thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

"Tatu Aditya, Nomor Induk Mahasiswa 187010102112015, Rekonstruksi Norma Deradikalisasi Orang Yang Sudah Terpapar Paham Radikal Terorisme Dalam Persepektif Hak Asasi Manusia, Prof. Dr. Thohir Luth, M.A; Ko-promotor I Dr. Bambang Sugiri, S.H., M.S; Ko-promotor II Dr. Adi Kusumaningrum, S.H., M.H. Kejahatan terorisme memiliki karakteristik khusus dibandingkan kejahatan umum lainnya. Karakteristik khusus dalam kejahatan terorisme perlu adanya fokus pada kegiatan-kegiatan efektif mengenai sasaran pada “jantung” terorisme itu sendiri yakni, pemikirannya. Upaya dalam melakukan perlawanan Terorisme dilakukan terus berkembang dengan berbagai cara oleh negara-negara di dunia. Negara Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang (Selanjutnya ditulis UU Nomor 5 Tahun 2018) sebagai Kebijakan kriminal dianggap komprehensif melakukan penanganan terorisme baik melalui pencegahan (nonpenal) dan juga pemberantasan melalui sistem peradilan pidana (penal). Berdasarkan Pasal 43A ayat (3) UU Nomor 5 Tahun 2018, kegiatan pencegahan diantaranya deradikalisasi saat ini secara normatif memiliki arti melakukan pembalikan, pengurangan, menghilangkan pemahaman paham radikal terorisme yang disasarkan kepada 6 orang subjek, yakni: tersangka, terdakwa, terpidana, narapidana, mantan narapidana, dan orang/kelompok orang yang sudah terpapar paham radikal terorisme. Penelitian ini hanya memfokuskan deradikalisasi yang disasarkan kepada orang yang sudah terpapar paham radikal terorisme sebagaimana terkandung dalam Pasal 43D ayat (2) huruf f UU Nomor 5 Tahun 2018. Subjek deradikalisasi Orang Yang Sudah Terpapar Paham Radikal Terorisme menurut pengaturanya baik dalam undang-undang maupun peraturan pelaksananya PP Nomor 77 Tahun 2019 belum memberikan penjelasan subjek dimaksud melainkan langsung mengkaitkan pada hubungan kekeluargaan sebagaimana tercantum dalam penjelasan Pasal 30 PP Nomor 77 2019 yang menyatakan dimaksud subjek orang yang sudah terpapar diantaranya suami/istri, anak, keluarga, individu yang memiliki hubungan dengan organisasi terorisme di negara asing. Pengaturan demikian menurut penelitian ini adalah pengaturan yang bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia khususnya prinsip keadilan dan kebebasan. Pada dasarnya manusia memiliki kebebasan berpikir, beragama, dan berkehendak yang seluruhnya dibatasi dengan hak asasi orang lain. Kebebasan berpikir ini adalah sebuah pemberian Tuhan yang tidak dapat dikesampingkan bahkan konstitusi telah menjamin diikuti dengan Undang-Undang Hak Asasi Manusia. Pemahaman paham radikal terorisme yang ada di diri seseorang dan belum direalisasikan pada satu perbuatan baik itu ucapan maupun perilaku yang mengganggu orang lain ataupun melanggar ketentuan pidana adalah sesuatu hal yang masih bersifat abstrak dan belum dapat disentuh oleh hukum atau tindakan negara. Lebih fatalnya lagi, tindakan tersebut dipersamakan dengan tindakan orang yang sudah melakukan perbuatan pidana yang dapat menyebabkan stigma negatif kepada seseorang yang hanya memiliki hubungan kekeluargaan. Berdasarkan penelitian, penyebab ketidaksinkronan antara pengaturan deradikalisasi dan proposisi hak asasi manusia disebabkan mulai pada tahap formulatif penyusun UU Nomor 5 Tahun 2018 telah mengenyampingkan asas-asas hukum pidana sehingga konsep pencegahan dalam kebijakan kriminal termasuk pemahaman konsep deradikalisasi jauh dari Naskah Akademik dan Pendapat Ahli pada khususnya. Asas adalah subsistem hukum yang dapat menyatukan peraturan-peraturan untuk mencapai tujuan yang sama. Peraturan yang salah akan mengakibatkan pelaksanaan yang salah pula. Atas hal itu, penulis merekomendasikan agar Pasal 43D ayat (2) huruf f UU Nomor 5 Tahun 2018 beserta pengaturan pelaksananya dihapus dan dilakukan penyesuaian dan penguatan upaya nonpenal -kontra radikalisasi yang diharapkan tetap dapat mengakomodir hakikat manfaat dari deradikalisasi tanpa mengenyampingkan aspek keadilan dan kepastian hukum."

