Rekonstruksi Pengaturan Pembinaan Narapidana Militer Pada Lembaga Pemasyarakatan Militer di Indonesia

Suryana, Asep (2019) Rekonstruksi Pengaturan Pembinaan Narapidana Militer Pada Lembaga Pemasyarakatan Militer di Indonesia. Doctor thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Problema yang mendasari penelitian ini diurai dalam tiga segmentasi persoalan yaitu filosofis, teoritis dan yuridis. Pada segmen filosofis, pedoman penyelenggaraan pemasyarakatan militer (Surat Keputusan Panglima TNI Nomor: Kep/976/XII/2014) tidak mengakomadasi narapidana militer yang menjalankan hukuman pemecatan dari kesatuan militer dengan asumsi bahwa tempat pembinaannya di lembaga pemasyarakatan umum (UU.No.31 Tahun 1997 Pasal 256 ayat 3). Hal ini berimplikasi pada perlakuan narapidana militer yang dipecat dengan menggunakan system pembinaan narapidana umum sehingga berpeluang memberi dampak disharmonisasi kehidupan di lingkungan lapas umum, mengingat perbedaan latar belakang dengan narapidana yang lain (sipil). Pada segmen teoritis, tingkat pelanggaran pidana militer (disersi) yang semakin meningkat mengasumsikan ketidak-tercapaian prinsip deterrence effect (efek jera), selfawareness (kesadaran diri), dan prevensi umum dalam teori pemasyarakatan dan pembinaan. Sedangkan pada segmen yuridis, dasar hukum yang menjadi pedoman penyelenggaraan pemasyarakatan militer (Surat Keputusan Panglima TNI Nomor: Kep/976/XII/2014) berada di posisi bawah / rendah dalam hierarki perundangan di Indonesia (UUNo. 12 Tahun 2011). Permasalahan penelitian ini dirumuskan ke dalam tiga pertanyaan yaitu: Apa landasan filosofis pembentukan pemasyarakatan militer di Indonesia? Apakah pengaturan pembinaan narapidana militer saatini berkesesuaian dengan filosofi pembentukan lembaga pemasyarakatan militer Indonesia? Bagaimana rekonstruksi pengaturan pembinaan x pemasyarakatan militer Indonesia kedepan? Pertanyaan penelitian ini akan dijawab dan dianalisis secara kualitatif dalam desain penelitian normative dengan sumber data berupa peraturan perundang-undangan. Sedangkan teori yang digunakan sebagai pisau analisis adalah Teori Pemidanaan, Teori Sistem Peradilan Pidana, Teori Kebijakan HukumPidana, Teori Perundangundangan. Berdasarkan hasilan alisis yang dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Pertama, dalam penelusuran terhadap dasar hokum penyelenggaraan pemasyarakatan militer, yaitu Surat Keputusan Panglima TNI Nomor: Kep/976/XII/2014 tanggal 16 Desember 2014 tentang Petunjuk Administrasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan Militer di Lingkungan Tentara Nasional Indonesia diketahui bahwa penyelenggaraan pemasyarakatan militer sebagai sub sistem peradilan militer dibina dan dikembangkan sesuai kepentingan penyelenggaraan pertahanan dan keamanan Negara dalam rangka penegakan hukum, memberikan kepastian hukum, persamaan dan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian dapat dipahami bahwa pembentukan pemasyarakatan militer dibangun dengan filosofi mengembalikan jati diri prajurit sebagai insane Sapta Marga sebelum kembali kekesatuannya (Reintegrasi Sapta Marga) yang berlandaskan pada persamaan dan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Kedua, Pengaturan pembinaan narapidana militer saat ini tidak berkesesuaian dengan filosofi pembentukan lembaga pemasyarakatan militer. Ketidak-sesuaian tersebut dapat dilihat pada aturan pembinaan narapidana militer yang bersifat generalis dan formal sehingga mengakibatkan tingginya jenis-jenis pidana tertentu (Disersi) setiap tahunnya. Sifat generalis ini terlihat pada aspek metode dan pemberian materi pembinaan yang tanpa mempertimbangkan jenis tindak pidana dan jenjang kemiliteran narapidana. Hal ini akan menyebabkan sulitnya pencapaian tujuan pemidanaan. Sehingga, pada akhirnya, aturan xi penyelenggaraan pemasyarakatan militer saat ini berpotensi mengabaikan nilai-nilai filosofis dalam pemasyarakatan militer yakni Pancasila & UUD RI Tahun 1945 tentang jaminan persamaan hak, kepastian hukum, penghormatan terhadap HAM dan Reintegrasi Sapta Marga. Ketiga, Rekonstruksi pengaturan pembinaan narapidana militer pada lembaga pemasyarakatan militer Indonesia di masa yang akan datang dilakukan melalui tiga aspek pembaharuan yaitu: 1) Aspek Kepastian Hukum (Rechtmatigheid). Pembaharuan dalam aspek kepastian hukum ini dilakukan melalui perumusan undang-undang yang mengatur penyelenggaraan Lembaga Pemasyarakatan Militer secara komprehensif, memiliki nilai kepastian hukum, baik yang tidak dipecat maupun yang dipecat. Kepastian Hukum dalam konteks ini bermakna adanya kejelasan, kekuatan hukum mengikat, tidak menimbulkan multitafsir, tidak kontradiktif, dan dapat dilaksanakan, 2) Aspek Keadilan Hukum (Gerectigheit). Dalam konteks pembinaan narapidana militer, keadilan hukum diartikan sebagai landasan moral bagi sikap atau tindakan terhadap narapidana militer sesuai latar belakang, jenis tindak pidana, dan jenjang kemiliterannya. Mengingat jenis pelanggaran yang dilakukan oleh prajurit TNI berbeda-beda, penulis berpendapat perlu dikembangkan ide individualisasi aturan pembinaan narapidana militer ke depan. Karena dengan ide individualisasi tersebut diharapkan berdampak pada keberhasilan dan tercapainya tujuan pemidanaan, 3) Aspek Kemanfaatan Hukum (Zwechmatigheid). Konsep aturan pembinaan narapidana militer sebagaimana diatur dalam Keputusan Panglima TNI Nomor: Kep/976/XII/2014, perlu upaya Kontekstualisasi materi pembinaan narapidana militer sehingga tepat sasaran. Upaya Kontekstualisasi ini diharap dapat membantu tercapainya tujuan pemidanaan secara cepat dan mudah, sehingga nilai kemanfaatannya dapat dirasakan oleh para narapidana militer.

