LANDASAN FILSAFATI KEWENANGAN MENGADILI PERKARA KEPAILITAN YANG PERJANJIANNYA MEMUAT KLAUSULA ARBITRASE DITINJAU DARI SISTEM HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA

Adhypratama, Bayu (2021) LANDASAN FILSAFATI KEWENANGAN MENGADILI PERKARA KEPAILITAN YANG PERJANJIANNYA MEMUAT KLAUSULA ARBITRASE DITINJAU DARI SISTEM HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA. Doctor thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

"Penelitian ini bermula dari sengketa kewenangan antara Pengadilan Niaga dengan arbitrase dalam perkara kepailitan yang memuat klausula arbitrase. Hal ini terjadi ketika para pihak membuat suatu perjanjian mencantumkan klausula arbitrase sebagai cara penyelesaian sengketa tetapi pada saat terjadi sengketa salah satu pihak mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada Pengadilan Niaga sebagaimana yang termuat di dalam Pasal 303 UU Kepailitan. Sedangkan berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 11 UU Arbitrase bahwa penyelesaian sengketa yang memuat klausula arbitrase merupakan kewenangan absolut dari arbitrase yang berpijak pula pada asas pacta sunt servanda yang digariskan oleh Pasal 1338 KUH Perdata. Di sinilah timbul pertanyaan yang sangat mendasar apakah Pasal 303 UU Kepailitan tersebut bertentangan atau tidak dengan asas pacta sun servanda terkait klausula arbitrase yang telah disepakati oleh para pihak sebagai penyelesaian sengketa karena substansi norma hukum hakikatnya mempunyai dasar filsafati berupa asas hukum. Sejalan dengan itu, masalah-masalah lain pun timbul antara arbitrase dengan kepailitan mengenai akibat hukum dari putusan pailit yang dijatuhkan oleh Pengadilan Niaga terhadap arbitrase. Selain itu, terdapat isu hukum yang lain terkait dengan permasalahan mengenai penerapan syarat kepailitan dan pembuktian sederhana dalam sistem hukum kepailitan di Indonesia. Dalam perkembangan hukumnya, penerapan syarat kepailitan di dalam UU Kepailitan dianggap tidak rasional karena tidak mempertimbangkan kemampuan debitor untuk membayar utang melalui tes insolvensi dan tidak adanya persyaratan tentang jumlah utang minimal yang berakibat debitor yang masih memiliki prospektif untuk melangsungkan usaha dan mempunyai utang yang sangat kecil dapat dengan mudah sekali untuk dipailitkan. Terkait dengan pembuktian sederhana bahwa sulitnya untuk mengukur mudah atau tidaknya suatu fakta atau keadaan adanya utang dan tidak ada ketentuan yang menjadi parameter sederhana sehingga pembuktian sederhana ini masih diterapkan secara kaku dan mutlak oleh Hakim Pengadilan Niaga dalam perkara kepailitan. Dari penjelasan tersebut, penyelesaian melalui kepailitan masih mengalami masalah dalam penerapan karena tidak sesuai dengan asas-asas UU Kepailitan dan sistem hukum kepailitan di Indonesia. Maka dari itu, permasalahan-permasalahan tersebut menjadi kajian utama dalam penelitian ini. Penelitian ini juga menggunakan beberapa pendekatan penelitian, antara lain pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan perbandingan (comparative approach), dan pendekatan kasus (case approach), yang mengkaji bahan hukum yaitu peraturan perundang-undangan dengan cara studi kepustakaan. Sedangkan sebagai alat analisis untuk memecahkan permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini menggunakan Teori Negara Hukum, Teori Sistem Hukum, Teori Keadilan, Teori Kewenangan, dan Teori Kepentingan. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa Pengadilan Niaga merupakan extra ordinary court yang khusus menyelesaikan permohonan pailit sehingga kewenangan Pengadilan Niaga tidak dapat disingkirkan oleh arbitrase dalam kedudukan dan kapasitas hukumnya sebagai extra judicial meskipun bersumber dari perjanjian yang memuat klausula arbitrase. Landasan yang dapat digunakan dalam pertentangan atau konflik hukum tersebut merujuk pada berlakunya asas perundang-undangan yaitu asas lex specialis derogat legi generalis, asas lex posterior derogat legi priori, dan makna penormaan asas integrasi dari ketentuan Pasal 303 UU Kepailitan yang memberikan landasan filsafati terhadap kewenangan mengadili Pengadilan Niaga untuk menerima, memeriksa, dan memutus penyelesaian perkara permohonan pernyataan pailit termasuk baik perkara kepailitan yang memuat klausula arbitrase maupun semua perselisihan perkara perdata yang terkait dengan putusan pailit. Maka dari itu, penerapan asas integrasi di dalam UU Kepailitan yang mengesampingkan atau meniadakan berlakunya asas pacta sunt servanda dalam lingkup sistem hukum kepailitan di Indonesia. Sebaiknya dilakukan upaya perbaikan dan penyempurnaan tentang pengaturan syarat kepailitan dan pembuktian sederhana berdasarkan asas-asas dalam UU Kepailitan ditinjau dari sistem hukum kepailitan di Indonesia. Selain itu, persyaratan keadaan tidak mampu membayar (insolvensi) seharusnya dicantumkan sebagai syarat kepailitan di dalam Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan dan dilakukan perubahan norma hukum di dalam UU Kepailitan yang mendorong kepailitan sebagai solusi terakhir dan mengedepankan upaya restrukturisasi atau PKPU dengan menganut paradigma bahwa kepailitan sebagai upaya terakhir (ultimum remidium) yang dapat digunakan dalam menyelesaikan utang-utang yang sudah tidak mampu lagi dibayar oleh debitor agar tidak ada putusan pailit yang dijatuhkan kepada debitor yang masih solven, dan upaya PKPU sebagai premium remedium artinya upaya PKPU adalah yang pertama dan terlebih dahulu harus diusahakan oleh para kreditor dan debitor sebelum diajukan permohonan pernyataan pailit. Oleh karena itu, diharapkan penyempurnaan UU Kepailitan ke depannya sebagai landasan filsafati dalam penyelesaian perkara kepailitan yang harus diarahkan kepada pembentukan sistem hukum kepailitan yang mengedepankan kepada penyelesaian utang yang adil bagi semua pihak, memberikan perlindungan hukum bagi kreditor dan debitor secara seimbang, memperhatikan aspek-aspek kemampuan usaha dan nilai kemanfaatannya, dan memberikan solusi yang nyata dalam penyelesaian utang piutang, serta mampu mewujudkan sistem hukum kepailitan yang mensejahterakan dan berkeadilan bagi masyarakat serta mampu merespon perkembangan secara global yang tetap berlandaskan kepada nilai-nilai dari Pancasila dan UUD 1945. Kata Kunci: Arbitrase, Kepailitan, Pengadilan Niaga, Kewenangan, Asas Hukum, Landasan Filsafati."