English Abstract

Tatu Aditya, Student Identification Number 187010102112015, Reconstruction of Norm on Deradicalization of People Who Have Been Exposed to Radical Terrorism in a Human Rights Perspective, Prof. Dr. Thohir Luth, M.A; Copromoter I Dr. Bambang Sugiri, S.H., M.S; Co-promoter II Dr. Adi Kusumaningrum, S.H., M.H. Terrorism crimes have special characteristics compared to other common crimes. The special characteristic in the crime of terrorism is that it is necessary to focus on effective activities on the target at the “heart” of terrorism itself, namely, its thinking. Efforts to fight terrorism have been carried out in various ways by countries in the world. Indonesia through Law Number 5 Year 2018 concerning Amendments To Law Number 15 Year 2003 concerning Stipulation of Government Regulations in Lieu of Law Number 1 Year 2002 concerning Eradication of Criminal Acts of Terrorism Into Law (Hereinafter written Law Number 5 Year 2018) as a criminal policy that is considered comprehensive in handling terrorism both through prevention (non-penal) and also through eradication through the criminal justice system (penal). Based on Article 43A paragraph (3) of Law Number 5 Year 2018, prevention activities including deradicalization currently normatively means reversing, reducing, eliminating the understanding of radical terrorism which is targeted at 6 (six) subjects, namely: suspects, defendants, convicts, convicts, ex-convicts, and people/ groups of people who have been exposed to the radical understanding of terrorism. This research only focuses on deradicalization which is targeted at people who have been exposed to the radical ideology of terrorism as contained in Article 43D paragraph (2) letter f of Law Number 5 Year 2018. The subject of deradicalization of people who have been exposed to radicalism of terrorism according to the regulations, both in law and implementing regulations on Government Regulation Number 77 Year 2019 has not provided an explanation of the subject in question but directly links to family relationships as stated in the explanation of Article 30 on Government Regulation Number 77 2019 which states that the subject of people who have been exposed includes husband / wife, children, family, individuals who have links with terrorist x organizations in foreign countries. Such an arrangement according to this research is an arrangement that is contrary to the principles of human rights, especially the principles of justice and freedom. Basically, humans have the freedom to think, have religion and will which are entirely limited by the human rights of others. This freedom of thought is a gift from God that cannot be ruled out. Even the constitution guarantees that the Law of Human Rights is followed. The understanding of the radical concept of terrorism that exists in a person and which has not been realized in an act, be it words or behavior that disturbs others or violates criminal provisions is something that is still abstract and cannot be touched by law or state action. Even more fatal, this action is equated with the action of a person who has committed a criminal act which can cause a negative stigma against someone who only has kinship. Based on the research, the cause of the inconsistency between deradicalization arrangements and human rights propositions was due to starting at the formulative stage of drafting Law Number 5 Year 2018 has put aside the principles of criminal law so that the concept of prevention in criminal policy includes understanding the concept of deradicalization far from Academic Texts and Expert Opinions in particular. Principles are legal subsystems that can unite regulations to achieve the same goal. Wrong regulations will result in wrong implementation. For this reason, the authors recommend that Article 43D paragraph (2) letter f of Law Number 5 Year 2018 and its implementing regulations are removed and adjustments and strengthening of non-penal-counter-radicalization efforts are made which are expected to be able to accommodate the nature of the benefits of deradicalization without neglecting the aspects of justice and legal certainty

Other obstract

--

Item Type: Thesis (Doctor)
Identification Number: 340
Uncontrolled Keywords: --
Subjects: 300 Social sciences > 340 Law
Divisions: S2/S3 > Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Depositing User: Unnamed user with username verry
Date Deposited: 20 Oct 2021 08:21
Last Modified: 11 Oct 2024 02:21
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/184353
[thumbnail of Tatu Aditya.pdf] Text
Tatu Aditya.pdf

Download (4MB)

Actions (login required)

View Item View Item