English Abstract

The problems that underlie this research are based on three segmentation problems is philosophical, theoretical and juridical problems. In the philosophical problem, The book for the implementation of military correctional services (The TNI Commander’s Decree Number: Kep / 976 / XII / 2014) do not accommodating soldier fired from military units assuming that their development is in civil prisons (Law No. 31 Year 1997 Article 256 paragraph 3). This has implications for the treatment for soldier fired by public prisoners system so that an impact on the disharmony of life in public prison settings, given the different backgrounds of other civil prisoners.In the theoretical problem, the increasing rate of military criminal (desertion) assumedthere’s no principle of deterrence effect, self-awareness, and general prevention in correctional theory. In the juridical problem, the legal standing for the implementation of military correctional services (The TNI Commander’s Decree Number: Kep / 976 / XII / 2014) is in the lower / lower position in the legal hierarchy of Indonesia (Law No. 12 of 2011). The research problem is formulated into three questions, is: What is the philosophical foundation for the establishment of military correctional services in Indonesia ?, Is the current arrangement of military prisoner formation compatible with the philosophy of establishing an Indonesian military correctional institution? This research question will be answered and analyzed qualitatively in normative research design with data sources in the form of legislation. While the theory used as a tool of analysis is Criminal xiii Theory, Criminal Justice System Theory, Criminal Law Policy Theory, and Legislation Theory. Based on the results of the analysis carried out, the following conclusions were obtained: First, in a search of the legal standing for the implementation of military correcting is The TNI Commander’s Decree Number: Kep / 976 / XII / 2014, is known that the implementation of military correctional as a sub-system of military justice is fostered and developed in the interests of the implementation of state defense and security in the context of law enforcement, providing legal certainty, equality and respect for Human Rights based on Pancasila and the Constitution of Indonesia. Therefore, the establishment of military correctional institutions was built with the philosophy of returning soldiers' identity as SaptaMarga people before returning to their unity (Reintegration of SaptaMarga) based on equality and respect for Human Rights based on Pancasila and the the Constitution of Indonesia. Secondly, the current regulation of military prisoner does not conform to the philosophy of military prison. The discrepancies can be seen in the rules of fostering military inmates who are general and formal, resulting in a high number of certain types of criminal acts (Desertion) in the year. This general aspect can be seen in the method and the provision of coaching material without considering the types of criminal acts and military levels of prisoners. This will cause difficulty in achieving the goal of punishment. Thus, the current rules for military correcting to ignore the philosophical values in military correcting that Pancasila & the Constitution of Indonesia on equal rights, legal certainty, respect for human rights and Reintegration of Sapta Marga. The third, the reconstruction of the regulation of military prisoners in the Indonesian is basing on three aspects, is: 1) The Legal Certainty Aspects (Rechtmatigheid). Renewal in the aspect of legal certainty is carried out through the formulation of laws that regulate the implementation of a comprehensive Military Correctional Institution, have the value of legal xiv certainty, both those who are not fired and those who are fired. Legal certainty in this context means that there is clarity, binding legal force, does not cause multiple interpretations, is not contradictory, and can be implemented. 2) The Legal Justiceaspects (Gerectigheit). In the context of fostering military prisoners, legal justice is interpreted as a moral basis for attitudes or actions against military prisoners according to their background, type of crime, and military level. Because of the different types of violations committed by TNI soldiers, the authors argue that it is to developing the idea of individualizing the rules of fostering military prisoners in the future. Because the idea of individualization is expected to have an impact on the success and achievement of the objectives of punishment. 3) The Benefit of Law aspects (Zwechmatigheid). The concept of the rules for fostering military prisoners as stipulated in theTNI Commander’s Decree Number: Kep / 976 / XII / 2014, requires the contextualization of military prisoner guidance material so that it is right on target. This contextualization is expected to be able to help achieve the goal of punishment quickly and easily, so that the value of its benefits can be felt by military prisoners.

Other obstract

-

Item Type: Thesis (Doctor)
Identification Number: DIS/344.035 48/SUR/r/2019/061901838
Uncontrolled Keywords: MILITARY PRISONS LAW
Subjects: 300 Social sciences > 344 Labor, social service, education, cultural law > 344.03 Social service > 344.035 Penal institutions > 344.035 42 Specific aspects of penal institutions (Institutions for juveniles) > 344.035 48 Military prisons law
Divisions: S2/S3 > Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Depositing User: Endang Susworini
Date Deposited: 25 Feb 2021 06:24
Last Modified: 25 Feb 2021 06:24
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/183694
[thumbnail of Asep Suryana.pdf]
Preview
Text
Asep Suryana.pdf

Download (4MB) | Preview

Actions (login required)

View Item View Item