English Abstract

-Bayu Adhypratama, Suhariningsih, Sihabudin, Abdul Rachmad Budiono This research stems from the conflict of competence between Commercial Court and Arbitration in a bankruptcy case involving an arbitration clause. This occurs when parties make an agreement including arbitration as a mechanism of dispute resolution. Nevertheless, when a dispute occurs, one of the parties file a bankruptcy petition to Commercial Court as contained in Article 303 of the Bankruptcy Law. Meanwhile, according to Article 3 and 11 of the Arbitration Law, agreements containing arbitration clause as a mean of dispute resolution provides absolute competence, which is consistent with the pacta sunt servanda principle outlined by Article 1338 of the Civil Code. This raises the question of whether Article 303 of the Bankruptcy Law is inconsistent with pacta sunt servanda or to the arbitration clause as the agreed mechanism of dispute resolution by the parties, because the substance of legal norms has philosophical basis. In line with that, other problems also arise between arbitration and bankruptcy regarding the legal consequences of the decision handed down by the Commercial Court against arbitration. Other than that, there are other legal issues related to problems regarding the application of bankruptcy requirements and simple proof in the bankruptcy legal system in Indonesia. In its legal development, the application of bankruptcy requirements in the Bankruptcy Law is considered irrational because it does not consider the ability of the debtor to pay debts through an insolvency test and the absence of requirements regarding the minimum amount of debt which results in debtors who are still prospective to do business and have very small debts to easily be bankrupt. In relation to simple proof, it is difficult to measure whether a fact or condition of debt and is easy or not and the fact that there are no simple parameters so that simple proof is still rigidly and absolutely applied by the Commercial Court Judge in a bankruptcy case. From this explanation, the settlement through Bankruptcy Law still has problems in its implementation because it is not in accordance with the principles of the Bankruptcy Law and bankruptcy legal system in Indonesia. Therefore, these problems are the main study in this research. This study also uses several approaches, including the conceptual approach, statute approach, comparative approach, and case approach, which examines legal materials, namely statutory regulations through literature studies. Meanwhile, as an analytical tool to solve problems in this study using the theory of rule of law, legal system theory, theory of justice, theory of authority, and theory of interest. The results of the research obtained show that the Commercial Court is an extra ordinary court that specifically resolves bankruptcy petition so that the competence of the Commercial Court cannot be overturned by arbitration in its legal position and capacity as extra judicial even though it originates from an agreement containing an arbitration clause. The basis that can be applied in the conflict of law refers to the principles governing legislation, namely lex specialis derogat legi generalis, lex posterior derogat legi priori, and integration principle of Article 303 of the Bankruptcy Law which provides a philosophical basis towards the xiii competence of the Commercial Court to receive, examine, and decide on the settlement of a case for a bankruptcy case, including both a bankruptcy case containing an arbitration clause and all civil dispute cases related to a bankruptcy decision. Therefore, the application of the principle of integration in the Bankruptcy Law overrides or negates the application of the pacta sunt servanda principle within the scope of the bankruptcy legal system in Indonesia. Efforts should be made to improve and refine the regulation of bankruptcy requirements and simple proof based on the principles in the Bankruptcy Law in terms of the bankruptcy legal system in Indonesia. In addition, the conditions for inability to pay (insolvency) should be included as a requirement for bankruptcy in Article 2 paragraph (1) of the Bankruptcy Law and changes in legal norms in the Bankruptcy Law that encourage bankruptcy as the final solution and prioritizing restructuring efforts or PKPU by adopting the paradigm that bankruptcy is a last resort (ultimum remidium) which can be used in settling debts that debtors are no longer able to pay so that no bankruptcy decision is passed on to debtors who are still solvent, and PKPU's efforts as a premium remedium meaning that PKPU's efforts are prioritized and must first be attempted by creditors and debtors before submitting a bankruptcy petition. Therefore, it is hoped that the improvement of the Bankruptcy Law in the future will serve as a philosophical foundation in the settlement of bankruptcy cases which must be directed towards the establishment of a bankruptcy legal system that prioritizes fair debt settlement for all parties, provides legal protection for creditors and debtors in a balanced manner, taking into account aspects of business capability, and the value of its benefits, and provide real solutions in the settlement of debts, as well as being able to create a prosperous and just bankruptcy law system for the community and able to respond to global developments that are still based on the values of Pancasila and the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. Keywords: Arbitration, Bankruptcy, Commercial Court, Competence, Principles of Law, Philosophical Basis

Other obstract

--

Item Type: Thesis (Doctor)
Identification Number: 340
Uncontrolled Keywords: Kata Kunci: Arbitrase, Kepailitan, Pengadilan Niaga, Kewenangan, Asas Hukum, Landasan Filsafati.-- Arbitration, Bankruptcy, Commercial Court, Competence, Principles of Law, Philosophical Basis
Subjects: 300 Social sciences > 340 Law
Divisions: S2/S3 > Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Depositing User: Unnamed user with username verry
Date Deposited: 20 Oct 2021 08:15
Last Modified: 23 Feb 2022 01:25
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/184351
[thumbnail of DALAM MASA EMBARGO] Text (DALAM MASA EMBARGO)
BAYU ADHYPRATAMA.pdf
Restricted to Registered users only until 31 December 2023.

Download (3MB)

Actions (login required)

View Item View Item